-William-
Aku tidak tahu. Belakangan ini, aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan diriku. Ada rasa bimbang dan khawatir yang belum pernah kurasakan sebelumnya, terutama ketika menatap mata gadis itu.
Selama menyamar menjadi seorang manusia, aku tidak pernah sedekat ini dengan mereka. Kebanyakan orang lebih memilih menjauh karena sikap antisosial yang kutunjukkan. Tetapi, berbeda dengan gadis itu. Ia justru semakin penasaran meskipun aku sudah berkata ketus padanya saat pertama kali kami bertemu. Seharusnya, dia juga menjauhiku sama seperti yang dilakukan oleh manusia-manusia lain.
Apakah mungkin itu karena dia memang benar menyukaiku?
Entahlah, semakin sering kupikirkan, pertanyaan itu justru terus mengusikku sepanjang waktu. Pada awalnya, aku hanya ingin membuktikan bahwa prasangka Arthur itu salah. Namun, di saat memeluknya atau melakukan hal apapun yang membuat kami dekat, jantungku malah ikut berdebar. Kuakui ini adalah hal terkonyol yang pernah kulakukan. Dan sejujurnya, aku sendiri juga takut jika benar-benar jatuh cinta pada gadis itu.
Arthur sudah memperingatkanku bahwa mencintai manusia bukanlah hal yang bagus. Dunia kita berbeda. Aku seorang Light elf dan tujuan utamaku datang kemari adalah untuk menjalankan tugas penting. Bisa dibilang tugas yang cukup berat dan sangat berbahaya—salah satunya, mencegah terjadinya huru-hara serta kehancuran di muka bumi ini akibat ulah para Dökkálfar (Dark elf), anak buah Zaphiele.
Secara harfiah, kami memang tidak akur sejak dulu. Makhluk-makhluk licik itu tak pernah membuatku tenang sedikit pun. Mereka selalu mencari celah untuk merebut benda yang paling kujaga dengan baik, sementara Zaphiele—pemimpin mereka—sangat serakah.
Ia berambisi ingin menguasai kesembilan dunia sekaligus, termasuk bumi dan Alfheim. Tentu saja aku dan rekan-rekanku harus mencegah hal buruk itu terjadi. Ketahuilah, semua ini sangat merepotkan dan nyawaku sendiri bisa menjadi taruhannya. Aku tidak ingin mati sia-sia, apalagi di tangan makhluk terkutuk seperti mereka.
Namun, untuk saat ini yang kukhawatirkan bukanlah hal tersebut—melainkan ... gadis itu. Ia tidak boleh sampai mengetahui rahasiaku. Tapi, apa yang harus kulakukan? Aku bahkan tidak bisa mengatakan tidak ketika ia meminta bantuanku dengan wajah polosnya yang selalu terkesan canggung. Ia adalah gadis yang manis. Hati kecilku tidak tega melihatnya dalam kesulitan.
Rasanya asing sekali. Baru kali ini aku menjadi pribadi yang tidak tegaan, ditambah lagi pada seorang manusia. Biasanya perhatian semacam ini tidak membuatku gentar karena walaupun hidup berdampingan, kami harus tetap berada dalam batasan masing-masing.
“Bagaimana? Malam yang indah, bukan? Kau menikmatinya?” sindir Steve dengan nada bicara yang mencemooh. Pandangan mata cowok itu masih menatap ke arah jalan di mana mobil milik ayah Kathleen baru saja keluar dari area tempat parkir.
Aku meliriknya sekilas dan mendesah malas. “Ya, sangat indah. Sebelum kau datang dan mengacau.”
Ia mendengkus. “Kau salah jika ingin bermain-main denganku, William.”
“Aku memang tidak ingin bermain-main denganmu,” kataku lalu membuka pintu mobil untuk segera pergi dari sana. Masih ada banyak pekerjaan penting yang harus kulakukan setelah ini. Lagi pula, tidak ada gunanya juga meladeni si keras kepala, Steve.
“Kau mau pergi ke mana? Aku masih belum selesai berbicara denganmu, Kawan!” lanjut cowok itu seraya menutup pintu mobilku dengan kakinya.
Aku mendongak ke langit, memejamkan mata selama beberapa detik sembari menarik napas dalam-dalam. “Dengar, Steve. Aku sudah cukup lelah hari ini, jadi sebaiknya sekarang kau minggir. Aku tidak mau ribut dan menjadi tontonan banyak orang.”
Suara klakson mobil lain tiba-tiba saja terdengar dari arah seberang.
“Wow, santai, Man! Kau tidak usah khawatir. Di sini tidak ada orang lagi selain kita berempat,” teriak James dari dalam sana.
“Yeah, dia benar. Jangan terburu-buru, Will!” sambung Henry yang tahu-tahu muncul dan menepuk pundakku dari belakang. “Kau lihat, langit masih gelap. Setidaknya kita harus bersenang-senang sampai matahari terbit nanti.”
Kulirik tajam tangannya yang masih berada di pundakku.
“Ups, sori. Aku lupa. Kau tidak suka disentuh,” cibirnya. Mereka berdua saling melempar seringai jail.
James kemudian memarkirkan mobil sport yang dibawanya ke sebelah Steve. Ia turun dan berjalan mendekati kami. “Bung, aku sudah mengisi bahan bakar mobilku sebanyak yang kau minta. Apa masih ada lagi yang kau butuhkan?”
“Nothing else. Nice, James!” sahutnya.
James mengangguk. “Allright.”
“Well, sebenarnya, malam ini aku ingin mengajakmu bersenang-senang, William,” lanjut Steve berbicara.
Alisku saling bertautan. “Bersenang-senang?”
Ia menarik sudut bibirnya ke bawah dengan ekspresi mengejek. “Yeah, bagaimana kalau kita balapan? Aku pakai mobil James dan kau bisa pakai mobilku,” balasnya seraya melempar kunci mobilnya padaku. Lalu, mengedikkan dagu ke arah mobil Bugatti miliknya yang terparkir manis di dekat pintu masuk. “Yang kalah harus menjauhi Kathleen dan juga menyingkir, alias keluar dari high school.”
Kulempar kunci mobil itu kembali padanya. “Dia bukan barang taruhan. Berhentilah memperlakukannya seperti itu.”
Ia tertawa sinis. “Kenapa? Kau takut kalah denganku?”
“Terserah kau saja. Tapi yang jelas, aku sama sekali tidak tertarik dengan tawaranmu barusan.”
“Ugh, ayolah. Jangan jadi seorang pengecut,” tantangnya sembari melangkah maju. “Apa tawaranku masih kurang menarik? Aku bisa memberikan apapun yang kau mau.”
“Hentikan omong kosongmu, Steve! Bisakah kau tidak menggangguku sekali saja? Selama ini aku sudah cukup sabar menghadapi sikap kalian bertiga.”
“Oh ya?” timpalnya memasang raut remeh. “Kurasa sabar saja itu masih belum cukup. Tapi, baiklah. Kalau begitu sekarang aku mau tahu. Sejauh mana tingkat kesabaranmu?”
Ia melirik James. Dan tak kusangka, Henry tahu-tahu menendang lekukan kakiku dari belakang. Aku yang sedang dalam keadaan tidak siap pun jatuh bertekuk lutut ke tanah sedangkan mereka berdua malah langsung menahan lenganku dengan erat.
“Hei, apa yang mau kalian lakukan? Lepaskan!” Aku meronta.
Steve tersenyum miring sambil memainkan kunci mobilnya. “Itulah akibatnya kalau kau berani mencari masalah denganku, William. Kau mau bersaing denganku? Akan kuturuti kemauanmu.”
“Sejak kapan aku mengajakmu untuk bersaing?” Kucoba untuk mengumpulkan sisa tenagaku, berusaha melepaskan diri dari cekalan kedua bocah itu. Namun, sia-sia saja. Tenagaku sudah terkuras habis sebelumnya karena aku terlalu sering bolak-balik antar dunia akhir-akhir ini.
“Sejak kau terus dekat dan mencari perhatian dengan Kathleen. Gadis itu semakin tidak suka padaku gara-gara kau!”
“Dia tidak menyukaimu karena sikapmu yang selalu egois. Seharusnya kau introspeksi diri!” tampikku yang terbawa emosi. Sebenarnya aku sudah muak meladeni Steve, tapi tampaknya dia memang tidak pernah bosan buat mencari masalah dengan orang lain.
“Introspeksi diri kau bilang?” Ia berdecih. “Lebih baik kau yang mundur sebelum aku turun tangan untuk menghabisimu. Aku sudah mau berbaik hati dengan memberikanmu tawaran yang menarik, tapi kau malah menolaknya. Sekarang kau tidak punya pilihan lain lagi.”
Steve berjalan mendekat sementara James dan Henry terdengar saling berbisik-bisik seperti sedang merencanakan sesuatu.
“So, sepertinya liontin itu sangat berharga untukmu, bukan? Aku penasaran apakah benda itu juga lebih berharga dari Kathleen atau tidak?”
Aku terdiam sembari menatapnya waswas. Kenapa dia tiba-tiba malah membahas tentang liontinku? Celaka. Jangan sampai Steve, James, dan Henry menaruh perhatian mereka pada benda ini.
“Lihat, dia tidak bisa menjawab. Itu berarti tebakanmu benar, Hen.” James berkata di belakangku.
“Tentu saja! Sudah kubilang, bocah ini memang aneh,” balas Henry.
“Aneh apa maksudmu? Kalian mau menuduhku apa lagi?”
“Oh, hei! Aku ini tidak bodoh, Sobat. Kau memukulku cuma karena liontin sampah itu. Jelas sekali aku jadi curiga. Apa benda itu peninggalan keluargamu? Atau mungkin kenang-kenangan terakhir dari orang yang kau sayangi?”
“Kau tahu ‘kan, serakah itu tidak baik, William,” lanjut Steve seraya berjongkok di depanku. “Kalau kau punya dua hal yang berharga sekaligus, kau juga harus siap mengorbankan salah satunya demi mempertahankan hal berharga lainnya.” Ia mengulurkan tangan, mengusap liontin yang melingkar di leherku. “Kelihatannya, kau memang menyukai Kathleen dan sengaja ingin merebutnya dariku.”
“Aku tidak pernah merebutnya dari siapa pun. Kau hanya berniat main-main dengannya!”
Steve menggertakkan gigi. “Kau terlalu banyak ikut campur dengan urusanku. Aku tidak suka,” balasnya seraya menarik rantai liontinku hingga terlepas.
Mataku langsung membelalak. “Kembalikan! Cepat kembalikan liontin itu padaku!” Aku berusaha bangkit berdiri, tapi James dan Henry langsung mendorong tubuhku ke bawah. Rasanya seperti ada yang menyerap seluruh energiku begitu benda itu terlepas.
“Ssst! Tidak usah panik.” Steve meletakkan jari telunjuknya di bibir. “Kau tenang saja. Aku akan menyimpannya baik-baik untukmu,” katanya sambil melempar-lempar benda itu di udara.
Aku menggeleng. Wajahku memucat seketika.
“Anyway, kami berdua juga akan ikut menjaganya. Liontin ini sudah pasti dijamin sangat aman. Benar begitu, James?” sambung si bocah bermata topaz itu, Henry.
“Ya, tentu saja. Tapi kalau kau masih tetap ingin memakainya, bagaimana kalau kita bagi dua saja? Atau bagi empat mungkin? Satu orang dapat satu. Adil bukan?”
Steve menjentikkan jari. “Setuju. Aku benar-benar suka ide brilianmu, James. Kau cerdas sekali!”
Mereka bertiga tertawa puas.
“Tidak! Kau tidak bisa menyimpannya sembarangan, Steve! Cepat kembalikan benda itu padaku sekarang!”
Niat buruk pun terukir jelas di bibirnya. “Kau mau liontin ini kembali?” tanyanya sembari mengayun-ayunkan benda itu di depan wajahku. “Ada syaratnya. Jauhi Kathleen, jauhi dia sejauh mungkin yang kau bisa. Aku akan mengembalikan liontin ini lagi padamu setelah kau memenuhi syarat yang kuberikan. Mudah, bukan?”
Aku mengepalkan tangan. Kugigit rahangku kuat-kuat. Kenapa semuanya malah menjadi rumit seperti ini? Semenjak menginjakkan kaki di bumi, aku memang sudah tidak punya banyak pilihan. Namun, tidak dengan liontin. Steve bisa melakukan apa saja pada benda itu, termasuk menghancurkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments