Gadis Introvert Milik Ardiaz
Seorang pemuda tengah menyemprotkan parfum mahalnya dengan brutal. Mungkin lebih tepat kalau disebut mandi parfum, karena dia menyemprotkan cairan itu dari atas hingga bawah. Setelah penampilannya dirasa sempurna, dia gegas keluar dari dalam kamarnya.
"Ya Tuhan, Diaz...!! Kamu luluran parfum...?" celetuk sang mami, Tere namanya.
"Haruskah papi bangun pabrik parfum untukmu, Diaz...?!" sahut papinya, Arlan, sambil geleng kepala.
"Hahahaaa..., boleh juga itu, pi..." balas pemuda itu.
Pemuda itu adalah Ardiaz, putra kedua Arlan dan Tere. Dia duduk di bangku SMA kelas 12 jurusan IPA 2.
"Nanti lagi bahas pabrik parfum. Sarapan dulu sudah siang ini!" kata maminya.
Setelah menyelesaikan sarapan dengan kedua orang tuanya, Ardiaz pun berangkat ke sekolah mengendarai mobil. Mobil sport hitam kesayangannya. Kado ulang tahun dari papinya ketika dia ulang tahun ke tujuh belas dan sudah memiliki SIM.
Tak butuh waktu lama bagi Ardiaz untuk sampai di sekolah. Tapi butuh waktu tak sebentar untuknya kembali bercermin memperbaiki penampilannya sebelum keluar dari mobil kebanggaannya itu.
"Oke, Diaz. It's show time...!!" ujarnya lalu membuka pintu.
Seperti biasa, banyak pasang mata menatap ke arahnya. Baik secara terang-terangan ataupun diam-diam. Tak sedikit kaum Hawa yang mengidolakan Ardiaz. Bahkan beberapa dari mereka dengan tanpa malunya, mendekati Ardiaz.
"Ardiaz...!!" seru seorang gadis cantik nan anggun.
Gadis itu melambaikan tangannya pada Ardiaz, sambil berlari dengan riang ke arah Ardiaz. Gadis itu adalah Starla, teman Ardiaz sejak kecil. Yang kemana-mana selalu ngintilin Ardiaz. Bahkan sekolah pun harus sama dengan Ardiaz.
"Sendirian?" tanya Starla.
"Em." jawab Ardiaz singkat.
"Mamaku bawain dua bekal buat kita lunch. Nanti kita makan bareng, ya." Starla mengangkat tas bekal yang dia bawa.
"Lihat nanti." balasan Ardiaz membuat Starla kecewa. Tapi dia tetap berusaha tersenyum, tak ingin citranya buruk di mata lelaki pujaannya itu.
Saat jam istirahat Starla tidak bisa menemukan Ardiaz, dia juga tidak dapat menghubungi nomor lelaki itu. Tentu saja hal itu membuat Starla semakin kesal.
"Diaz kamu dimana...?" gumamnya sambil mencoba menghubungi teman-teman Ardiaz.
Tak ada yang menjawab panggilannya. Tapi ada sebuah pesan masuk dari Rasya.
Rasya : Why?!!!!
Starla : Diaz dimana?
Rasya : Mana gue tahu
Starla : Lo gak usah bohong. Kalian gak ada dimanapun, katakan lagi dimana?!!!!
Tak ada lagi balasan. Starla semakin frustasi dibuatnya.
___
Di toilet putra...
"Hahahaaa...!!"
Gelak tawa terdengar begitu renyah. Ya, sampai hari ini toilet putra adalah tempat yang selalu menyelamatkan Ardiaz dari Starla.
"Sayang bekalnya tahu...!" ujar Lutfi kemudian.
"Lo ambil saja gih, gue ikhlas seikhlas-ikhlasnya." sahut Ardiaz.
"Gak berani gue, males sama bawelnya. Cantik sih, tapi cerewetnya ampun-ampun, deh...!!" balas Lutfi.
"Betul banget. Lagian lo juga, kok bisa seawet itu sih temenan sama Starla. Betah banget..." kata Rasya.
"Betah darimana mana, ogeb...?!!" Lutfi menyenggol bahu Rasya. "Kalau Ardiaz sampai ngungsi ke toilet begini, artinya dia sudah enek dekat-dekat sama itu cewek...!!" tambahnya.
Ardiaz tidak menjawab apapun. Dia fokus bermain game dengan handphone miliknya yang tak ada kontak siapapun disana.
Pintu toilet terbuka, masuklah seorang siswa dengan seragam yang sangat rapi dan rambut klimisnya.
"Santai, bro. Masuk saja!" begitu kata Lutfi.
"I-iya." jawabnya gugup.
"Jangan katakan pada siapapun kalau lo lihat kita di sini!" Rasya memperingatkan siswa berkaca mata itu.
"Ba-ba-baik."
Siswa itu bergegas masuk ke salah satu bilik untuk menuntaskan hajat kecilnya. Lalu segera pergi jauh dari ketiga siswa yang sibuk bermain HP itu.
"Sebenarnya dia ganteng, lho. Cuma gayanya itu lho, ketinggalan jaman banget. Jadinya culun." begitu komentar Rasya.
"Mulut lo lama-lama lemes juga ya. Segala lo komentari. Mau jadi komentator lo?!!" sahut Lutfi.
"Kalau dibayar mahal, boleh juga dicoba. Hahahaaa...!!" Rasya tertawa.
"Entar malam kita keluar ya. Ke tempat biasa." Ardiaz yang sedari tadi khusyuk bermain game, akhirnya angkat bicara.
"Siap, bos...!!" balas Rasya dan Lutfi kompak.
"Jangan ngaret!!" ujar Ardiaz yang kemudian beranjak turun dari meja wastafel yang sejak tadi dia duduki.
"Eh, mau kemana?!" tanya Lutfi.
"Kelas." jawab Ardiaz singkat.
"Kan belum bel." sahut Lutfi.
"5 menit lagi." balas Ardiaz.
Lutfi dan Rasya saling tatap, kemudian menyusul Haris keluar toilet.
___
Malam itu pun tiba. Ardiaz dengan mobilnya meninggalkan rumah mewahnya menuju ke basecamp. Dia sudah rindu dengan kawan-kawan tongkrongannya.
"Dimana Chiko?" tanya Ardiaz.
"Nyokapnya sakit, dia sekarang jaga di rumah sakit. Lo tahu sendiri kan, bokapnya punya PIL. Jadi nyokapnya diabaikan." balas Galang.
"Kenapa tidak ada yang kasih tahu gue?" tanya Ardiaz lagi.
"Baru tadi pagi masuknya. Dan sebenarnya Chiko juga melarang gue kasih tahu lo semua." balas Galang. "Dia nggak enak sama lo. Nanti lo pasti akan merepotkan diri lagi untuk membantu dia." imbuhnya.
Memang Ardiaz adalah salah satu teman yang perhatian. Dia selalu siap sedia membantu teman-temannya yang membutuhkan uluran tangannya. Apapun itu, selama dijalur kebaikan, Ardiaz tidak akan keberatan.
Ardiaz melihat jam tangannya setelah mendengar cerita Galang. Sudah hampir jam sembilan malam. Waktunya pasien beristirahat. Jadi Ardiaz mengurungkan niatnya untuk menemui Chiko dan ibunya.
"Besok siang sepulang sekolah ada yang mau ikut gue jenguk nyokapnya Chiko?" tanya Ardiaz.
semua mengangkat tangan mereka serempak. Kecuali Rasya.
"Kira-kira, kawan...!" kata Rasya. "Itu rumah sakit, bukan playground. Iya kali kalian mau ikut semua. Pewakilan sajalah." ujarnya lagi.
Benar sekali yang dikatakan Rasya. Di basecamp ada 20 lebih manusia. Jika semua ke rumah sakit, tentu saja akan mengganggu ketenangan pasien. Pada akhirnya hanya Ardiaz, Lutfi, Rasya, dan Galang yang akan pergi. Mereka juga sudah mengumpulkan dana sukarela malam itu juga, untuk membantu ibu Chiko berobat.
......................
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments