Bab 18

"Berdasarkan informasi yang disampaikan dokter Aisyah pada saya, anak anda mengidap jantung berlobang atau Ventricle seprum defect, VSD."

Layar komputer yang menampilkan detak jantung Umar di perlihatkan pada Firman. Itu adalah hasil diagnosa yang di lakukan bersama dokter Aisyah beberapa hari yang lalu. Tidak hanya itu saja, dokter ahli jantung itu juga memperlihatkan pada Firman, X-RAY dada Umar yang beru saja di lakukan.

"Ini adalah sejenis kecacatan pada septum dan ini jugalah pembagi antara jantung kiri dan kanan, pemisah darah beroksigen dan yang tidak beroksigen."

Firman melingkarkan lengannya pada badan Umar sambil fokus mendengar apa yang di katakan dokter ahli jantung itu.

"Menurut saya, dalam hal ini kita harus melakukan 2 kali operasi. Tapi yang harus anda pahami, kedua operasi ini tetap akan membedah jantung. Hanya saja kita tidak perlu menghentikan detak jantung atau menggunakan mesin jantung. Operasi ini akan kita lakukan setelah mendapatkan hasil check up rutin, artinya kita perlu melakukan medical cek up dulu sebelum mengambil tindakan operasi. Nanti kami akan menindak lanjuti semuanya. Kami memang perlu mengetahui terlebih dulu semua perkembangan anak anda, dari berat badan dan sebagainya. Pastikan anda membawanya datang ke rumah sakit ini secara berkala."

Firman mengangguk tanda mengerti. Setahun pernah mengenyam pendidikan di bidang kesehatan tentu dirinya bisa memahami apa yang di sampaikan dokter.

Dokter Aisyah yang duduk di sebelah Firman ikut menyimak yang di sampaikan rekan seprofesinya. Tadinya dokter muda itu ragu bisa membujuk Umar untuk melakukan serangkaian pemeriksaan. Untung saja Firman datang jadinya ia tidak perlu kesusahan membujuk si kecil.

"Baik dok, terima kasih. Kalau begitu kami permisi dulu." Firman menurunkan Umar dari pangkuan dan menjabat tangan dokter. Begitupun yang di lakukan dokter Aisyah pada rekan seprofesinya.

Setelah melakukan sesi pertama perawatan Umar, Firman semakin menguatkan tekad agar bisa terlepas dari King Cobra. Walau saat ini hatinya sedikit tawar dengan sang pujaan hati yang telah mempermainkannya. Berbagai alasan yang tidak logis selalu di berikan Nia menolak ajakan Firman yang ingin berjumpa dengannya.

Firman menggeleng menepiskan pikiran tentang Nia, lalu Umar yang memegang erat celana jeans-nya di angkat ke dalam gendongan.

Si kecil yang merasa tubuhnya di angkat, bertepuk tangan dengan riang. Senyum bahagia terukir menampilkan beberapa batang gigi susu yang baru tumbuh.

Firman mulai menahan sakit. Ia lupa bahu kirinya masih terluka akibat tertembak kemarin. Di tahan rasa sakit itu sekuat tenaga sebelum perlahan-lahan Umar di turunkan lagi di lantai koridor rumah sakit.

"Yayah, endong." Umar merengek sambil merentangkan kedua tangannya pada Firman.

Dokter Aisyah juga menghentikan langkah, wajah Firman yang berubah pucat membuatnya sedikit khawatir. Apalagi di sambungan telepon tadi Jack mengatakan kalau pria itu tidak enak badan. "Bang Firman kenapa? Wajah bang Firman pucat, lho?"

"Tidak apa-apa. Hanya pusing saja," jawab Firman sambil memijat ubun-ubun sendiri. Kelopak mata ikut di pejamkan.

"Yayah," panggil Umar. Si kecil heran kenapa sang ayah tiba-tiba menurunkannya.

"Kalau begitu biar saya antar bang Firman pulang." Jelas sekali dokter Aisyah  khawatir melihat keadaan Firman.

Firman malah merasa linglung. Dunianya seakan berputar sambil tangan meremas kuat bagian belakang kepala.

"Kalau begitu kita check dulu ke dokter, mumpung kita masih berada di sini." Dokter Aisyah memberi saran.

"Tidak usah, saya hanya ingin istirahat saja," tolak Firman. Suaranya semakin terdengar lemah di banding tadi. Kaki terus di ayunkan sepanjang koridor.

Dokter Aisyah mengekor di belakang Firman sambil menuntun tangan Umar.

Umar seakan mengerti dengan keadaan ayahnya, ia tidak berceloteh banyak seperti biasanya.

Setelah berada di dalam mobil Jazz merah milik dokter Aisyah. Umar di letakkan di atas pangkuan Firman karna di dalam mobil itu tidak ada tempat duduk khusus untuk anak-anak.

Firman berjuang menahan sakit tanpa memperdulikan Umar yang berada di pangkuannya. Setelah memakai seatbelt, kepala di sandarkan pada sandaran bangku untuk mengistirahatkan diri. Firman menyunggingkan senyum kala Umar mengusap lengannya. Terkadang Firman juga memutar bola mata melihat Aisyah yang sedang menyetir.

Hening. Dokter Aisyah sibuk dengan besi bulat di tangannya dan matanya juga fokus melihat jalan di depan.

"Hmm, bang Firman. Ru-rumah bang Firman dimana? Bisa sebutkan lokasinya?" Agak gugup dokter Aisyah bertanya pada Firman.

Sadar pertanyaannya tidak di jawab, dokter muda itu menoleh ke arah Firman yang duduk di sebelahnya. Namun, pandangannya hanya di balas oleh si kecil, sedangkan mata si ayah telah terpejam.

Aisyah beralih memandang jalan raya yang terbentang.

"Bang Firman?" panggil dokter Aisyah. Ia menyangka Firman tertidur karna kelelahan bekerja.

Hening. Panggilan dokter Aisyah masih tidak ada jawaban.

"Umar, coba bangunkan ayah, nak." Lembut suara dokter Aisyah meminta tolong pada si kecil.

"Yayah, angun." Goyangan tangan sikecil tidaklah membuat Firman terjaga. Kemudian Umar berdiri menghadap pada sang ayah. Kedua kaki kecilnya berdiri diatas paha Firman.

"Eh, Umar jangan berdiri seperti itu. Bahaya, nak." Dokter Aisyah menghentikan laju mobilnya di bahu jalan. Kedua tangannya di ulurkan menurunkan si kecil dan mendudukkan kembali diatas pangkuan Firman.

Keadaan jalanan tampak ramai, di karenakan siang adalah jam sibuk para karyawan kantor yang ingin pulang makan siang di rumah atau pergi ke mesjid raya untuk menunaikan shalat Zuhur berjamaah.

"Bang Firman bangun." Kali ini suara dokter Aisyah berhasil membuat kelopak mata pria di sebelahnya terbuka. Namun sayangnya setelah terbuka mata itu kembali di pejamkan si pemilik.

"Hafggh." Dokter Aisyah melepaskan keluhan. "Sepertinya aku harus membawa dia kerumah sakit."

***

Firman membuka mata, lalu kembali di pejamkan ketika melihat cahaya lampu yang tepat berada di atas kepala. Di kecilkan kelopak mata itu. Tampak wajah si kecil Umar yang sedang asyik meminum susu dari botol dot di sebelahnya. Firman mengerutkan kening, lalu menggosok matanya dengan tangan kanan. Di lihat serius tubuh anak kecil di sebelahnya. Lenyaplah bayangan itu.

Kemudian Firman mengedarkan pandangan ke sekeliling, hanya dirinya sendiri yang berbaring di atas ranjang beralaskan kain putih.

Di toleh juga kepala kiri dan kanan, hanya kain hijau pekat yang terlihat.

Firman mengangkat tangan kirinya yang terasa kebas. Selain itu di punggung tangannya juga tertusuk jarum infus.

"Syukurlah, bang Firman sudah bangun." Tiba-tiba dokter Aisyah muncul dari balik kain berwarna hijau.

Kening Firman berkerut melihat kehadiran dokter muda itu. "Saya dimana?" tanya Firman. Suaranya terdengar pelan dan sedikit tercekat.

"Di rumah sakit," jawab dokter Aisyah.

"Rumah sakit?" Firman menginginkan kepastian.

"Ya, siang tadi setelah saya antar Umar ke panti asuhan. Saya bingung harus membawa bang Firman kemana. Makanya saya bawa saja kerumah sakit, karna khawatir juga bang Firman gak bangun-bangun," balas dokter Aisyah. Dokter muda itu mendekati ranjang pasien. Wajah pucat Firman di pandangnya lama.

"Memangnya saya sakit apa?"

Dokter Aisyah agak terkikik kecil mendengar pertanyaan Firman. "Bang Firman demam. Tensi darah bang Firman juga rendah. Jadi, sekarang ini bang Firman istirahat  saja dulu," jawab dokter Aisyah.

"Tidak lama kan?" Firman khawatir jika lama berada di tempat ini. Bisa gagal semua rencananya.

"Insyaallah gak lama. Apa bang Firman haus?" Dokter Aisyah mengeluarkan air mineral 500ml yang baru di belinya dan membuka tutup botol tersebut sebelum di berikan pada Firman.

Jujur, saat ini Firman merasa kikuk dengan keberadaan dokter Aisyah yang tidak jauh dari tempatnya berbaring. Perlahan ia coba duduk bersila di atas ranjang.

Botol air minum yang di ulurkan dokter Aisyah diambilnya, lalu di teguk. Bibir dan kerongkongan yang kering terasa sejuk setelah di basahi air tersebut.

"Pasti bang Firman dari pagi belum makan, kan?" Berdasarkan hasil pemeriksaan, dokter Aisyah menebak lelaki itu belum menyantap apa-apa sejak pagi tadi.

"Ya," balas Firman jujur. Botol air minum di ulurkan kembali pada dokter Aisyah.

Dokter Aisyah mengambil dan meletakkan botol air minum diatas meja, lalu menarik satu kursi dan melabuhkan duduk di sana.

"Oh ya, tadi saya pergi ke warung depan. Kalau makanan rumah sakit tidak sesuai dengan selera bang Firman. Bang Firman bisa makan roti ini. Sebentar lagi saya juga mau pulang." Kantong kresek hitam yang berisi roti di letakkan dokter Aisyah diatas meja.

'Kenapa dia begitu baik?

Firman memandang dokter muda itu.

"Aisyah."

"Ya." Dokter Aisyah juga merasa kikuk mendengar namanya di panggil.

"Apa Aisyah melihat ponsel saya?"

"Eh, iya. Saya lupa memberikannya. Tadi sengaja saya ambil, takut hilang atau di curi orang." Dokter Aisyah semakin kikuk sambil mengeluarkan ponsel milik Firman dari dalam tasnya.

Firman mengambil ponsel miliknya, lalu tangannya juga di ulurkan mengambil plastik hitam yang di letakkan dokter Aisyah tadi. Ada dua roti berkirim coklat yang mungkin bisa di makannya malam ini.

Sekarang ini Firman khawatir kalau-kalau ada panggilan tidak terjawab dari Jack atau pun Nia.

Ketika layar ponsel di nyalakan, tidak ada satupun notif panggilan di ponsel tersebut.

"Baiklah, kalau begitu saya pulang dulu," ucap dokter Aisyah berpamitan. Ia juga tidak enak karna berdua saja dengan lelaki yang bukan mahramnya.

"Ya, hati-hati."

Dokter Aisyah membalas dengan senyuman, lalu berdiri dari duduk dan melangkah pergi meninggalkan ruangan itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!