Bab 20

"Man!" Jack berteriak ketika melihat Firman di pembaringan. Betapa senangnya ia karna telah berhasil menemukan ruangan tempat Firman di rawat.

"Sorry bro? Aku tidak biasa pergi ke rumah sakit. Jadinya tadi aku nyasar sampai ke kamar mayat." Jack tersenyum kuda sebelum melabuhkan duduk di kursi. Tas kecil yang dibawanya di gantung di sandaran kursi itu. Di dalamnya ada satu steal pakaian ganti, handuk dan beberapa peralatan mandi.

"Eh, wajah kau kenapa seperti kambing belum mandi gitu. Kau ngambek karna aku datang lama?" Jack menegur wajah muram Firman.

Firman tidak membalas apa-apa, ia hanya merubah posisi badan memunggungi sahabatnya. Kini dinding bercat putih di depan mata yang di pandangnya.

"Heih, kau kenapa sih, Man? Aku sudah bawa powerbank dan pakaian ganti untuk kau nih. Tapi hanya satu steal saja, karna aku tau kau tidak akan lama di sini. Ngomong-ngomong dokter bilang apa tadi? Luka kau tidak kenapa-napa kan?" Ponsel Firman yang terletak di sebelah bantal diambil Jack untuk menyambungkan ke powerbank. Seketika mata Jack membulat ketika melihat layar ponsel yang telah pecah. Di coba menghidupkan layar ponsel, menyala. Akantetapi warnanya sudah menghitam dan bergaris-garis.

"Man, apa yang kau lakukan dengan ponsel ini? Kau pikir ini ponsel murah?" omel Jack sambil memperhatikan tampilan Samsung galaxy S23 Ultra yang telah hancur. "Tidak sedikit uang kalau harus memperbaiki ponsel ini, Man. Ganti LCD aja mungkin habis jutaan, belum lagi kerusakan yang lain." Jack tak habis pikir, ponsel semahal itu mudah saja di lempar Firman ke dinding.

Ya, beberapa jam yang lalu, Firman mengamuk, hingga membanting ponselnya ke dinding. Untung saja pramusaji yang mengantar makan malam melihat dan meletakkan lagi di sebelah lelaki itu.

"Kalau kau ingin ponsel itu ambill saja. Aku tidak ingin memakai benda itu lagi." Firman berbisik pelan.

"Heisk, kau kenapa, Man? Patah hati lagi?" Jack mengeluh. Ia tahu semenjak belakangan ini hubungan Firman dengan kekasihnya memang tidak baik-baik saja. Tapi Jack tidak tahu sejauh mana keributan mereka. Gadjet itu di colok ke kabel USB lalu di letakkan kembali di sebelah bantal Firman bersama powerbank. Untung saja ponsel itu masih menyala, walau hanya ada garis-garis.

Punggung Firman menjadi tatapan Jack. Sahabatnya itu masih tidak mau berbalik badan. "Man." Lembut suara Jack memanggil sahabatnya.

Namun, Firman masih tidak merespon apa-apa.

Jack berdiri dan bercekak pinggang. "Man, kau dengar tidak?" Pandangan Jack beralih pada piring makanan yang masih belum di jamah.

Pagi tadi pun Firman tidak memakan apa-apa karna buru-buru ingin berjumpa Umar. Sedangkan kini matahari sudah terbenam, tapi Firman masih belum menyuap sesendok nasi.

Jack melompat ke atas ranjang pasien dimana wajah Firman menghadap dan duduk di sana. "Man, kita tidak perlu tangisi orang yang tidak pernah menghargai kita." Jack coba membujuk

Buku-buku jari Firman yang berdarah kini menjadi fokus mata Jack. Sepertinya sahabatnya itu habis memukul dinding.

"Dia bilang ingin cari lelaki yang ada masa depan. Aku ini tidak ada masa depan, Jack." Suara Firman terdengar serak dan berat.

Jack melepaskan keluhan. "Dia salah, Man. Kita ada masa depan. Masa depan tidak seharusnya kerja kantoran. Bukankah sekarang kita juga sedang berusaha ingin merubah hidup." Telapak tangan Firman diraih Jack. "Ingat, Man. Kau ada aku, Umar dan....dokter cantik itu," sambung Jack.

"Maksud kau apa? Aku dan dokter Aisyah hanya berteman saja. Tidak sama dengan Nia. Aku sayang dia," balas Firman masih dengan suara lemah dan serak. Menandakan lelaki itu habis menangis tadi.

"Heisk! Kau itu buta atau tidak peka? Kau tidak lihat? Terang-terangan dokter itu mengkhawatirkan kau, sampai dia sendiri yang membawa kau ke rumah sakit ini. Kau pikir itu apa? Kalau aku yang jadi dokter itu, aku buang saja kau di tepi jalan. Menyusahkan saja," balas Jack.

"Maksud kau." Firman memutar bola mata melihat sahabatnya.

"Heisk, kau ini! Kau bilang aku tidak tahu tentang wanita, tapi nyatanya kau lah yang lebih bodoh. Kau itu tidak peka!" Jack menyentuh bahu Firman. "Begini, bro. Perempuan itu punya malu yang lebih dari pada kita kaum lelaki. Mereka tidak akan lansung menyampaikan dengan mulut, seperti kau dengan mudah menyatakan suka pada si Nia itu. Tapi kebanyakan wanita menyatakan suka dengan perbuatan, bentuk perhatian pada orang yang di sukainya. Dasar payah, itu saja kau tidak tau."

"Luka kau ini harus segera di bersihkan," tambah Jack.

Firman memutar bola mata memandang sahabatnya. "Dari mana kau tau? Sedang kau sendiri saja tidak tahu siapa dokter itu."

Jack menggeleng dengan senyumnya. "Man, Man, ini Jack. Apa yang tidak Jack tahu? Artian kata wanita yang kukatakan tadi bukan untuk dokter itu saja, tapi untuk semua wanita termasuk dokter cantik itu," terang Jack.

"Sekarang kau belum makan, kan? Itu pun aku tau, Man." Mata Jack beralih pada roti diatas meja, lalu memanjangkan tangannya mengambil roti yang masih di dalam kantong kresek itu."Roti ini dari dokter itu juga, kan?" tambah Jack.

"Ya," balas Firman di sertai anggukan kepala.

"Sedangkan perempuan yang membuat kau menangis, kau tau dia siapa? Dia hanya perempuan tidak jelas yang kau temui di Facebook, lalu kau ajak berkencan. Bukan apa, Man. Tapi aku pernah kepoin Facebook dia, dan..." Jack menjeda kalimat. Bungkus plastik roti di robeknya, lalu di berikan pada Firman.

Firman merubah posisinya duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Roti yang di ulurkan Jack diambil dengan tangan kanan.

"Waktu itu aku pernah kepoin Facebook dia. Kau tau? Akun Facebook dia itu baru aktif beberapa hari sebelum dia mengirim permintaan pertemanan pada kau. Padahal orang seperti dia harusnya sudah punya akun Facebook sudah lama. Aneh kan? Tiba-tiba saja dia infit kau jadi teman, setelah itu kelian jadi dekat." Jack kembali memanjangkan tangan dan mengambil botol air minum yang berada di sebelah piring yang masih berisi makanan rumah sakit. "Sebaiknya kau makan nasi dulu, Man. Biar ada tenaga."

"Aku tidak selera." Secuil roti di masukkan kedalam mulut.

Jack mengambil makanan rumah sakit itu. "Aku curiga dengan perempuan itu. Karna itulah setiap kita akan mengantarkan barang, aku suruh kau meninggalkan ponsel di rumah. Tapi kau ngeyel, tidak mau dengar kata-kataku." Jack mulai menyuap nasi kemulut sendiri. Walau lauk makanan itu hanya sop sayur, tapi Jack tetap lahap menyantapnya.

"Jack, kapan kita membuat laporan pada Togar?" tanya Firman.

"Besok. Tapi mungkin aku harus tunggu kau benar-benar sembuh dulu," jawab Jack.

"Peluru kau masih banyak, kan?" tanya Firman lagi.

"Buat apa?" Jack mengerutkan kening, wajah Firman di pandang serius. "Eh, kau jangan main-main, Man?"

***

NB: Cerita ini akan berlanjut setelah mendapatkan kontrak. Jangan lupa tambahkan ke daftar baca. Terimakasih

Terpopuler

Comments

®agiel

®agiel

saya berharap semoga karya ini cepat kamu up ya Thor...
soalnya tanggung ini, kopi hampir habis tapi malah kalah cepat sama bab terakhir yang lebih dulu habis...

🤤😩

2025-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!