"kenapa Ray?" Manda menepuk pundak Rayna saat melihatnya sedang berdiam diri saat menyiapkan pesanan. Takut jika Rayna tak fokus dengan gunting di tangannya. Bahaya sekali membiarkan seseorang memotong dengan pikiran kosong.
"Hah?" Rayna menatap Manda heran. Ia merasa baik-baik saja.
"Hari ini lebih banyak diem."
"Maklum aja kak, hari ini gua belum liat dia ngebucin." Lea menyahut sambil membawa barang dari belakang, berbagai peralatan untuk mengawetkan bunga.
"Kan kemarin habis ketemu," kata Devi.
"Enggak kak, cuma males ngomong aja," jawab Rayna. Tak seperti biasanya hari ini Rayna terlihat lebih lesu. Seperti tak makan seharian, membuat ketiga teman kerjanya sedikit khawatir.
"Ada apa sih?" kali ini Devi yang bertanya.
"Heh kalo ada apa-apa tuh cerita!" kesal Lea.
"Beneran Le."
"Berantem sama Rion?" Rayna menggeleng, antara tak mau menjawab dan tak bisa menjelaskan. Ada hal yang sulit untuk diungkapkan tapi mengganggu pikiran.
"Terus kenapa?" lama Rayna terdiam, kepalanya semakin menunduk saat ketiga teman kerjanya menatap bersamaan. Aneh sekali rasanya mendapat tatapan penasaran dari temannya.
"Gua lagi overthinking sama Rion," jawab Rayna setelah diam yang cukup lama.
"Dia emang kenapa?" Manda bertanya dengan nada heran.
"Ya gak apa sih..." Rayna menghela napas sebelum melanjutkan, ada ragu mengatakannya. "...tapi gua takut dia macem-macem selama jauh dari gua."
"Sejauh ini dia macem-macem emangnya?" Devi sebagai yang paling tua bertanya.
"Jujur aja gua gak pernah sih denger dia macem-macem atau apa pun itu." Rayna berucap dengan berat hati. "Tapi bukan berarti selama ini dia gak macem-macem kan!" lanjutnya lagi. Rayna menunjukkan wajah melasnya.
Ketiga teman kerjanya saling pandang kemudian tertawa bersama. Tak menghiraukan Rayna yang terdiam membisu. Seorang Rayna bisa memiliki pikiran negatif? Seperti bukan Rayna saja.
"Astaga Rayna, lo tuh ada aja ya!" Lea merangkul pundak Rayna dan menepuknya berulang kali. Terlihat sangat akrab sekali.
"Hubungan lo sama Rion tuh udah dua tahun loh, bukan sehari dua hari." ucap Manda mengingatkan. Barangkali Rayna sudah lupa kapan pertama kali ia dan Rion resmi menjalin hubungan. Dua tahun menjalani hubungan dan sudah tiga tahun sejak awal mereka berkenalan.
"Iya, terlambat kalo lo mikir kaya gitu," ucap Manda.
"Ya namanya juga kan manusia, bisa berubah kapan pun mereka mau," jawab Rayna.
"Bener sih, tapi pemikiran lo terlalu jauh Ray." ucapan Devi ada benarnya. Jika sejak awal Rayna tidak mempercayai Rion, lantas untuk apa ia bertahan sejauh ini. Lagipula Rayna tak merasa dirinya jelek, pasti banyak laki-laki yang mau mendekatinya. Jika memang Rion berhasil membuatnya kecewa ia hanya perlu mencari pria lain.
Rayna menggelengkan kepalanya, menghapus pikiran buruk di dalam otaknya. Fokusnya kali ini teralihkan dengan kerjaan yang menumpuk di hadapannya.
"*Sayang*" Rion dengan manjanya memanggil.
"Kemana aja baru sempet ngabarin jam segini?" tanya Rayna menginterogasi. Sudah hampir jam satu siang saat ini.
"*Eh? Iya juga ya*." Rion mengangkat sebelah alisnya.
"Jawab Rion!" ujar Rayna memaksa.
"*Tadi pagi Ion bangunnya kesiangan terus hp nya lupa dicas*." Rayna tak percaya begitu saja. Tatapan matanya masih memberi isyarat keraguan.
"*Kenapa cantik*?" tanya Rion merasa ada yang salah. Ya, Rayna tak seperti biasanya. Mungkin ia berbuat salah?.
"Ko sendiri? Lagi dimana?" tanya Rayna lagi-lagi membuat Rion merasa sedang diinterogasi.
"*Lagi di belakang cafe nih*." Rion mengubah kameranya menjadi kamera belakang dan menunjukkan sekitarnya. Area terbuka yang biasa Rion dan temannya pakai untuk beristirahat. Banyak tanaman yang membuatnya sejuk.
"Sendiri aja?" lagi. Entah sudah pertanyaan yang keberapa harus Rion jawab. Rion sendiri tak masalah dengan pertanyaan Rayna. Baginya bertanya adalah salah satu bentuk kepedulian.
"*Radit lagi ke depan beli rokok*," jelas Rion.
"Lo juga?" kali ini pertanyaannya lebih mencurigai. Rayna tahu jika Rion bukan perokok, walaupun ia juga tahu Rion akan merokok sesekali.
"*Enggak sayang, aku lagi gak ngerokok*." Rayna terdiam, enggan berbicara lebih banyak dengan sang kekasih. "*Ko kaya ada yang beda ya sama cewekku ini. Apa ya*?" Rion menaruh telunjuknya di dagu, mengetuknya sebanyak dua kali.
"Apanya?" kali ini Rayna sedikit meninggikan suaranya.
"*Tuh lagi cuek banget deh kayanya, gak kaya biasanya*," jelas Rion dengan wajah murung.
"Sama aja."
"*Ada apa sayang? Kaya lagi sensi banget sama Ion*." lagi, Rion berusaha memastikan jika memang benar tidak ada yang salah dengan kekasihnya.
"Gak ada."
"*Ion gak ada salah kan*?" Rayna menggeleng, sedang tak ingin banyak bicara. "*Kalo ada salah maaf, tapi Ion bukan cenayang jadi gak bisa baca pikiran kamu sayang*."
"Gak ada Rion!"
"*yakin? Kalo ada apa-apa bilang aja loh*."
"Gak apa." Rayna tak menatap layar ponselnya dan memilih untuk menunduk, kedua tangannya sedang sibuk menyusun tangkai bunga.
"*Sayang, Ion kerja lagi boleh*?"
"Iya boleh."
"*Nanti pasti Ion kabarin lagi, jangan khawatir ya sayang*."
***Ion***...
*Sayang lagi banyak pikiran ya? Maaf kalo Ion yang salah*
*Ion beneran lanjut kerja lagi ko, jangan mikir yang berat-berat ya cantik*
*Nanti kalo udah selesai kerja Ion temenin yaa, sekalian dengerin kamu cerita. Bye*...
Rayna tak berniat untuk membalas pesan Rion. Mungkin setelah perasaannya lebih baik ia akan membicarakannya dengan Rion.
Benar! Bagaimana mungkin Rayna mencurigai Rion? Selama ini Rion tak pernah berbuat macam-macam selama bersamanya. Mungkin nanti ia akan meminta maaf terlebih dahulu.
"Jangan ngelamun Yon!" tegur Radit menepuk punggung Rion yang sedang bersantai di belakang cafe, menikmati kopi di waktu istirahatnya.
"Diemlah!"
"Kunaon?" tanya Faisal.
"Rayna."
"Kenapa emangnya sama Rayna?" lagi, Faisal bertanya.
"Kayanya lagi marah sama gua." Rion mendongak, menatap langit siang hari di kota Bandung.
"Lo buat salah apa?" tanya Radit kali ini.
"Gak tau, gua gak merasa salah juga sih," ucapnya secara jujur. Terlalu pusing mengingat-ingat apa kesalahannya. Bukankah wanita selalu seperti itu? Tak ada alasan pun akan tetap menyalahkan pria.
"Kan kemarin ketemu." Faisal mendorong Rion agar bisa berbagi bangku dengannya juga.
"Itu dia masalahnya," Rion menjawab sambil menggeser posisi duduknya.
"Bagilah!" Rion merebut sebatang rokok yang baru saja dikeluarkan Radit dari dalam sakunya.
"Aish goblok!" Radit memakinya, tak senang harus berbagi rokok dengan Rion.
"Gua bilangin ke Rayna mampus lo!" ucap Radit mengancam. Meski ancaman yang diberikan tak berpengaruh apa pun. Rion malah merebut korek milik Radit dan mulai menghisap rokoknya, menikmati sensasi nikotin yang masuk ke dalam tubuhnya.
"Gak usah, nanti gua bilang sendiri." kepulan asap ia keluarkan kembali setelah ia hisap beberapa saat sebelumnya. Aroma khas rokok yang menyengat tercium di sekitarnya.
"Ck, moal bener si Rion ges kieu teh euy," ucap Radit menerka.
"Ya kan lo bisa tanya langsung sama dia nanti," saran Faisal.
"Iya tar gua tanya langsung." Rion bangkit dari duduknya, menyadari waktu istirahatnya akan segera berakhir dan harus kembali menjaga cafe di depan.
"Udah ah, jangan banyak-banyak ngerokok tar paru-paru gua kebakar," ucapnya berusaha mematikan rokok di tangannya dan meninggalkan kedua teman kerjanya begitu saja.
"Si anying!" maki Radit saat Rion membuang rokok yang masih terlihat utuh dibuang begitu saja olehnya. Hey! Ia membelinya menggunakan uang pribadi dan Rion dengan santai membuangnya begitu saja. Menyesal rasanya membiarkan Rion mengambil rokok miliknya. Faisal hanya terkekeh melihat kekesalan temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Sakinah Tulhusna
wah, bagus kak! Semangat yaa! Kesehatan juga perlu di jaga! Dan novel nya bagus bgt, terus kan bakat mu kak😁
2025-04-07
0
Alfaira
haii guys!! ketemu lagi nih sama cerita seru Rayna dan Rion. menerima saran dan kritik juga lohh sebagai dukungan 🤩
2025-03-23
1