Ardiaz sudah berada di rumah sakit bersama ketiga temannya. Mereka datang untuk menjenguk orang tua Chiko.
"Kalian datang saja gue sangat berterimakasih. Jadi nggak perlu seperti ini." Chiko mendorong tangan Ardiaz yang memegang amplop coklat.
"Kalau lo masih anggap kita sahabat. Terima ini, Ko. Ini tidak ada nilainya dibanding persahabatan kita." ujar Ardiaz membujuk Chiko.
"Diaz..., gue..."
Rasya menepuk punggung Chiko, lalu mengangguk. Sebagai kode agar Chiko tidak menolak lagi.
"Nyokap lo nyokap kita juga, Ko. Ambillah." kata Galang sambil tersenyum tulus.
Chiko kemudian menerimanya, lalu semua memeluknya.
"Gue nggak tahu lagi mesti ngomong apa sama kalian. Gimana lagi cara gue balas semua kebaikan kalian...?" ujar Chiko di tengah rasa harunya.
"Alaaa..., ngomong apa sih lo, Ko..." sahut Lutfi.
"Yang harus lo lakuin hanya merawat nyokap lo dengan baik. Dan kalau ada apa-apa, lo jangan ragu hubungi kita-kita." ujar Ardiaz menimpali.
Mereka memang sudah berkawan sejak SMP. Sehingga hubungan mereka begitu dekat. Dan Chiko adalah anak yang kurang beruntung dibandingkan yang lain. Sehingga mereka sangat perhatian sama Chiko dan ibunya. Apalagi ibu Chiko adalah sosok perempuan yang sangat baik dan lembut.
Setelah cukup lama, mereka pun pamit undur diri. Meski sebenarnya tak benar-benar pulang. Karena mereka nongkrong dulu di sebuah kafe.
"Heran gue, tante Laras kurang apa coba? Cantik sudah jelas, baiknya apalagi. Pinter masak. Sabar pula. Masak iya ditinggalin?" celoteh Lutfi.
"Lakinya aja yang nggak tahu diri!" celetuk Ardiaz.
"Woish...!! Tajam nih bro...!!" sahut Galang.
"Setajam sailet...!!" balas Rasya.
"Hahahaaaa...!!" gelak tawa mereka berempat terdengar ramai. Sampai mengalihkan perhatian pengunjung lainnya.
"Eh, btw. Jadi, kemana lo semalam? Tante Tere bilang lo nggak di rumah tadi pagi." tanya Rasya pada Ardiaz.
Pertanyaan itu mengalihkan tatapan mereka ke arah Ardiaz.
"Apartemen. Capek banget gue, jadi males balik ke rumah." jawabnya.
Saat bicara soal semalam, apartemen, dan rumah. Ardiaz jadi teringat Alea. Gadis asing yang membuatnya bolos sekolah.
"Pasti lo mampir-mampir kan semalem...? Ngaku lo...!" sahut Lutfi.
Tak ada jawaban dari Ardiaz. Dia justru terlihat melamun sambil mengaduk minumannya. Sehingga ketiga temannya saling tatap penuh tanya.
"Woih...!!" seru Galang.
Galang menepuk bahu Ardiaz, membuat Ardiaz tersentak.
"Lo lagi mikirin apaan, sih?" tanya Rasya.
"Nggak ada." balas Ardiaz berusaha setenang mungkin.
Handphone Ardiaz berdering. Starla memanggil. Ardiaz hanya menghembuskan nafas malas.
"Tuan putri nih..." celetuk Lutfi.
"Kenapa nggak diangkat?" Galang menoleh pada Ardiaz.
"Males gue." balas Ardiaz.
"Biar gue aja." tanpa minta izin yang punya HP, Rasya menerima panggilan itu.
"Halo, Starla..." sapa Rasya semanis mungkin, lalu tertawa tanpa suara.
"Ardiaz mana?"
"Lo itu nyariin Ardiaz mulu. Dia lagi kencan ini, jangan ganggu napa!!!" sahut Rasya.
"Jangan banyak omong, berikan kek HP-nya ke Diaz!!"
"Gaklah. Gue gak mau ngintip orang pacaran. Nanti pengen lagi..." celetuk Rasya.
"RASYAAA...!!!"
Teriakan Starla di seberang sana membuat Rasya menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Serius..., Diaz mana...?!"
"Serius..., dia lagi ketemu sama ceweknya kayaknya. Makanya kita ditinggalin." Rasya menirukan cengkok Starla saat merajuk.
"Sharlok cepetan!!"
"Apa?!! Putus..., putus...! Halo, Starla...?!! Lo masih di sana?!! Haloooo...!!"
