05 - Bus sekolah.

Matahari terlihat sudah bergulir ke barat dan langit juga mulai berubah warna menjadi kelabu ketika aku tiba di rumah. Sore ini aku langsung pulang setelah menyelesaikan semua kelas yang ada. Sebenarnya, Natalie tadi sempat mengajakku pergi ke toko buku untuk menemaninya membeli beberapa alat tulis tambahan. Namun, suasana hatiku yang sedang buruk membuatku malas berkeliaran ke mana-mana.

“Kau sudah pulang?” tanya Mom seraya membukakan pintunya buatku. “Bagaimana sekolahmu hari ini?”

Aku menghela napas. “Yah, seperti biasa. Tidak ada yang menarik,” balasku lesu sembari melepas sepatu dan menaruhnya di rak.

“Hari ini adalah hari pertamamu kembali masuk ke sekolah. Seharusnya kau tadi senang bisa bertemu dengan teman-temanmu lagi, bukan?”

“Ya, seharusnya ...”

Mom tersenyum, mematikan televisi di ruang keluarga kemudian berbelok menuju dapur. “Kalau begitu, sebaiknya sekarang kau beristirahat saja dulu. Aku sudah menyiapkan air hangat untuk mandi. Siapa tahu itu bisa membantumu merasa lebih baik.”

“Yeah. Trim's, Mom. Kau adalah yang terbaik,” pujiku.

“Jangan lupakan juga ayahmu.”

“Oke, dia juga yang terbaik ... kalau mau menambah uang jajanku.”

Ia pun terkekeh pelan. “Kebetulan sekali, bulan lalu ayahmu baru mendapat kenaikan gaji dari atasannya di kantor. Jadi, berdoa saja semoga dia mau mengabulkan permintaanmu.”

“Wow!” Wajahku langsung sumringah mendengarnya. “Kurasa kau juga harus ikut membujuknya agar mau menaikkan uang belanja kita, Mom.”

“Oh, itu sudah pasti. Jangan khawatir,” katanya yang sepakat dengan pendapatku.

Selesai membersihkan diri dan makan malam bersama, aku segera naik ke kamar untuk menyelesaikan semua tugas sekolah yang tadi telah diberikan. Kamarku berada di lantai dua dengan posisi meja belajar yang terletak di samping jendela besar.

Saat orang tuaku merenovasi rumah dulu, aku sengaja meminta kepada mereka agar ukuran jendela yang ada di kamarku ini lebih besar dari biasanya. Mereka tahu kalau aku suka mengamati bintang-bintang ketika malam hari.

Entahlah. Sewaktu masih kecil, kupikir rasanya akan sangat mengasyikkan jika dapat menjelajah ke luar angkasa atau berpetualang di dunia fantasi seperti cerita-cerita dalam negeri dongeng. Memakai gaun-gaun cantik, bertemu pangeran tampan, dan hidup bahagia selamanya.

Sebuah kisah yang klise, bukan? Ya, aku juga berpikir seperti itu.

Tepat pada jam setengah sepuluh malam, kurapikan buku-bukuku kembali lalu bersiap untuk tidur. Biasanya aku baru bisa terlelap setelah lewat dari tengah malam. Insomnia memang paling sering menyusahkan, apalagi kalau besok ada aktivitas yang mengharuskanku bangun lebih awal.

***

Pagi ini aku berangkat ke high school dengan perasaan lebih bersemangat karena ada kelas biologi—salah satu mata pelajaran favoritku sepanjang masa. Aku berusaha melupakan seluruh insiden yang sangat menyebalkan kemarin. Meskipun masih agak mengganjal di hati, kalau diingat-ingat terus malah akan membuat mood-ku hari ini menjadi ikutan hancur.

“Mom, Dad, aku berangkat!” pamitku pada mereka seraya menyambar dua potong roti gandum yang tersedia di atas meja makan.

“Kathleen, habiskan dulu makananmu!” panggil Mom.

Dad pun bangkit berdiri dari kursinya. “Hei, kau tidak mau aku saja yang antar?”

“Umm, tidak usah. Lain kali saja!” sahutku yang menolak tawarannya secara halus.

