4

"Aoh...!! Ssstt...!!"

Alea merasakan sakit yang luar biasa pada sekujur tubuhnya ketika dia bangun tidur. Rupanya efek dari insiden malam itu begitu menyakitkan. Sampai Alea harus tertatih-tatih saat berjalan menuju kamar mandi.

"Ini sangat sakit..." Alea mengeluhkan kondisinya pada dirinya sendiri.

Setelah mandi, tanpa berganti pakaian, Alea keluar menuju dapur. Dengan menahan rasa sakit di tubuhnya, dia bermaksud memasak sesuatu untuk sarapan. Bukan untuknya, tapi untuk tuan rumah yang sudah menolongnya semalam. Tapi saat sampai di dapur, Alea dibuat pusing karena tidak menemukan apapun selain air mineral.

"Apa dia nggak butuh makan? Hanya minum saja begitukah?" gumamnya pelan.

"Lemari es sebesar ini hanya ada air?!! Lemari dapur sebanyak ini juga nggak ada apapun. Gimana dia bisa hidup seperti ini...?"

Alea teringat bagaimana beragamnya isi dalam lemari es di rumahnya. Lemari dapur pun digunakan untuk menyimpan stok makanan, mulai dari snack sampai mie instan. Meskipun semuanya berangsur berubah, semenjak kedua orang tuanya meninggal. Karena om dan tantenya lebih sering makan di luar, atau order via online.

"K-kamu..., siapa?!"

Suara itu mengejutkan Alea yang tengah melamun di balik meja pantry. Saking khusyuknya dia melamun, sampai tidak mendengar ada orang yang datang. Alea langsung menegakkan tubuhnya, dia merasa sangat gugup. Seolah tengah kepergok sedang melakukan sesuatu.

"Apa yang kamu lakukan di sini?! Dimana Ardiaz?!" katanya lagi sambil memperhatikan penampilan Alea, lalu beralih menatap lorong yang menuju kamar Ardiaz.

"Diam di situ, jangan kemana-mana!!" ujarnya sambil menunjuk Alea yang masih diam mematung.

Dia adalah Tere. Jantung Tere berdebar tak karuan ketika mendapati seorang gadis di apartemen putranya. Pikirannya tiba-tiba melayang kemana-mana.

Sebelumnya Tere menerima telepon dari Rasya, dia menanyakan keberadaan Ardiaz dan alasan mengapa Ardiaz tidak masuk sekolah. Sontak saja Tere dirundung kecemasan. Pasalnya semalam Ardiaz bilang akan pulang ke apartemen, dan kembali ke rumah pagi-pagi. Namun Ardiaz tak kunjung kembali paginya. Tere mencoba menghubungi Ardiaz sejak pagi, tapi tak ada jawaban.

Dada Tere semakin sesak, saat mendapati Ardiaz di atas kasur dengan bertelanjang dada. Hatinya bagai hancur berkeping-keping melihat ada gadis yang memakai piyama putranya di apartemen, ditambah lagi dengan penampilan putranya itu sendiri.

"Ardiaz!! Bangun, kamu...!!" teriak Tere sambil menarik tangan Ardiaz.

"Mami...?!" ujarnya setengah sadar.

"Jadi ini alasannya kamu tidak pulang?!! Dan kamu jam segini masih tidur. Mau jadi apa kamu?!!" bentak Tere dengan suara bergetar.

"Mam..." rengek Ardiaz yang matanya masih enggan terbuka.

"Diam!!" sentak maminya. "Ikut mami sekarang!!"

Ardiaz yang kesadarannya masih belum penuh, dengan pasrah mengukuti langkah maminya.

"Aaah...!!" Alea menutup wajahnya saat dua orang itu datang.

Tere heran dengan reaksi Alea, lalu dia menoleh ke belakang.

"Ya ampun, anakmu papi...!!" geram Tere sambil menepuk jidatnya.

Ardiaz yang berdiri di belakangnya, rupanya tak mengenakan pakaiannya. Dia masih telanjang dada, dan hanya memakai celana boxer pendek. Tere langsung menyuruh Ardiaz kembali ke kamar.

___

Saat ini Tere sudah berada di hadapan Ardiaz dan Alea. Dia menuntut penjelasan atas apa yang terjadi pada mereka.

"Diaz bersumpah, Diaz nggak ngapain-ngapain, mami...!!" ujar Ardiaz.

"A-Ardiaz, benar, tante. Ardiaz hanya menolong saya semalam. Dan membawa saya menginap di sini." imbuh Alea.

"Lo yang minta gue bawa ya. Ingat?!!" sahut Ardiaz merawat kalimat Alea, sambil menunjuk Alea. "Lo yang memohon agar gue bawa lo pergi. Asal tidak nganter lo pulang!" Ardiaz tampak menggebu-gebu.

Alea terdiam. Dia tidak ada maksud untuk tidak mengakui hal itu. Hanya saja dia belum selesai bicara, tapi Ardiaz sudah memotong ucapannya.

"Sudah..., sudah...!!" teriak Tere.

"Ardiaz, sekarang kamu kembali ke kamar dan bersiaplah, kita harus pulang." ujarnya lagi.

Tanpa membantah, Ardiaz kembali masuk ke kamarnya. Meninggalkan Alea bersama maminya.

"Alea..." panggil Tere dengan suara lembut. "Jadi, benar kamu yang minta Ardiaz untuk membawamu kemari?" tanya Tere.

Alea mengangguk.

"Sekalipun Ardiaz telah menolong kamu, harusnya kamu berpikir panjang sebelum memutuskan semua itu." Tere tidak setuju dengan jalan pikiran Alea yang menurutnya gegabah.

"Karena apa? Dengan adanya kamu di sini, akan menimbulkan kesalahpahaman, bahkan fitnah. Untung saya yang datang, tidak kebayang kalau itu suami saya." tutur Tere.

Belum ada jawaban dari Alea. Dia masih tertunduk tanpa sepatah katapun.

"Bagaimana kalau setelah ini saya yang antar kamu pulang?" tawar Tere.

Jujur saja, Tere tidak ingin gadis itu terlalu lama tinggal di apartemen Ardiaz. Itu adalah hal yang tidak baik. Mereka sudah sama-sama dewasa. Mungkin hari ini mereka lolos ujian. Namun Tere tidak yakin kedepannya akan sama kondisinya. Alea sangat cantik. Meski ada beberapa luka terpampang nyata di wajahnya, tapi hal itu tak mampu mengaburkan pesona Alea. Tere takut nantinya diam-diam Ardiaz datang ke apartemen dan melakukan sesuatu di luar batas.

"Tapi saya tidak punya tujuan untuk pulang, tante..." mata Alea yang tadinya hanya berkaca-kaca, kini mulai menjatuhkan air matanya.

"Maksudnya?" Tere memicingkan matanya ke arah gadis itu.

"Saya bingung. Setelah om Fuad melakukan semua itu pada saya. Saya tidak yakin om dan tante saya yang lain bisa tulus menerima saya." tutur Liana. "Saya kehilangan kepercayaan pada mereka, sejak orang tua saya meninggal. Dan mereka sibuk mengurusi harta peninggalan papa." imbuhnya.

Tubuh Tere meremang mendengar curahan hati Alea. Sisi keibuannya tergerak mendekati Alea, lalu memeluk Alea dengan posisi berdiri. Sehingga Alea tenggelam di atas perut Tere.

"Maaf... Maafkan saya, Alea." ujar Tere.

___

Akhirnya Tere memutuskan membawa Alea ke rumahnya. Dia akan tinggal di rumah belakang bersama beberapa orang ART. Ardiaz sebenarnya kurang setuju, namun dia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya.

Tiba di rumahnya, Ardiaz gegas memasuki kamarnya. Sementara Tere membawa Alea ke belakang, menuju ke sebuah bangunan sederhana yang terpisah dari rumah utama.

"Bi Ranti, mbak Gendis. Ini Alea, mulai hari ini dia akan tinggal bersama kalian." kata Tere memperkenalkan Alea.

Sang tokoh utama hanya mengangguk sekilas untuk menyapa mereka.

"Alea..., semoga kamu betah tinggal di sini. Tempat ini jauh lebih baik buat kamu tinggal. Jangan merasa sungkan. Kalau begitu saya pamit ya." Tere kemudian berlalu meninggalkan Alea bersama dua ART-nya.

"Ayo, Alea, sini!" Gendis menggandeng tangan Alea untuk mengikutinya.

"Ya ampun..., kamu penuh luka. Sudah diobati?" tanya Gendis.

"Sudah, mbak. Ardiaz sudah membawa saya ke klinik." balas Alea.

"Bagaimana bisa terluka begini? Kalian jatuh atau apa?" Ranti ikutan nimbrung.

Alea hanya bercerita kalau dia jatuh karena dikejar orang jahat. Dan Ardiaz yang menolongnya.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!