Naya kembali melanjutkan perjalanannya begitu pria yang ia tolong sudah di amankan, jarak rumah mertuanya masih jauh dan ia terpaksa berjalan kaki untuk menghemat sisa uang di dompetnya.
Keputusasaan memang menghinggapi kepala Naya, akan tetapi ia tak mau mati konyol karena perlakuan orang di sekitarnya.
Hampir selama satu jam berjalan kaki, Naya sampai juga di rumah mertuanya. Rumah terlihat sepi dan Naya yakin kalau mertuanya keluar, Sendi juga nampaknya belum juga kembali dari mengantarkan mantannya itu. Namun, terlihat ada dua sepatu di luar rumah, sepatu laki-laki dan perempuan.
Naya melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah karena memang tak di kunci, alangkah terkejutnya ia melihat Seni bersama seorang lelaki duduk di kursi ruang tamu dengan posisi ber*****n, terlebih lagi tangan Seni terlihat lihai dan nakal memainkan sebuah benda tumpul. Segera Naya memalingkan wajahnya, dia berjalan dengan wajah yang di buat sedatar mungkin seolah ia tak melihat apapun.
Seni dan juga pria yang duduk di sampingnya pun terkejut melihat Naya, mereka langsung menutup benda yang Seni mainkan dengan bantal dan wajahnya terlihat sangat panik.
"Bagaimana ini, apa dia melihatnya?" Tanya Pria di samping Seni.
"S-sepertinya tidak, sudahlah biarkan saja. Kalaupun dia melihatnya gak bakalan berani ngadu, toh Mama sama Bang Sendi lebih memihakku pastinya." Ucap Seni menutupi rasa gugupnya dengan penuh percaya diri.
"Beneran nih?" Lelaki itu nampaknya takut, pasalnya mereka masih sekolah.
"Kita ke kamarku saja." Ajak Seni.
Pria tersebut yang di yakini adalah pacar Seni pun membetulkan celananya, mereka berdua pun pergi ke kamar Seni. Tak berselang lama Seni keluar dari dalam kamar, ia menghampiri Naya yang tengah duduk termenung di kamarnya.
"Heh, sini lo!" Ucap Seni dnegan raut wajah campur aduknya.
"Butuh apa?" Tanya Naya dingin.
"Awas lo ya kalau sampai laporan sama Mama, Papa. Kalau mereka sampai tahu, habis loe sama gue!" Ancam Seni pada Naya lengkap dengan jari telunjuk yang diarahkan kepada kakak iparnya itu.
"Emang kalian ngapain? Lagipula apapun yang kamu lakukan aku tak peduli, untung dan ruginya buatku juga apa?" Dengan santai Naya menatap Seni yang terlihat menahan dirinya agar tidak memaki Naya.
Detik itu juga Seni keluar dari kamar Naya. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Naya pun mengintip dari kamarnya untuk memastikan kalau Seni benar-benar masuk ke dalam kamarnya sendiri.
"Ayo Naya, jangan lemah! Sekarang kamu punya alat yang bisa kamu gunakan sebagai senjata suatu saat nanti." Naya menyunggingkan senyumnya.
Naya mengeluarkan hp di dalam tasnya, kemudian ia merekam suara desahan Seni meskipun jijik.
****
Di rumah sakit.
Orangtua Arzan berlari menuju meja resepsionis, mereka menanyakan keberadaan putranya yang di kabarkan hendak melakukan percobaan bunuh diri.
Setelah mendapatkan informasi ruang rawat Arzan, Nando dan Zoya langsung pergi begitu saja. Keduanya menyusuri lorong rumah sakit, ada rasa cemas di dalam diri Nando karena apa yang ia takutkan selama ini terjadi pada anaknya.
Ceklek.
Begitu sampai, Zoya mendorong pintu kamar rawat inap Arzan dan melihat putranya tengah menatap kosong ke depan seolah tak memiliki semangat hidupnya.
"Nak," Panggil Zoya lirih, ia begitu sedih melihat kondisi putranya.
Arzan tak bergeming, pria humoris yang selalu terlihat ceria kini kehilangan senyumnya. Zoya menitikkan air mata, begitupula dengan Nando yang terdiam entah harus bagaimana.
"Ma, dimana Karina? Kenapa dia pergi gak ajak Arzan? Dulu juga Lusi pergi, kenapa mereka semua pergi ya?" Tanya Arzan.
"Bagaimana ini, Pa?" Entah apa yang harus Zoya jawab, ia menatap suaminya yang ikut bingung juga.
"Mereka sudah sangat tenang disana, abadi di dalam syurga." Ucap Nando.
"Aku juga mau pergi ke syurga." Sahut Arzan tanpa menoleh ke arah orangtuanya.
"Papa tahu kalau kamu sangat terpukul dengan kepergian mereka, tapi kamu harus tahu nak, banyak orang di sekitarmu juga yang sangat menyayangi kamu. Kedua adikmu dan juga Kejora ikut sakit melihatmu seperti ini, Papa gak mau kamu bernasib sama seperti Papa dulu." Ucap Nando.
Kehilangan orang yang begitu berarti dalam hidupnya membuat Arzan kehilangan akalnya, ia tidak bisa berpikir jernih dan terus menyalahkan dirinya sendiri.
Arzan memiliki seorang kekasih saat awal-awal masuk kuliah, ia berpacaran selama satu tahun dan ternyata kekasihnya meninggal saat hendak berangkat kuliah, kekasihnya Lusi mengalami kecelakaan lalu lintas dan ia tak bisa di selamatkan alias meninggal di tempat. Cukup lama Arzan untuk membuka hatinya kembali, sampai ia tertarik kepada salah satu perempuan yang bernama Mia, namun ternyata Mia hanya menginginkan hartanya saja.
jarak satu bulan menjauh dari Mia, Arzan di pertemukan dengan sosok Karina perempuan sederhana dan juga cantik. Ketulusan Karina membuat Arzan nyaman dan mereka menjalin hubungan selama hampir 3 tahun lamanya, mereka pula sudah bertunangan. Namun sayang, ternyata masa mereka hanya sebentar saja, Tuhan kembali mengambil cinta Arzan untuk kedua kalinya.
"Hiks, kenapa Tuhan selalu mengambil orang yang ku cintai, Kenapa!" Arzan menangis pilu sambil memukul dadanya yang terasa sesak.
Zoya memeluk tubuh putranya lengkap dengan air matanya yang bercucuran, ia tahu betul bagaimana perasaan Arzan saat ini yang selalu dihantui rasa bersalah karena setiap ia menjalin cinta dengan perempuan pilihannya maka Tuhan mengambilnya. Jika Zoya di posisi Arzan pun pasti akan merasakan hal serupa, bahkan Nando saja yang dulunya mencintai seseorang dan orang itu meninggalkannya pun ia mengalami depresi.
"Ikhlas lah sayang, ikhlaskan mereka yang sudah pergi." Ucap Zoya seraya mengusap punggung Arzan.
Setiap harinya Arzan selalu menyalahkan dirinya sendiri, berbicara sendiri sambil menangis.
'Andai saja saat itu Lusi minta aku menjemputnya, pasti kita mati bersama'
'Andai saja aku tidak mengajak Karina pacaran, mungkin saat ini gadis cantikku masih hidup'
'Aku pembawa sial!'
'mereka pergi karenaku'
'Seperti itulah racauan Arzan kala rasa bersalah menyelimuti hatinya, ia selalu berusaha bunuh diri dengan cara apapun dan selalu berhasil di gagalkan oleh orangtuanya maupun oleh sahabat terdekatnya yaitu Angkasa dan Galaxy.
Nando menarik nafasnya dengan berat, detik selanjutnya ia keluar menemui salah seorang Dokter. Kali ini Nando merasa Dejavu, mungkin seperti sekarang inilah orangtuanya dulu mengurusnya yang depresi.
Dokter menjelaskan kalau yang sedang dialami oleh Arzan harus dalam pengawasan ahlinya, Arzan sebenarnya tidak gila, hanya saja ia trauma dengan kehilangan orang yang di cintainya dan jika tidak segera di obati, maka trauma tersebut bisa berkembang menjadi depresi.
Dalam situasi tersebut, kemungkinan Arzan enggan untuk dekat dengan gadis manapun karena pikirannya sudah terisi dengan rasa takut. Maka dari itu, Arzan harus berkonsultasi rutin dengan Psikolog.
"Tapi dia sudah mencoba bunuh diri, Dok." Ucap Nando.
"Maka dari itu, pasien harus mendapatkan penanganan yang tepat. Awalnya memang dari trauma karena kehilangan orang yang begitu di cintainya, timbul lah rasa bersalah sampai trauma tersebut berkembang menjadi depresi. Pasien memerlukan konsultasi dengan psikolog, pengobatan medis dan juga dukungan dari orang terdekat." Terang Dokter.
Merasa cukup dengan penjelasan dari Dokter, Nando meminta kepada sang Dokter untuk merekomendasikan seseorang psikolog terbaik yang ada di rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
ir
ini kek kisah nando, aiman sama Laras kalo ga salah
2025-03-20
0
🌷💚SITI.R💚🌷
nih hrs baca ulng cerita langit sepeetiy krn blm nyambung
2025-03-18
0
kaylla salsabella
OOO ternyata ini novel anak nya om tupai 🥰🥰
2025-03-18
0