Rasya kemudian menutup panggilan itu. Tidak peduli dengan Starla yang terus memanggil namanya. Akting Rasya membuat Galang dan Lutfi tertawa, sedang Ardiaz hanya geleng kepala.
___
Ardiaz menghembuskan nafas lelah. Baru saja siang itu dia menghindari panggilan Starla, tapi malamnya dia justru dikejutkan dengan kehadiran cewek itu di rumah.
"Diaz, akhirnya kamu pulang." ujar Tere.
"Diaz..." sapa Starla dengan senyuman terbaiknya.
"Em. Hai..." balas Ardiaz. "Mam, aku istirahat dulu. Capek tadi habis bantuin temen." katanya.
"Em, Diaz. Aku..."
"Sorry, gue capek." sahut Ardiaz sebelum Starla melanjutkan kalimatnya.
Pundak Starla lunglai seketika. Sudah beberapa hari Ardiaz seakan sengaja menghindarinya.
"Kalian berantem?" tanya Tere setelah melihat interaksi mereka yang tak biasa.
"Enggak, tan. Tapi kok Diaz jadi cuek ya sama aku. Mungkin benar kata Rasya, Diaz sudah punya cewek. Jadi aku diabaikan..." Starla mengadu dengan manja.
"Cewek?!" Tere terkejut. "Masa iya? Coba nanti tante tanya Diaz, ya. Jadi penasaran, cewek seperti apa yang bisa meluluhkan si Diaz."
Starla terkejut dengan reaksi Tere. Sungguh dia tidak menyangka Tere justru terlihat senang mendengarnya. Karena selama ini Starla berpikir, kalau Tere sangat mendukung hubungannya dengan Ardiaz.
"Bu..., ibu...!"
Gendis terlihat berlari dari arah ruang makan. Tere dan Starla pun mengalihkan pandangan pada ART itu.
"Ada apa mbak Gendis?" tanya Tere penasaran.
"Itu, non Alea demam. Dari tadi sore nggak turun-turun malah naik saja, bu..." lapor si Gendis.
"Ya ampun...!!" pekik Tere kaget.
Tere pun segera menuju rumah belakang sambil menghubungi dokter langganan mereka. Sedangkan Starla tampak bingung, karena tidak tahu siapa itu Alea. Tapi dia tetap mengikuti langkah Tere dan Gendis.
___
Alea terbaring lemah di sebuah kamar. Tubuhnya sangat panas dan terus mengeluarkan air mata. Tapi dia tak mampu membuka matanya.
"Nak..., Alea dengar tante...?" ujar Tere sambil mengusap tangan Alea.
"Mamaaa..., papaaa..."
"Sejak tadi non Alea memanggil mama dan apanya, bu." sahut Ranti.
"Dia pasti merindukan mendiang orang tuanya." batin Tere menerka.
Sementara itu Ardiaz sedang mengintip dari jendela, bermaksud melihat apakah mobil Starla sudah tak ada. Namun senyuman tiba-tiba terukir di wajahnya yang rupawan. Karena melihat mobil lain memasuki halaman rumahnya. Ardiaz segera turun untuk menyambut sang kakak ipar. Dia yakin sekali kakaknya itu datang bersama Evelin, anaknya yang baru berumur 4 tahun.
"Lho, kakak sendirian?" tanya Ardiaz ketika berjumpa kakaknya di bawah.
"Em. Siapa yang sakit?" tanya Mala.
Saat itu Ardiaz baru menyadari kalau kakak iparnya datang membawa tas medisnya.
"Sakit? Nggak ada." balas Ardiaz.
"Non Mala sudah datang. Mari ikut saya, non." kata Gendis.
"Siapa yang sakit, mbak?" tanya Ardiaz yang juga penasaran.
"Non Alea, mas. Demam tinggi banget." jawabnya.
"Alea..." gumam Ardiaz.
Sementara Mala tampak berpikir, siapa Alea?!...
Ardiaz mempercepat langkahnya menuju ke tempat Alea. Di sana ada maminya, bibinya, juga Starla.
"Alea kenapa, mami...?" tanya Ardiaz yang langsung duduk di tepi kasur Alea.
"Mam..." Mala pun datang.
"Mala, coba lihat, nak. Tadi pagi padahal dia baik-baik saja." ujar Tere yang sangat terlihat cemas.
Mala segera memeriksa kondisi Alea. Dia mengesampingkan rasa penasarannya perihal gadis yang saat ini ada di hadapannya. Tapi semakin dilihat, dia merasa tak asing dengan wajah itu.
"Kayak familiar..." batin Mala.
"Siapa sih ini cewek? Kenapa semua kayak care banget sama dia. Tapi dia di rumah belakang. Ini kan tempat pembantu." ujar Starla dalam hati.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments