3. Senior Galak

MOS dihari kedua akan didominasi oleh materi tentang kedisiplinan, kepemimpinan dan juga soft skill. Setelah Erwin membuka kegiatan untuk hari ini, ia meminta Naya untuk menemani ketua gugus ke ruang guru menjemput pemateri.

"Kakak itu seharusnya jadi junior, bukan senior saya." celetuk Ryan.

"Apa maksud nih?" tanya Naya.

"Lihat, tinggi kak Ara bahkan tidak sejajar dengan pundak saya." Ryan mengukur tinggi Naya yang memang tidak sampai pundaknya.

"Tsk!" Naya berdecih, tingginya memang minimalis, hanya 153 Cm.

"Tapi gak apa-apa, kalau tinggi minimalis seperti ini, akan sangat nyaman dipeluk."

Tangan Naya refleks terangkat memukul lengan juniornya, "siapa juga yang mau dipeluk? Ihh!"

Ryan terkekeh, susunan giginya yang rapi terlihat.

"Gak usah ketawa yaa." Naya memperingati dengan tatapannya yang tajam.

Alih-alih takut, Ryan semakin melancarkan godaannya, "Kenapa? Takut jatuh hati yaa?"

Naya mencebikkan bibirnya. "Cari yang namanya pak Budi dan laporan ke beliau bahwa tempat dan waktu sudah siap."

"Siap senior!"

Muka tengil Ryan seketika berubah menjadi serius. Nampak ia memasuki ruang guru dan memindai satu persatu meja yang lengkap dengan papan nama diatasnya. Dengan mudah ia menemukan guru yang dicari.

Di sela-sela jam istirahat, Kevin dan Naya mengajari para juniornya melakukan yel-yel.

"Ingat, usahakan untuk kompak. Jangan bikin kakak ganteng kalian ini menahan malu. Awas yaa!" Kevin mengingatkan.

"SIAP KAKAK GANTENG!" seru yang lain, Naya bahkan ikut bersorak juga.

Suasana kaku sudah pudar, digantikan dengan suasana yang lebih manusiawi, senior dan junior saling menanggapi.

"Jadi besok nginap yaa kak?" tanya salah satu junior.

Naya mengangguk, "Iyaa, dik. Sebelum pulang akan dibagikan surat izin. Jika ada yang berhalangan, tolong lampirkan alasannya bersamaan dengan surat izinnya besok."

"Apa saja hal yang perlu dibawa kak?" yang lain ikut bertanya.

"Bagi yang muslim, boleh bawa mukenah masing-masing yaa, biar sholatnya gak perlu antri. Pihak sekolah hanya menanggung makan malam dan sarapan, jadi usahakan bawa bekal untuk makan siang. Kalau yang suka lapar, gak apa-apa bawa cemilan, tapi jangan berlebihan. Setidaknya cukup untuk diri kalian sendiri. Bawa baju ganti juga, jangan lupa."

"Sebagai tambahan, siapkan juga mental kalian. Besok kalian harus jalan mengumpulkan tanda tangan semua panitia yang terlibat yang jumlahnya kurang lebih 50 orang." Kevin menambahkan jawaban Naya.

"Wah!"

"Biasanya disuruh apa kak?"

"Kakaknya galak gak kak?"

"Lebih galak mana sama kak Naya?"

"Heh!" Naya kaget dengan pertanyaan terakhir. "Mana ada saya galak?" tanyanya.

Kevin dan Erwin kompak tertawa.

"Iyaa, Naya ini galak yaa?" Erwin meminta pendapat para juniornya yang dibalas dengan anggukan segan dan ringisan pelan.

Naya tersenyum, "segalak-galaknya seorang kakak, gak mungkin jahat kan ke adik sendiri? Jadi tenang saja, saya nda bakalan persulit kalian soal tanda tangan." janjinya.

Yang lain bertepuk tangan.

✨✨✨

"Huii, ambil surat izin yook!" teriak Wiwi dari gawang pintu.

"Siapa? Saya kah?" Kevin menaik turunkan alisnya.

Alis Wiwi seketika mencureng, "Naya, bukan kau." jawabnya.

Naya tertawa, "titip ruangan yaa kakak Kevin tampan." ucapnya sebelum menyusul langkah Wiwi ke ruang OSIS.

Nampak beberapa anggota OSIS mengisi kekosongan ruangan. Sekarang memang waktunya istirahat sebelum memasuki materi ke-3.

"Jadi panitia juga mesti ikut bawa pot?" tanya Dian.

