Hasrat yang Tak Terkendali

Mira menggeliat gelisah di atas ranjang. Tubuhnya terasa terbakar, dan dadanya naik turun cepat seolah paru-parunya kekurangan udara.

"Rey…" suara Mira lirih, memanggil suaminya dengan napas terengah.

Reyhan berdiri di tepi ranjang, menatapnya dengan ekspresi penuh amarah. Ia tahu ini bukan Mira yang sebenarnya. Ini bukan Mira yang secara sadar menginginkannya, ini adalah efek dari obat yang diberikan Rena.

"Mira, kamu harus tenang," suara Reyhan rendah, berusaha tetap rasional.

Namun, Mira malah beringsut mendekatinya. Tangannya yang gemetar meraih lengan Reyhan, jemarinya mencengkeram kemeja suaminya seolah mencari pegangan.

Tatapannya buram, bibirnya merah basah saat ia berbisik pelan, "Aku… aku merasa aneh, Reyhan… panas…"

Reyhan mengepalkan rahangnya. Ia bisa merasakan bagaimana Mira berusaha menahan dorongan yang tidak berasal dari dirinya sendiri.

"Mira, lepas," perintahnya tegas.

Mira justru semakin mendekat. Dengan mata berkabut dan wajah memerah, ia menyandarkan tubuhnya pada dada Reyhan. Napasnya memburu saat tangannya tanpa sadar menelusuri dada bidang suaminya.

"Aku mohon…" lirihnya, suaranya seperti bisikan yang membuat dada Reyhan menegang.

Sial.

Reyhan tidak boleh terbawa suasana. 'Ini bukan Mira. Ini bukan kesadarannya.'

"Berhenti, Mira," ucap Reyhan, mencoba menarik diri, tapi Mira justru semakin erat memeluknya.

"Aku butuh kamu, Rey… aku tidak bisa… aku tidak bisa menahannya…" suara Mira bergetar, penuh keputusasaan.

Reyhan menggertakkan giginya. Dengan satu tarikan napas panjang, ia mendorong tubuh Mira ke ranjang dengan lembut, lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya yang menggeliat tanpa sadar.

"Aku harus pergi, Mira," gumamnya, lalu berbalik, berjalan keluar dari kamar dengan langkah cepat.

Ia tidak boleh di sini.

Jika ia tetap tinggal, ia tahu dirinya tidak akan bisa menahan diri lebih lama lagi.

Ruangan itu dipenuhi keheningan yang mencekam. Hanya suara napas Mira yang terdengar memburu, diselingi oleh gumaman lirih yang hampir tak terbaca maknanya.

Reyhan berdiri tegang di samping ranjang, mencoba mengendalikan diri. Namun, Mira yang tengah dipengaruhi obat itu terus merayunya dengan cara yang membuat dadanya berdegup kencang, bukan karena godaan, tapi karena kemarahan yang ia coba redam.

"Mira, berhenti," suara Reyhan terdengar tajam, penuh peringatan.

Namun, bukannya menurut, Mira justru semakin mendekat. Wajahnya merah, matanya berkabut, dan tubuhnya terasa begitu panas.

Jemari mungilnya terangkat, menyentuh wajah suaminya dengan kelembutan yang seharusnya bisa melemahkan siapa saja.

"Aku tidak bisa… Reyhan…" bisik Mira dengan nada lirih, hampir seperti rengekan.

Bibirnya yang sedikit bergetar mendekati wajah suaminya, dan sebelum Reyhan sempat menarik diri, ia sudah mengecup sudut bibir pria itu.

Reyhan mengepalkan tangannya erat.

"Apa yang kamu lakukan, Mira?" suaranya rendah, nyaris bergetar menahan emosi yang berkecamuk.

"Aku… aku butuh kamu, aku tidak tahu kenapa aku merasa seperti ini, tapi aku… aku tidak bisa menahannya…" Mira memejamkan mata sejenak, lalu menempelkan dahinya ke dada bidang Reyhan.

Reyhan menutup matanya rapat-rapat. Ia harus tetap rasional. Ini bukan Mira. Ini bukan kemauannya sendiri.

"Aku mohon… jangan tinggalkan aku, Reyhan…" Tangan Mira beralih ke tengkuk suaminya, jemarinya yang gemetar menariknya lebih dekat.

Pria itu langsung meraih kedua pergelangan tangan Mira dan menahannya dengan kuat.

"Kamu tidak sadar dengan apa yang kamu lakukan, Mira. Berhenti."

"Kenapa… kenapa kau menolakku? Aku ini istrimu, Reyhan…" Mata Mira terbuka, menatap Reyhan dengan kebingungan.

Reyhan menegang. Kata-kata itu menusuk tepat ke dalam benaknya.

Istrinya.

Ya, Mira memang istrinya. Tapi bukan seperti ini caranya.

"Kamu tidak menginginkanku?" Mira menundukkan wajahnya, tubuhnya masih menggeliat gelisah, lalu kembali menatap Reyhan dengan tatapan yang begitu rapuh.

Sebuah napas panjang keluar dari bibir Reyhan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar sebelum akhirnya menatap Mira dengan ekspresi dingin.

"Bukan begitu. Tapi aku tidak akan mengambil keuntungan dari keadaanmu yang seperti ini. Aku bukan pria rendahan, Mira."

Mira mengerjap. Ada sesuatu dalam tatapan Reyhan yang membuat hatinya bergetar. Namun, tubuhnya masih berontak, masih terasa panas membara.

"Kalau begitu…" suara Mira melemah, "bantu aku, Reyhan…"

Reyhan menghela napas dalam-dalam. Ia kemudian menarik selimut dan membungkus tubuh Mira dengan erat.

"Kamu hanya perlu tidur, Mira. Aku akan tetap di sini sampai efek obat itu hilang."

"Jangan pergi…" Mira menatapnya dengan mata yang memohon.

"Aku tidak akan pergi."

Mira akhirnya terpejam, meskipun napasnya masih tersengal. Reyhan menggenggam jemari Mira dengan lembut, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia membiarkan dirinya menatap wajah istrinya yang terlihat begitu rapuh di bawah cahaya lampu kamar.

Ia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan Mira dihancurkan oleh rencana licik orang lain.

 

Reyhan menatap wajah Mira yang akhirnya tertidur dengan tenang. Napasnya kini lebih teratur, tak lagi tersengal seperti sebelumnya. Ia menghela napas panjang, merasa sedikit lega karena efek obat itu tak bertahan lama.

Namun, pikirannya tetap dipenuhi kekhawatiran, siapa yang melakukan ini pada Mira? Dan untuk tujuan apa?

"Rena?"

Tatapannya turun ke pakaian Mira yang kini tampak sedikit lembap. Sepertinya, di kamar mandi hotel tadi, Mira sempat menyiram dirinya dengan air untuk meredakan efek obat yang ia rasakan.

Reyhan mengepalkan tangannya. Ia merasa marah, tapi bukan pada Mira, melainkan pada seseorang yang telah berusaha mencelakainya.

Ia harus mencari tahu siapa dalang di balik semua ini.

Reyhan perlahan bangkit dari tempat duduknya. Ia meraih jasnya yang terlipat di sandaran sofa, lalu menyampirkannya ke tubuh Mira agar wanita itu tetap merasa hangat.

Setelah memastikan semuanya aman, ia melangkah keluar kamar dengan hati-hati, tak ingin membangunkan Mira.

Begitu keluar dari kamar, langkahnya cepat dan mantap. Ia berjalan memasuki kamarnya sendiri, pikirannya penuh dengan berbagai spekulasi.

Apakah ini hanya kebetulan, atau ada seseorang yang benar-benar ingin mencelakai Mira?

Begitu sampai di kamar miliknya, ia langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Bimo.

"Temui aku sekarang," ucapnya singkat saat panggilan tersambung.

"Ada apa?" tanya Bimo di seberang sana.

"Jangan banyak tanya. Aku ingin tahu semua daftar tamu yang hadir malam ini, termasuk siapa saja yang berada di sekitar Mira sebelum kejadian ini terjadi."

Bimo menghela napas. "Baiklah, aku akan segera mencari tahu."

Reyhan mengakhiri panggilannya dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku. Matanya menatap tajam ke luar, ke arah kota yang masih terang meski malam semakin larut.

Ia tak tahu kenapa, tapi perasaannya mengatakan bahwa semua ini bukan kebetulan.

Dan jika seseorang memang berniat mencelakai Mira, maka orang itu harus bersiap menghadapi amarahnya.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!