3

Ardiaz menghela nafas panjang saat keluar dari mobilnya. Mimpi apa dia, sehingga dia harus bertemu dan berurusan dengan gadis asing yang penuh luka di semak-semak itu. Dan sekarang, gadis itu memohon pertolongan darinya karena tidak ingin kembali ke rumahnya.

"Nasi goreng dua bungkus, pak." ujar Ardiaz pada penjual nasi goreng.

Nasi goreng gerobak di pinggir jalan menjadi pilihannya. Karena dia merasa sangat lapar. Malam ini otaknya seakan dituntut untuk bekerja lebih keras lagi dari biasanya. Hanya untuk memikirkan kemana dia akan membawa gadis itu?...

"Mending gue bawa ke apartemen dulu saja, deh. Besok dipikir lagi. Sudah malam banget lagi." pikir Ardiaz sambil menatap ke arah mobilnya terparkir.

Setelah pesanannya selesai, Ardiaz kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan menuju apartemen.

Sampai di apartemen, Ardiaz menunjukkan kamar untuk Alea sebelum dia masuk ke kamar utama.

"Lo bisa bersih-bersih dulu. Sebentar, gue ambilkan baju buat lo ganti."

Alea hanya duduk di tepi kasur setelah Ardiaz pergi. Tak lama kemudian Ardiaz kembali membawa setelan piyama miliknya, handuk dan perlengkapan mandi.

"Sorry, hanya ada ini. Pakai saja sementara. Setelah mandi dan ganti baju, lo bisa makan. Nasi gorengnya gue taruh di meja makan." begitu kata Ardiaz.

"Terimakasih." balas Alea.

Alea merasakan sakit dan perih yang luar biasa pada sekujur tubuhnya. Sesekali dia meringis saat terjadi gesekan antara sabun dan luka-luka di kulitnya. Bahkan Alea sampai menitihkan air mata.

Kruuuk... Kruuukk...

Perut laparnya tak bisa diajak kompromi. Tadinya Alea ingin berdiam diri saja di kamar. Selain untuk beristirahat, Alea juga merasa canggung berhadapan dengan Ardiaz. Orang asing yang sudah menolongnya.

Tok... Tok... Tok...

Dengan langkah terseret Alea mendekati pintu. Ardiaz sudah bersandar di sisi pintu saat pintu terbuka. Ardiaz melihat wajah Alea yang tampak lebih segar. Dia juga sudah mengenakan piyama miliknya. Kebesaran?? Iya jelas, karena postur mereka berbeda. Tapi setidaknya piyama itu tidak terlalu buruk di tubuh Alea.

"Buruan makan. Jangan sampai lo sakit." titah Ardiaz.

Bagai terhipnotis, Alea menuruti perintah Ardiaz begitu saja. Ada dua bungkus nasi goreng dan dua gelas air putih di atas meja makan. Alea duduk setelah Ardiaz duduk terlebih dulu.

"Sorry, adanya cuma ini." ujar Ardiaz.

"Ini sudah lebih dari cukup. Maaf, sudah membuat kamu repot." balas Alea.

Ardiaz tak menjawab, dia fokus dengan makanannya. Alea pun sama, dia makan dengan hati-hati dan terus menunduk. Dia tak berani bersitatap dengan sang tuan rumah.

Ardiaz lebih dulu menghabiskan makanannya. Lalu dia melipat tangan di bawah dada sambil menatap Alea. Dia penasaran sekali dengan apa yang menimpa gadis di hadapannya itu. Sehingga membuatnya berakhir di apartemen miliknya.

"Jadi, lo bisa ceritakan apa yang sudah terjadi?" tanya Ardiaz setelah Alea selesai makan.

"Jangan salah paham. Gue bukan ingin ikut campur atau gimana-gimana. Gue cuma mau mastiin saja, kalau lo bukan orang yang berbahaya." ujar Ardiaz selanjutnya.

___

Flashback

Pintu kamar Alea diketuk sangat keras oleh seseorang. Alea membuka pintu dengan rasa takut karena tidak biasanya omnya mengetuk pintu sambil berteriak.

"Ikut om sekarang!!"

Fuad, om Alea, menarik tangannya dengan paksa.

"Om mau bawa aku kemana?" tanya Alea yang terpaksa mengikuti langkah omnya. Bahkan dia hampir terjatuh karena tidak dapat mengimbangi langkah lebar pria itu.

Alea melihat tantenya duduk santai sambil memainkan ponsel, tanpa menoleh ke arahnya. Seakan tidak terjadi apapun di sekitarnya.

"Apa yang kamu harapkan, AL? Memang tantemu tidak pernah peduli padamu kan...?!" batin Alea.

Fuad mendorong tubuh Alea masuk ke dalam mobil. Lalu membawanya pergi entah kemana. Jalan yang dilalui semakin lama semakin asing bagi Alea. Alea sudah tidak tahu lagi dia akan dibawa kemana. Dia sempat berpikir akan berakhir di panti asuhan, karena tantenya selalu menyinggung hal itu.

"Om, kita mau kemana?" tanya Alea yang duduk di bangku belakang.

"Diamlah!!" titah sang om tanpa menoleh ke belakang.

"Tapi, om. Ini jauh sekali..." balas Alea.

"Semakin jauh semakin baik." sahut Fuad.

Alea terbelalak ketika mobil omnya memasuki jalanan sepi, lalu berakhir di sebuah gedung yang dihiasi lampu remang-remang.

"Nggak..., kenapa di sini...?!"

Alea semakin takut. Sungguh tak terbesit sedikitpun di benaknya, kalau adik papa itu akan membawanya ke tempat terlarang itu.

"Keluar kamu!!" Fuad menyeret kasar Alea agar keluar dari mobilnya.

"Om mau ngapain?! Aku nggak mau di sini, aku takut, om...!!" rengek Alea sambil berusaha melepaskan tangan omnya.

"DIAM...!!" teriak Fuad.

Alea tersentak, ini pertama kalinya dia mendapatkan teriakan sekeras itu.

"Om..." Alea menggeleng dengan air mata yang terus bercucuran.

Kemudian Fuad melempar Alea pada dua orang pria bertubuh tegap di depan pintu masuk.

"Hati-hati barang baru, masih bersegel. Jangan sampai lecet!" kata omnya sambil melangkah menciptakan jarak dari mereka.

"Wah..., mahal ini. Kaya kita, bos...!!" sahut seorang pria.

Alea bukan orang lugu yang tidak mengerti maksud dari ucapan mereka. Tak ingin hidupnya berakhir di tempat menjijikkan itu, Alea mengambil kesempatan untuk kabur saat cekalan dua pria itu belum terlalu kuat.

"Heeeii...!!" teriak seorang pria yang tadi menangkap tubuh Alea.

Fuad yang sedang menunggu telepon terjawab, sontak menoleh ke belakang.

"Sial!! Kejar dia...!!" seru Fuad.

"Anak itu benar-benar menyusahkan." geramnya.

___

"Lalu, kedepannya apa rencana lo?" tanya Ardiaz setelah mendengar cerita Alea.

Alea hanya geleng kepala. Otaknya belum bisa berpikir jernih. Yang dia pikirkan hanya sembunyi, agar omnya tak menemukan keberadaanya.

"Lo nggak ada keluarga lainnya?" tanya Ardiaz lagi.

"Ada. Tapi aku takut, kalau ternyata mereka sama. Mereka hanya menginginkan harta orang tuaku. Bukan aku. Sama seperti om Fuad dan tante Emi." ujar Alea seakan tak memiliki harapan lagi.

"Gue pikir hal semacam itu hanya ada di sinetron." balas Ardiaz seadanya.

"Sementara lo boleh tinggal di sini. Sampai lo bisa memutuskan mau pergi kemana. Gue pasti akan antar lo." katanya lagi.

Alea hanya diam. Dia mengerti sekali, Ardiaz tidak akan mau direpotkan terus-terusan olehnya. Alea harus segera memikirkan langkah apa yang akan dia ambil ke depannya.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan dini hari. Alea masih belum bisa memejamkan matanya. Begitu pula dengan Ardiaz. Di kamar yang berbeda, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Aku nggak bisa terus tinggal di sini. Tapi aku harus pergi kemana?" pikir Alea.

Ardiaz pun bingung harus melakukan apa pada Alea. Bagaimana kalau dia tak kunjung memutuskan untuk pergi?

"Apa gue harus tegas menyuruhkan pergi? Tapi..., dia akan kemana?" gumam Ardiaz.

"Kalau terus di sini, gue dong yang nanggung hidupnya. Uang saku gue memangnya cukup buat nanggung biaya hidup Alea?"

"Bagaimana kalau papi sama mami tahu? Wah..., bisa dipaksa nikah muda gue..."

Ardiaz terus bicara sendiri di dalam kamarnya.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!