Aku lekas berlari ke halaman depan. Bus sekolah lima menit lagi akan lewat di sekitar kompleks perumahanku. Cuaca pagi ini tampak lebih cerah dibandingkan hari-hari biasanya, awan-awan putih tampak berkumpul memenuhi langit. Tak sampai menunggu lima menit, bus pun akhirnya datang. Aku langsung naik dan duduk di barisan kedua karena semua kursi belakang sudah terisi penuh.

Kendaraan berwarna kuning mencolok ini melaju pelan menyusuri bahu jalan. Aku memasang earphone ke telinga untuk mendengarkan musik agar tak mengganggu kenyamanan penumpang lain. Selang beberapa ratus meter ke depan, bus tiba-tiba kembali berhenti. Seorang cowok mengenakan jaket denim dengan gaya kasualnya melangkah masuk ke dalam. Ia lalu membuka topi dan merapikan rambut hitamnya yang agak berantakan.

Aku hanya bisa melongo di tempat. Ternyata memang benar. Dunia sudah semakin sempit. Kenapa lagi-lagi aku malah bertemu dengannya?! protesku begitu melihat cowok tadi adalah si super cuek, William Anderson.

William terdiam sejenak. Bola matanya menyapu pandang bergerak dari kiri ke kanan.

Rupanya pria setengah paruh baya yang menjadi supir bus sekolahku ini tahu kalau cowok itu sedang kebingungan mencari tempat duduk.

“Nah, itu dia! Coba kau lihat di barisan kedua.” Ia tahu-tahu menunjuk ke arahku. “Masih ada sisa satu kursi kosong. Kau bisa duduk di sana.”

“No problem, Sir. Aku bisa berdiri saja,” balas William sambil membenahi ranselnya.

“Berdiri di mana? Di sini? Badanmu akan menghalangi pintu masuk, Anak muda. Ayo, cepat duduk!”

William mau tidak mau terpaksa mengiyakan. Dengan langkah waswas, ia kemudian berjalan menuju kursi kosong yang ada di sebelahku. Aku bergeser ke pojok dan berpura-pura tidak mengenalnya.

Belum sempat duduk, supir bus sekolah tadi malah langsung menancapkan pedal gasnya lagi dengan sangat yakin. William pun terjerembab, namun tangannya dengan sigap meraih besi pegangan demi menopang tubuh semampainya agar tidak jatuh mencium lantai bus.

Syukurlah, dia memang tidak jadi terjatuh. Tapi, yang menjadi permasalahan untuk detik ini adalah wajah cowok itu sekarang hanya berjarak kurang dari satu jengkal di hadapanku. Aku terkesiap melihat pupil matanya yang melebar ketika menatapku.

Deg!

Apakah aku sedang berada di surga? Tidak. Itu tidak mungkin! Aku masih bisa mendengar suara detak jantungku yang berdebar semakin kencang. Lalu, kalau ini memang bukan di surga ... kenapa sekarang di hadapanku bisa ada seorang malaikat? Aku meracau sembari mencengkeram tas yang ada di pangkuanku dengan begitu eratnya.

Ya Tuhan! Tak kusangka kalau dia ternyata memang benar-benar setampan ini!

Selain warna iris matanya yang menarik dan menggoda, rahang tegas, kelopak mata yang dalam, serta hidung mancungnya itu juga ikut meracuni otakku.

Selama beberapa detik—yang terasa seperti berabad-abad—saling bertatapan, aku dan William akhirnya tersadar kalau semua sorot mata kini sedang tertuju pada kami.

Aku tersentak dan refleks memalingkan wajah ke luar jendela, sementara ia buru-buru membenarkan posisi duduknya sembari berdeham pelan untuk mengalihkan perhatian. Pipiku merah padam. Memalukan sekali rasanya. Aku belum siap menjadi bahan gosip hangat minggu ini.

Berangkat dengan naik bus sekolah yang sama dan menuju kelas yang sama benar-benar membuatku semakin canggung. Aku tidak tahu apa penyebabnya. Tapi yang jelas, ada perasaan aneh yang menggelitik dalam diriku setiap kali berada di dekatnya. Mungkin itu sebuah pertanda bahwa aku memang harus menghindar darinya.

Episodes
1 Prolog
2 01 - Hari yang buruk.
3 02 - Geng pembuat onar.
4 03 - Di kafetaria.
5 04 - Teman sebangku.
6 05 - Bus sekolah.
7 06 - Tipe cowok ideal?
8 07 - Ada yang menguntitku!
9 08 - Halusinasi?
10 09 - Si playboy.
11 10 - Cowok yang misterius.
12 11 - Makan siang bersama?
13 12 - Mengganggu saja!
14 13 - Undangan untukku?
15 14 - Cara berkencan?
16 15 - Akhir pekan.
17 16 - Pesta ulang tahun.
18 17 - Menciumnya?
19 18 - Pencari perhatian.
20 19 - Liontin.
21 20 - Salahku.
22 21 - 6x-8i > 3(2x-8u)
23 22 - Maksud tersembunyi.
24 23 - Gombalan basi.
25 24 - Sikap aneh.
26 25 - Hanya sebatas teman.
27 26 - Mereka datang.
28 27 - Akhir hidupku?
29 28 - Toko kue.
30 29 - Dia terluka?
31 30 - Ada masalah apa mereka?
32 31 - Berkencan dengannya?
33 32 - Kencan pertama.
34 33 - Makhluk apa mereka?
35 34 - Marabahaya.
36 35 - Svartalheim.
37 36 - Tempat apa ini?
38 37 - Aku mati?
39 38 - Siapa dia sebenarnya?
40 39 - Di mana aku?
41 40 - Bukan di Boston?
42 41 - Dia bukan manusia?
43 42 - Rahasianya.
44 43 - Belajar bertarung.
45 44 - Monster?
46 45 - Salah paham.
47 46 - Apa yang harus kukatakan?
48 47 - Perasaan lain.
49 48 - Dilema.
50 49 - Kitab Merion.
51 50 - Batu rune.
52 51 - Supermarket.
53 52 - Menjadi incaran.
54 53 - Pelindung.
55 54 - Ciuman pertama?
56 55 - Pertanyaan konyol.
57 56 - Insiden kecil.
58 57 - Mimpi buruk?
59 58 - Siapa wanita itu?
60 59 - Rune yang hilang.
61 60 - Dalam bahaya!
62 61 - Aku tidak bisa berenang.
63 62 - Tenggelam?
Episodes

Updated 63 Episodes

1
Prolog
2
01 - Hari yang buruk.
3
02 - Geng pembuat onar.
4
03 - Di kafetaria.
5
04 - Teman sebangku.
6
05 - Bus sekolah.
7
06 - Tipe cowok ideal?
8
07 - Ada yang menguntitku!
9
08 - Halusinasi?
10
09 - Si playboy.
11
10 - Cowok yang misterius.
12
11 - Makan siang bersama?
13
12 - Mengganggu saja!
14
13 - Undangan untukku?
15
14 - Cara berkencan?
16
15 - Akhir pekan.
17
16 - Pesta ulang tahun.
18
17 - Menciumnya?
19
18 - Pencari perhatian.
20
19 - Liontin.
21
20 - Salahku.
22
21 - 6x-8i > 3(2x-8u)
23
22 - Maksud tersembunyi.
24
23 - Gombalan basi.
25
24 - Sikap aneh.
26
25 - Hanya sebatas teman.
27
26 - Mereka datang.
28
27 - Akhir hidupku?
29
28 - Toko kue.
30
29 - Dia terluka?
31
30 - Ada masalah apa mereka?
32
31 - Berkencan dengannya?
33
32 - Kencan pertama.
34
33 - Makhluk apa mereka?
35
34 - Marabahaya.
36
35 - Svartalheim.
37
36 - Tempat apa ini?
38
37 - Aku mati?
39
38 - Siapa dia sebenarnya?
40
39 - Di mana aku?
41
40 - Bukan di Boston?
42
41 - Dia bukan manusia?
43
42 - Rahasianya.
44
43 - Belajar bertarung.
45
44 - Monster?
46
45 - Salah paham.
47
46 - Apa yang harus kukatakan?
48
47 - Perasaan lain.
49
48 - Dilema.
50
49 - Kitab Merion.
51
50 - Batu rune.
52
51 - Supermarket.
53
52 - Menjadi incaran.
54
53 - Pelindung.
55
54 - Ciuman pertama?
56
55 - Pertanyaan konyol.
57
56 - Insiden kecil.
58
57 - Mimpi buruk?
59
58 - Siapa wanita itu?
60
59 - Rune yang hilang.
61
60 - Dalam bahaya!
62
61 - Aku tidak bisa berenang.
63
62 - Tenggelam?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!