Tak Akan Mundur

Mira berdiri di depan pintu ruangan Reyhan, ragu untuk mengetuk. Setiap kali ia datang, selalu ada tatapan dingin dan kata-kata yang menyakitkan menunggunya. Tapi ia tidak peduli. Suaminya mungkin membencinya, tapi ia yakin perasaan itu bisa berubah.

Dengan napas dalam, Mira mengetuk pintu sekali. Tidak ada jawaban. Ia mencoba lagi, kali ini lebih keras.

"Masuk."

Suara berat itu terdengar, dan Mira pun membuka pintu. Reyhan duduk di kursinya, tangannya sibuk menandatangani beberapa dokumen.

"Apa lagi?" tanyanya tanpa menoleh.

"Aku membawakan makan siang untukmu." Mira berjalan mendekat dan meletakkan kotak bekal di mejanya.

"Aku tidak menyuruhmu melakukan ini." Reyhan berhenti menulis sejenak, lalu mengangkat kepalanya, menatap Mira dengan ekspresi penuh ketidakpercayaan.

"Aku tahu, tapi aku ingin melakukannya." jawab Mira sambil tersenyum.

Reyhan mendecakkan lidah, jelas terganggu. "Mira, aku sibuk. Kalau kamu hanya ingin menggangguku, keluar."

Alih-alih menurut, Mira justru menarik kursi di depan meja Reyhan dan duduk. "Kamu harus makan. Aku tahu kau sering melewatkan makan siang."

"Dan itu bukan urusanmu."

Mira tidak membalas. Ia hanya membuka kotak bekal dan menyodorkannya ke arah Reyhan. Aroma makanan yang hangat memenuhi ruangan, dan Reyhan sedikit mengernyit.

"Makanlah, atau aku tidak akan pergi," ujar Mira ringan.

Reyhan menghela napas panjang, lalu mengambil sumpit dengan enggan. Ia mengambil satu suapan kecil dan mengunyahnya perlahan.

Mira tersenyum puas. "Bagaimana?"

Reyhan tidak menjawab, tapi ia juga tidak berhenti makan. Itu sudah cukup bagi Mira.

Namun, saat suasana mulai terasa lebih nyaman, pintu kantor tiba-tiba terbuka, dan Rena masuk tanpa mengetuk.

"Reyhan, aku butuh tandatanganmu untuk—" Rena berhenti begitu melihat Mira. Senyumnya langsung memudar.

"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya tajam.

Mira tidak terpengaruh. "Aku membawakan makan siang untuk suamiku."

Rena melirik ke arah Reyhan, mencari reaksi, tapi pria itu hanya melanjutkan makannya tanpa peduli dengan ketegangan yang muncul di antara dua wanita itu.

Mira tidak melewatkan cara Rena menggigit bibirnya, seolah menahan sesuatu.

"Aku tidak tahu kamu suka menyuapi orang yang membencimu," ujar Rena akhirnya, dengan nada mengejek.

Mira tetap tersenyum. "Benci atau tidak, dia tetap suamiku. Dan aku akan terus melakukan tugas sebagai istrinya."

Reyhan akhirnya berhenti makan dan menatap Mira lama.

"Jangan terlalu percaya diri, Mira. Seseorang bisa berubah pikiran dalam sekejap."katanya pelan tapi menusuk.

Mira tersenyum lebih lebar. "Kalau begitu, aku akan memastikan bahwa yang berubah bukan perasaanku padamu… tapi perasaanmu padaku."

Reyhan tidak berkata apa-apa, tapi tatapannya lebih lama dari biasanya.

Sementara itu, Rena mengepalkan tangannya di sisi tubuhnya.

Dan Mira tahu… perang dingin ini baru saja dimulai.

 

Mira sudah terbiasa dengan sikap dingin dan kata-kata tajam dari Reyhan. Setiap tatapan penuh kebencian yang ia terima, setiap kalimat menusuk yang terlontar dari bibir suaminya, hanya semakin menguatkan tekadnya. Jika Reyhan ingin mendorongnya menjauh, maka ia akan melangkah lebih dekat.

Hari ini, Mira kembali ke kantor Reyhan. Ia tahu suaminya tidak menyukainya berada di sana, tapi ia tidak peduli.

Begitu pintu ruang kerja terbuka, Reyhan yang sedang berbicara dengan Bimo dan Rena langsung menghentikan pembicaraan. Tatapan tajamnya segera tertuju pada Mira.

"Kamu lagi?" suaranya dingin, penuh kejengkelan.

Mira melangkah masuk tanpa ragu. "Aku membawakanmu kopi."

Reyhan tertawa sinis. "Apa aku pernah memintanya?"

"Tidak, tapi kamu butuh," jawab Mira santai, meletakkan cangkir kopi di meja Reyhan.

Bimo menahan senyum kecil, sementara Rena tampak kesal.

"Kau pikir, dengan melakukan ini, aku akan mulai menyukaimu?" Reyhan menatap Mira tajam.

Mira menatap balik tanpa gentar. "Aku tidak peduli kau menyukaiku atau tidak. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan seorang istri."

Reyhan berdiri, melangkah mendekati Mira dengan ekspresi yang lebih gelap.

"Kamu tidak mengerti, ya? Aku tidak menginginkanmu di sini. Aku tidak menginginkanmu dalam hidupku." suaranya lebih rendah, mengandung ancaman.

"Aku tahu." Mira menahan napas sejenak, tapi ia tetap berdiri tegak.

Reyhan mengerutkan kening. "Kalau kamu tahu, kenapa kamu masih di sini?"

Mira tersenyum lembut. "Karena aku istrimu, Reyhan. Dan sampai kapan pun, aku tidak akan menyerah hanya karena kamu ingin aku pergi."

Reyhan terdiam sejenak. Entah kenapa, untuk pertama kalinya, tatapan dinginnya tidak cukup untuk menggoyahkan Mira.

Rena yang sejak tadi menyaksikan dengan gelisah akhirnya angkat bicara. "Mira, kau tidak merasa ini menyedihkan? Mengejar pria yang jelas-jelas tidak menginginkanmu?"

Mira menoleh ke arah Rena, masih dengan ekspresi tenang. "Menyedihkan atau tidak, itu urusanku. Aku mencintai suamiku, dan aku tidak akan berhenti hanya karena kamu atau siapapun menginginkannya."

Rena terdiam, sementara Bimo melirik Reyhan dengan ekspresi penasaran.

Reyhan menghela napas panjang. "Lakukan apa yang kamu mau, Mira. Tapi jangan pernah berpikir aku akan berubah."

Mira tersenyum tipis. "Kita lihat saja."

Ia lalu berbalik, berjalan keluar dengan anggun. Meninggalkan Reyhan yang untuk pertama kalinya merasa ada sesuatu dalam diri Mira yang sulit ia pahami.

Sementara itu, di sudut ruangan, Rena mengepalkan tangan. Wanita itu sadar… Mira bukan lawan yang mudah ditaklukkan.

Setelah meninggalkan ruangan Reyhan, Mira tidak langsung pulang. Ia duduk sebentar di kafe kecil dekat kantor suaminya, menikmati teh hangat sambil memikirkan langkah selanjutnya.

"Aku tidak akan menyerah," gumamnya pelan, menguatkan diri.

Setelah cukup tenang, Mira kembali ke kantor Reyhan. Ia ingin menunggunya pulang dari meeting dengan Bimo. Namun, begitu sampai di depan ruangan suaminya, ia hanya menemukan Rena seorang diri.

"Kamu kembali lagi?" Rena menatap Mira dengan senyum sinis.

Mira tetap tenang. "Aku menunggu suamiku."

Rena tertawa kecil, suaranya penuh ejekan. "Kamu masih berharap dia akan mencintaimu? Mira, kamu benar-benar naif."

Mira mengabaikan sindiran itu dan berjalan ke arah sofa untuk duduk. Namun, sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, tiba-tiba Rena meringis kesakitan dan jatuh terduduk.

"Aww!"

Mira terkejut. "Rena?"

"Tangan… tanganku… Mira, kamu menyakitiku!" Rena memegang pergelangan tangannya dengan ekspresi kesakitan.

Mira mengerutkan kening. "Apa?"

Rena menatap Mira dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya berdiri di sini, lalu kamu mendorongku begitu saja!"

Mira menggeleng, bingung. "Aku tidak melakukan apa pun!"

Namun sebelum Mira sempat membela diri lebih jauh, pintu ruangan terbuka dengan kasar.

BRAK!

"Apa yang terjadi di sini?" Reyhan muncul bersama Bimo, ekspresinya dingin dan tajam.

Rena langsung berlari ke arahnya, menunjukkan pergelangan tangannya yang kemerahan.

"Rey… Mira mendorongku…" suaranya terdengar lemah, seolah menahan tangis.

Mira terbelalak. "Aku tidak menyentuhnya sama sekali!"

Reyhan menatap Mira dengan tatapan dingin yang sama seperti biasanya. "Kamu membuat onar di kantorku lagi?"

Mira mengepalkan tangannya. "Aku tidak melakukan apa-apa! Rena berbohong!"

"Aku… aku tidak tahu kenapa Mira membenciku. Aku hanya bekerja di sini, aku hanya ingin membantumu…" Rena menundukkan kepala, air mata mengalir di pipinya.

Bimo yang sejak tadi diam akhirnya berdeham. "Rena, kamu yakin Mira benar-benar melakukannya?"

Rena menatap Bimo dengan ragu, lalu mengangguk kecil. "Aku tidak punya alasan untuk berbohong."

Mira merasa dadanya sesak. "Reyhan, kamu benar-benar percaya padanya?"

Reyhan diam sejenak sebelum akhirnya berkata dengan suara rendah, "Aku tidak peduli siapa yang benar atau salah. Aku hanya tidak ingin melihat kekacauan seperti ini di kantorku."

Mira menatapnya penuh luka. "Jadi kamu menyalahkanku?"

Reyhan menatapnya tajam. "Aku menyuruhmu pulang dan jangan pernah kembali ke kantorku."

Mira menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. Ia menoleh ke arah Rena yang tersenyum puas di balik wajah pura-pura tersakitinya.

Dengan langkah berat, Mira akhirnya pergi. Namun dalam hatinya, ia bersumpah, ia tidak akan jatuh ke dalam permainan Rena.

Tidak kali ini.

'Aku akan menyingkirkanmu, Mira!'

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!