Tidak mungkin

Arkan menundukkan kepalanya tak beranjak sedikitpun dari tempat ijab kabul. Benar-benar Ibunya ini melakukan apapun cara agar dirinya menikah dengan Anya.

Anya sendiri juga sama disampingnya menangis tak terima dengan pernikahan ini, yang dirugikan disini adalah pihak perempuan. Laki-laki kalau sudah bercerai ya sudah mereka bebas kalau perempuan berbeda dia harus menjadi janda, di cap janda gatal meskipun tidak.

"Anya tak usah menangis, ayo cepat kita ke pelaminan jangan buat malu Ibu" ucap ibu mertuanya sambil meremas bahunya dengan keras.

"Sakit Bu" rintih Anya.

"Sudah ah diam, cepat temui tamu-tamu dan tersenyum bahagia dihadapan mereka. Jangan muram seperti ini, makeup mu sampai akan luntur seperti ini"

Anya dan juga Arkan duduk berdampingan, namun tak ada yang mau saling menyapa pernikahan ini seperti neraka untuk mereka berdua.

Saat bersalam dengan tamu juga tersenyum seadanya saja, bahkan banyak tamu yang bingung dan menanyakan hal itu pada tamu yang lain.

Akhirnya pernikahan mereka selesai digelar, mereka berdua ada dikamar yang sama dan ditempat tidur yang sama namun tak ada kebahagian sedikitpun.

"Setelah Laura ketemu kita sudah saja pernikahan ini, aku juga tak mau terjebak terlalu lama dengan kamu. Aku tak mungkin hidup seumur hidup dengan perempuan yang tak aku cintai"

"Memangnya kamu saja yang ingin hidup dengan orang yang kamu cintai, aku juga sama, kamu enak sedangkan aku tidak tahu akan diterima atau tidak oleh pihak laki-laki nanti setelah kejadian ini"

Arkan menghela nafas dan membaringkan tubuhnya dengan kasar "Aku akan membantumu untuk menikah dengan kekasihmu, tenang saja tak usah takut kamu juga akan bahagia dengan pasanganmu nanti"

"Semoga saja" Anya ikut berbaring, paling ujung sekali tubuhnya juga sama lelah dan ingin istirahat banyak tamu yang datang dan mereka harus berpura-pura bahagia padahal kenyataannya sama sekali tidak.

...----------------...

Laura sendiri hatinya begitu gelisah, diam sendirian dikurung di kamar besar ini. Dari tadi dirinya terus saja melawan dan berakhir dikurung disini. Laura ingin pulang, bagaimana dengan pernikahannya itu.

"Keluarga pasti akan sangat malu sekali tak ada aku di sana, Ayah yang paling sedih pastinya. Seharusnya aku sebagai pengantin ada di sana sedang tertawa bahagia, menyambut tamu yang banyak ini malah sebaliknya aku ada disini di kamar ini di kurung sendirian" kesal Laura sambil menghentak-hentakan kakinya dengan kesal.

Laura melangkah pergi kearah jendela, menatap kebawah dan sudah sepi juga. Apakah ini waktunya Laura kabur lagi, tak bisa juga pasti akan lebih banyak lagi penjaganya apalagi tadi sempat ingin kabur kan.

"Ya ampun kenapa aku sekarang tak punya kebebasan sama sekali"

Pintu terbuka dengan perlahan, masuk Kakaknya membawakan sebuah ponsel dan melemparkannya kearah tempat tidur. Dengan penasaran Laura mengintip dan saat melihat keseluruhan vidio itu Laura kaget sampai membuat dadah nya sakit dan sesak sekali.

Tubuhnya mundur beberapa langkah, bahkan Haidar pun tak menangkapnya hanya diam menatap Laura yang mulai hancur.

"Kenapa menikah dengan Anya, ini pasti bohong kan" Laura menatap Kakaknya dengan mata yang berkaca dan tangan kanannya menunjuk kearah ponsel itu.

"Untuk apa aku berbohong tidak ada gunanya, sudah aku katakan bukan percuma kabur juga Arkan sudah menikah dengan Anya. Dia itu tak mencintai kamu Laura, kalau Arkan benar-benar suka dan mencintai kamu dia akan bertahan dengan alasan apapun ataupun tekanan dari orang tuanya dia akan tahan tak akan menyerah seperti ini"

"Tidak, ini tidak mungkin, Anya tak mungkin sejahat itu menikah dengan Arkan" Laura terduduk dilantai menjambak rambutnya dengan kasar, berteriak histeris menghilangkan sesak yang terus menekan dadanya. Sakit sekali ini, Laura tak bisa menahan rasa sakitnya.

"Sudah ada bukti, Arkan memang tak benar-benar mencintai kamu. Mereka memang ingin menjebak kamu. Kamu tahu kan mereka itu orang jahat, pernah melukai kamu dan dengan percayanya kamu memaafkan mereka dan malah jatuh cinta pada salah satu yang telah melukai kamu, sungguh kamu bodoh sekali Laura" Haidar terus saja mempengaruhi kepala Laura, biarkan dia benci pada Arkan dan juga Anya.

Ini memang waktu yang pas untuk membuat hati Laura diisi dengan kebencian dan nanti kalau mereka bertemu pasti Laura tak akan sudi bertemu dan akan selalu ada disampingnya.

"Tidak, ini pasti terpaksa" teriak Laura tak terima.

"Ya mungkin saja tak ada yang tahu, bagaimana kalau mereka melakukan pernikahan ini dengan sukarela, sebentar lagi mereka akan punya anak. Hidup dengan bahagia. Mungkin hari ini tak ada cinta diantara merekah tak tahu nanti 1 Minggu lagi, 1 bulan lagi bahkan 1 tahun lagi mereka bisa saja saling mencintai"

"Tidak, itu tak akan terjadi" Laura makin melukai dirinya sendiri, memukul kepalanya dengan kesal, menjambak rambutnya pula, menangis dengan histeris tak terima atas takdir ini.

Haidar mendekat menjadi obat disaat luka hati Laura sedang rapuh seperti ini. Masuk dengan secara perlahan dan mengambil seluruh hatinya, saat sudah ada di genggamannya Haidar tak akan pernah melepaskannya.

"Jangan sakiti dirimu sendiri, itu tak akan mungkin merubah segalanya Arkan sudah menikah dengan Anya, mereka tak mungkin berpisah dengan segala aturan yang ada dalam keluarga Arkan"

Ditariknya kedua tangan Laura yang masih asyik memukul kepalanya dan dipeluknya tubuh rapuh itu dan Laura makin menumpahkan rasa sakit itu di dada Haidar.

Padahal orang yang sudah menghancurkan segalanya adalah orang yang ada dihadapannya, tapi Laura malah menyalahkan dirinya yang tak bisa kabur dan mempertahankan segalanya.

"Tidurlah, segera istirahat percuma ditangisi pun tak akan tiba-tiba Arkan ada disini dan menjemputmu seperti pangeran kuda yang ada di dongeng-dongeng"

Haidar mengendong Laura seperti anak koala, membaringkan tubuh ringkih ini mencium seluruh wajah Laura yang penuh dengan air mata.

Di usapnya mata cantik ini yang selalu membuat Haidar ingin terus menatapnya "Jangan menangisi hal yang tak perlu di tangisi"

Haidar berguling dan memeluk tubuh laura menepuk-nepuk punggung dan sekali mengusapnya juga. Tidak butuh waktu lama sudah terdengar suara dengkuran halus yang keluar dari bibir mungil Laura.

"Tidurlah kekasih hatiku, aku tak akan meninggalkan kamu sendirian. Kita akan terus bersama seperti ini"

Haidar juga menutup kedua bola matanya, ikut tertidur bersama kekasih hatinya membuat dadanya berbunga-bunga tapi dirinya masih belum merasa menang karena laura belum seutuhnya miliknya, Laura masih berharap pada Arkan dan Haidar harus memupuk rasa benci yang besar lagi agar hati Laura tak terus sakit dan memikirkan Arkan lagi.

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***