Musik elegan mengalun di dalam ballroom mewah. Para tamu berbicara dengan gelak tawa ringan, menikmati suasana malam yang penuh keanggunan. Namun, semua perhatian tiba-tiba tertuju pada satu sosok yang baru saja melangkah masuk.
Mira.
Gaun hitam panjangnya yang elegan membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan keanggunan dan pesona yang selama ini tersembunyi. Rambut panjangnya tergerai lembut, dengan riasan minimalis yang justru semakin menonjolkan kecantikannya.
Bisikan-bisikan kekaguman terdengar dari berbagai sudut ruangan.
“Siapa dia?”
“Bukankah dia istri Tuan Pratama?”
“Tidak kusangka, dia secantik ini…”
"Dia sangat memukau, pantas saja Pak Reyhan tidak menunjukkan istrinya, beliau tidak ingin kecantikan sang istri jadi konsumsi publik."
Mira bisa merasakan tatapan para tamu, namun hanya satu tatapan yang ia cari, tatapan dingin dari Reyhan. Dan benar saja, suaminya berdiri di sisi ruangan dengan ekspresi datar, tetapi mata elangnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan.
Namun, tidak semua orang senang dengan kehadiran Mira.
Di sudut ruangan, Rena mengepalkan tangannya dengan kuat. Hatinya terbakar melihat bagaimana para pria memuji Mira, bahkan Reyhan pun tidak bisa mengalihkan pandangannya.
"Mira, aku tidak bisa menyepelekanmu!"
"Tidak! Ini tidak boleh terjadi!"
Selama ini, Rena selalu berada di sisi Reyhan, menjadi wanita yang paling memahami pria itu. Tapi sekarang, kehadiran Mira perlahan-lahan mulai menggeser posisinya.
"Aku tidak akan membiarkan ini terus terjadi," gumamnya lirih.
Dengan cepat, Rena menyusun rencana di dalam kepalanya. Ia harus melakukan sesuatu untuk mempermalukan Mira, untuk membuktikan bahwa wanita itu tidak pantas berdiri di sisi Reyhan.
Sementara itu, Mira tetap melangkah anggun menuju Reyhan, hatinya berdegup kencang saat akhirnya berdiri tepat di hadapan suaminya.
Reyhan menatapnya dengan tajam. "Kamu seharusnya tidak datang dasar pembangkang."
"Aku istrimu, tentu saja aku harus datang." Mira tersenyum tipis, menatap suaminya dengan penuh tekad.
Reyhan menghela napas panjang, tetapi tidak mengatakan apa-apa lagi.
Namun, sebelum Mira bisa merasa sedikit lega, tiba-tiba seorang pelayan datang membawa nampan berisi gelas champagne.
"Terima kasih," Mira mengambilnya dengan santai, tanpa menyadari bahaya yang tengah mengintai.
Dari kejauhan, Rena tersenyum penuh kemenangan. Jika pujian telah membuatnya terbakar amarah, maka rencananya malam ini akan memastikan bahwa Mira tidak akan bisa berdiri dengan bangga di hadapan semua orang lagi.
Mira merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya. Kepalanya mulai berputar, pandangannya sedikit kabur, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Dadanya terasa sesak, seolah udara di ruangan ini semakin menipis.
"Kenapa jadi begini?" Ia menatap gelas champagne di tangannya. Apa ada sesuatu di dalamnya?
"Aku harus pergi dari sini."
Tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri di depan para tamu, Mira segera melangkah menjauh, mencari kamar mandi untuk menenangkan diri. Ia tidak menyadari bahwa sepasang mata tajam tengah mengamatinya dari kejauhan dengan senyum penuh siasat.
Rena.
Begitu Mira masuk ke dalam kamar mandi wanita di ujung lorong, Rena segera memberi isyarat kepada seseorang. Seorang pria berpakaian rapi dengan senyum licik mengangguk dan mulai bergerak mengikuti perintahnya.
"Pertunjukkan dimulai, Miranda!"
Mira meraih wastafel, menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya sedikit pucat, napasnya tersengal. Ada sesuatu yang tidak beres. Tangannya gemetar saat mencoba mencuci wajahnya dengan air dingin, berharap efek aneh ini segera hilang.
"Ada apa denganku?" Mira membasuh mukanya dengan air.
"Siapa yang memberikanku obat itu? Apa Rena?"
"Astaga, sekarang gaunku basah, aku tidak bisa melanjutkan acara ini dengan pakaian seperti ini,"
Musik lembut mengalun di ballroom yang megah, cahaya lampu kristal menerangi setiap sudut ruangan dengan kemewahan yang menyilaukan.
Para tamu berdansa, bersulang, dan menikmati suasana elegan malam itu. Namun, di antara kemeriahan tersebut, Reyhan justru merasa ada sesuatu yang mengganjal.
Mata tajamnya menyapu ruangan, mencari sosok yang seharusnya ada di sini.
Mira.
"Dimana wanita itu?" Ia mengingat betapa cantiknya istrinya malam ini, gaun elegan yang membalut tubuhnya dengan sempurna, rambut panjang yang tertata indah, dan senyum lembut yang membuat banyak mata tertuju padanya.
Tapi sekarang, sosok itu menghilang.
Reyhan mendekati Bimo yang tengah berbicara dengan beberapa klien.
"Bimo," panggilnya singkat.
"Ada apa?" Bimo menoleh, mengangkat alis melihat ekspresi serius di wajah sahabatnya.
"Di mana Mira?"
Bimo mengernyit. "Tadi aku masih melihatnya di sekitar sini. Mungkin dia keluar sebentar? Kamu mulai peduli padanya?"
"Diamlah!" Reyhan menggertakkan giginya.
Mira tidak mungkin pergi begitu saja tanpa alasan. Perasaan tidak enak mulai menjalar dalam dadanya.
"Cari dia!" pinta Reyhan.
"Siap pak bos!" jawab Bimo santai.
Bimo mulai mencari keberadaan Mira sesuai keinginan Reyhan, matanya memicing kesana kemari. Di tempat ini, Mira tidak mengenal siapapun.
"Harusnya aku biarkan saja dia hilang," gumam Reyhan.
"Tapi, tidak ada yang boleh menyakitinya, selain aku!" kata Reyhan penuh tekad.
"Dasar pembuat onar!" Reyhan memijat pelipisnya.
Tiba-tiba, seseorang berbicara di belakangnya.
"Apa pak Reyhan sedang mencari keberadaan istrinya?"
"Ya, benar." jawab Reyhan, sebenarnya malas mengakui, tetapi ia hanya ingin hatinya tenang.
"Sepertinya tadi dia ke arah lorong dekat kamar mandi," ujar seorang rekan bisnis sambil menunjuk ke arah luar ballroom.
"Ah, ya. Terima kasih atas informasinya," Reyhan tak menunggu lebih lama. Ia langsung melangkah cepat menuju lorong yang lebih sepi, meninggalkan Bimo yang menatapnya dengan bingung.
"Apa yang kamu lakukan, Reyhan!" desisnya.
Mira memegangi wastafel, mencoba menstabilkan tubuhnya yang mulai melemah. Jantungnya berdegup tak beraturan, keringat dingin mengalir di pelipisnya.
Tubuhnya terasa lebih panas dari biasanya, tetapi ada sensasi aneh yang membuatnya merasa tidak berdaya.
"Apa yang terjadi? Apa yang ada dalam minuman itu?"
"Apa sepayah itu, jadi aku mudah sekali mabuk?"
"Tapi rasa panas ini menjalar..."
Sebelum sempat berpikir lebih jauh, pintu kamar mandi terbuka dengan suara berderit pelan.
"Hai, cantik!" Seorang pria asing melangkah masuk, menyeringai saat melihat Mira yang tampak rapuh.
Mira menegang. "Maaf, ini kamar mandi wanita," ucapnya dengan suara lemah.
"Aku tahu." Pria itu hanya terkekeh.
"Jadi apa yang ingin Anda lakukam dikamar mandi wanita?" Alarm bahaya langsung menyala di kepala Mira. Ia mencoba mundur, tetapi kakinya terasa lemas.
"Seseorang bilang kamu ingin ditemani malam ini. Maka aku senang hati menemanimu, Sayang..." Pria itu semakin mendekat, ekspresi wajahnya menunjukkan sesuatu yang jahat.
"Apa?! Cepat pergi atau kamu akan menyesal!" Mata Mira membelalak.
Tangannya mencoba meraih ponsel di dalam clutch bag, tetapi gerakan itu terlalu lambat. Pria itu dengan cepat meraih pergelangan tangannya, mencegahnya melakukan apapun.
"Nggak perlu panik, cantik. Aku hanya ingin bersenang-senang."
Mira menggigit bibirnya, otaknya berpikir keras. Ia tidak bisa membiarkan ini terjadi.
"Tolong..." bisiknya, berharap ada seseorang yang mendengar.
"Simpan suara indahmu itu, Sayang..."
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments