Bab 19

Obrolan pesan dua hari yang lalu dengan Nia kembali dibuka dan dibaca. Firman benar-benar merasa tersisih dengan sikap gadis itu akhir-akhir ini.  Kemudian ia kembali berbaring untuk mengistirahatkan lengan kirinya.

Sebelumnya, paket data internet sejak bertemu dokter siang tadi sengaja di matikan, kini telah diaktifkan lagi.

Tangan kanan sibuk menarik selimut tipis yang ada di ranjang rumah sakit. Belum semalam menginap disini, Firman mulai bosan.

Ia tetap bertahan disini karna tidak enak hati pada dokter Aisyah yang telah bersusah payah membawanya kesini. Kepala kembali menoleh kiri dan kanan, sekeliling hanya ada kain pembatas ruangan.

Baru hendak memejamkan mata, notifikasi WhatsApp tiba-tiba berdatangan masuk ke ponsel. Ponsel yang baru di letakkan di bawah bantal diambil lagi. Keluhan kecil di lepaskan, setelah melihat nomor pengirim yang sama. Siapa lagi kalau bukan Jack?

Jack ganteng;  Man, ponselmu kenapa tidak aktif.

Jack ganteng; Woi, Man! Kau dimana sekarang? 

Jack ganteng; Man! Ponsel kau kehabisan batree atau gaimana? Cargerlah bodoh, nanti aku susah menghubungi kau.

Jack ganteng; Aku keluar sebentar,hubungi aku kalau kencan kau dengan dokter itu sudah selesai.

"Heisk, dia itu kenapa cerewet sekali?" Firman mengeluh.

Status baterai ponsel yang tinggal 19 parsen di pandang sebelum mencari nama kontak Jack dan menghubunginya.

"Ha, kau baru ingat menghubungiku? Apa kau sudah lihat berapa ratus pesan yang aku kirim, tapi satu pun tidak ada kau balas. Kalau kau tidak mengerti cara membalas pesan, lebih baik buang saja ponsel kau itu! Ponsel smart, yang pakai lemot."

Firman menghela nafas pendek mendengar omelan sahabatnya di ujung sana. "Jack, sekarang aku di rawat di rumah sakit. Bisa kau datang kesini? Sekalian bawakan power bank, batre ponsel aku hampir habis."

"Rumah sakit? Heisk, itulah kau keras kepala. Tadi sudah kubilang agar di rumah saja, tapi kau ngeyel! Tetap saja mau pergi dengan dokter cantik itu. Kau itu sadar tidak, Man? Di luar sana banyak kuman. Pasti luka kau sakit lagi karna kuman, kan? Coba tadi kau dirumah saja, mungkin kau tidak akan sampai masuk rumah sakit."

Firman menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya. Kepala yang pusing semakin pusing mendengar omelan Jack. "Jack, aku sakit. Kau bisa diam tidak?"

"Iya, iya. Aku kesana sekarang. Share lock lokasi kau," balas Jack di ujung sana.

Firman tersenyum hambar, sambungan teleponnya dengan Jack diakhiri.

Jika di bandingkan dengan Nia. Menurut Firman Jack jauh lebih peduli pada dirinya.

Mungkin benar kata orang, saudara tidak saja yang lahir satu rahim dengan kita, tapi adakalanya sahabat baik juga lebih dari saudara.

Ponsel yang masih di tangan kembali di otak-atik mencari nomor kontak Nia, lalu di tekan tombol panggil. Sambil menunggu panggilan terjawab, Firman memandang foto gadis itu.

Selama ini Nia begitu baik padanya. Gadis itu juga ceria dan pandai juga mengambil hati Firman. Apalagi sikap manja gadis itu semakin membuat hati Firmab semakin rindu.

Prasangka buruk di buang jauh-jauh. Firman tidak mau harapannya pada gadis itu pudar karna persepsi negatif yang timbul dari dirinya sendiri. Tekadnya sudah bulat ingin mempersunting gadis itu setelah semua urusannya beres.

"Halo, Nia? Apa kabar?" sapa Firman ketika sambungan teleponnya telah terhubung.

"Ada apa?" Dingin suara di ujung sana.

"Hm, tidak ada apa-apa. Abang hanya kangen saja dengar suara Nia. Lagian kita juga sudah lama tidak bertemu, kan?" balas Firman dengan hati gembira. Tidak menyangka pujaan hati mau mengangkat panggilan teleponnya kali ini.

"Udah dulu ya. Aku sibuk."

"Eh, tunggu dulu! Hmm, Nia. Abang sekarang di rumah sakit," balas Firman cepat sebelum gadis itu benar-benar memutuskan sambungan teleponnya. Semoga setelah mendengar kabarnya sekarang ini, gadis itu mau membesuk. Mengobati rindu yang semakin menggunung.

"Di rumah sakit? Heisk, gak usah menggunakan alasan basi itu untuk menarik perhatianku."

Berkerut kening Firman mendengar jawaban gadis itu. Terdengar kasar dan pedas "Abang hanya memberitahukan saja."

"So? Tujuannya untuk apa? Agar aku kasihan?"

Firman menghela nafas. Ia juga bangun dari pembaringan. Punggung di sandarkan ke dinding untuk menciptakan rasa nyaman. "Sebenarnya Nia kenapa? Beberapa hari ini abang perhatikan, Nia seperti sengaja menghindari abang. Abang ajak keluar Nia selalu menolak. Sekarang Abang sakitpun Nia seperti tidak peduli."

"Aku sibuk. Sudah berapa kali kukatakan."

"Fine, abang paham kesibukan Nia. Tapi kenapa Nia seperti sengaja menghindar dari Abang.  Sampai menuduh abang membuat alasan pura-pura sakit. Abang bukan ingin mengemis simpati pada orang." Turun naik dada Firman menahan emosi. Terasa hina sekali dirinya di mata gadis itu.

"So, kalau bukan mengemis simpati, lalu apa namanya? Setiap hari menelpon, mengajak keluar. Aku sibuk dan aku bosan dengan semua itu."

"Ya, Abang memang ingin mengemis simpati pada Nia. Empat bulan kita kenal, selama empat bulan itu juga abang coba mengenal Nia lebih jauh lagi. Abang tulus sayang dengan Nia dan abang serius menjalani hubungan ini dengan Nia. Apa itu salah?" Firman meluahkan apa yang terasa di hatinya.

"Jangan pernah lagi hubungi aku setelah ini."

"Oke, kalau Nia sibuk abang tidak akan mengganggu Nia dulu."

"Bukan sementara, tapi selamanya. Selamanya jangan pernah hubungi aku!"

Suara Nia terdengar tegas di ujung sana membuat hati Firman semakin perih.

"Ta-tapi kenapa? Ka-katakan apa salah Abang?"

"Sekarang aku baru sadar. Yang aku butuhkan itu lelaki yang ada masa depan, bukan lelaki yang hanya bisa memberi janji manis. Setiap hari mengajak keluar, setiap hari menelpon bersayang-sayang. Aku jijik dengan semua itu."

Begitu sakit hati Firman mendengar jawaban gadis yang selama ini telah mengisi relung hatinya. Rahangnya mengeras menahan amarah yang begitu besar.

"Firman, aku ingin kita putus."

Firman tertawa sendiri. Menertawakan kebodohan diri. "Ja-jangan bercanda, Nia." Seakan tidak percaya apa yang di katakan gadis itu.

"Aku gak bercanda. Aku serius ingin putus. Tolong mulai sekarang jangan pernah menggangguku lagi."

Firman tersenyum hambar. Begitu mudah hatinya di permainkan begitu saja oleh seorang gadis. Hancur sudah impiannya ingin mempersunting gadis itu.

Benar kata Jack. Untuk apa mempertaruhkan nyawa untuk perempuan yang baru di kenal?

Cairan bening mengalir begitu saja menuruni pipi.

"Saya sayang kamu, Nia." Kalimat terakhir itu terdengar serak. Air mata di biarkan mengalir begitu saja.

"Carilah wanita lain. Hubungan ini kita akhiri sampai di sini. Dari awal sampai sekarang, sedikitpun aku gak pernah menaruh hati-"

Ponsel di jauhkan dari telinga. Lalu tombol merah di sentuh. Firman tak sanggup lagi mendengar kata-kata yang semakin melukai hatinya sendiri.

Air mata di seka dengan punggung tangan sebelum tubuh di jatuhkan ke atas ranjang dengan posisi meringkuk. Air mata yang tadi di seka, malah semakin menganak keluar.

Terpopuler

Comments

Iqlima Al Jazira

Iqlima Al Jazira

kasihan firman😢

2025-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!