"Ya kan biar satu rasa." jawab Haris.

"Baru lagi keputusannya?" tanya Naya. Ia baru tahu perihal ini.

Haris mengangguk, "kan gak etis para junior tanam bibit sementara kita hanya memerintah. Biar jadi kenang-kenangan juga kan untuk kita? Secara tahun-tahun sebelumnya belum ada yang melakukan ini."

"Saya setuju sih." kompak Wiwi dan Anggi.

"Amanlah."

"Sabilah."

"Dian?" tanya Naya.

Dian akhirnya mengangguk, "Aman. Tapi saya gak yakin bisa dapat potnya."

"Bilang aja nunggu dibeliin sama ayang!" Anggi menjitak pelan dahi Dian.

"Anggiiiii." geram Dian lalu mengejar Anggi.

"Apa lihat-lihat?" tanya Naya pada Haris.

"Untung kamu datang, tadi Dian sempat mendebat dan keberatan." jawab Haris.

"Naya mah kecil-kecil cabe rawit." seru Fajar.

"Senggol dong!" Wiwi menambahkan.

"Susah banget untuk membuat si ketua MPK itu setuju dengan ini." jujur Haris. "Untung wakilnya bisa diajak komunikasi, makasih yaa Nay."

"Apasih?" gerutu Naya. "Saya mau ambil surat izin, dimanakah keberadaannya?"

"Sini Nay!" panggil Narti. Ia terlihat sibuk menyusun surat izin. "Kau kurang lama datangnya, seru sekali dengar Haris dan Dian berdebat." bisiknya.

Wiwi langsung tertawa.

"Kau juga diam saja sejak tadi, bukannya melerai." Naya menimpali.

"Nda kau lihat ini meja kah? Pusing saya." Narti sepertinya sambat, segala hal tentang administrasi dia yang bertanggung jawab.

"Panggil Fira bantuko." saran Wiwi.

"Bemana kalau kau mi saja yang bantu Wi?" Naya menahan senyumnya. "Kan kau juga sekretaris ji toh?"

"Iyo Wii, bantuka dulu." Narti ikut menggoda Wiwi.

"Iyo Wii, bantu dulu Narti." Fajar ikut mengompori.

"Nda ji dulu nah." ucap Wiwi.

Setelah mendapatkan apa yang dicari, Naya dan Wiwi kembali ke ruangannya masing-masing.

"Maaf yaa lama." ucap Naya begitu ia tiba di gugus Sejahtera. Materi ketiga bahkan sudah selesai, jam dinding juga hampir menyentuh angka 3. "Yang namanya saya sebutkan boleh ke depan"

Naya memanggil mereka satu persatu sesuai nomor absen, sementara Erwin yang memberikan surat izin nya. Kevin ngapain? Ia dibagian tanda tangan sebagai bukti bahwa peserta MOS nya sudah mengambil surat izin. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah miss komunikasi dikemudian hari.

"Apa nih rapat-rapat segala?" tanya Erwin ketika melihat grupnya.

"Mungkin mau bahas tentang pot tanaman bagi panitia." Naya menduga. "Tadi katanya sempat terjadi perselisihan antara Haris dan Dian."

"Owalaah." Erwin mengangguk mengerti. "Saya duluan ke sebelah, gak apa-apa?"

Naya mengangguk, "silahkan yaa kak Erwin." Ia masih harus membalas pesan papa nya yang bertanya jam berapa ia pulang.

Ketukan pada daun pintu membuat Naya menoleh, "Eh, kenapa?" herannya melihat Ryan.

"Lupa ponsel, kak." jawab Ryan lalu melangkah ke bangkunya.

Naya melihat setiap pergerakan Ryan. Alisnya terangkat sebelah ketika Ryan berjalan mendekatinya.

"Minta nomor ponselnya boleh?" tanya Ryan. "Sebenarnya bisa minta lewat messenger, tapi menurut saya itu tidak sopan."

"Untuk apa?"

"Untuk di save lah, kak. Barangkali saya ada pertanyaan tentang MOS hari terakhir."

"Kan bisa lewat messenger."

"Messenger-nya sudah saya copot." jawab Ryan.

Naya lalu menyebutkan sejumlah angka dan tak lama kemudian ponselnya berdering.

"Itu nomor saya kak, tolong di save. Terima kasih." Ryan lalu berlari kecil meninggalkan ruangan.

"Dasar junior!" rutuk Naya sebelum berdiri dan melangkah ke ruang sebelah.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!