"Man, bagaimana cara kau menidurkan bocah ini?" Jack keheranan melihat Umar yang telah terlentang di tengah-tengah tempat tidur. Padahal sebelum ia pergi ke warung, bocah itu bukan main rewel, tidak henti menangis. Sampai sakit telinganya mendengar tangisan bocah itu.
"Biasa lah anak kecil, kadang mereka memang sering rewel jika mengantuk. Tapi, setelah badannya di bersihkan dan di beri susu, dia akan tidur sendiri," jawab Firman sambil menyisir rambut di depan cermin kamarnya.
"Eleh, gaya kau, Man. Bicara seperti sudah punya anak bini saja. Memangnya kau sudah pernah merasakan punya anak?" sindir Jack. Satu papan obat yang ada diatas meja diambilnya, lalu ia duduk di pinggir ranjang dan mengeluarkan juga obat yang baru dibelinya di warung. Keningnya berkerut melihat kedua obat yang berbeda merk.
Firman yang hanya bertelanjang dada perlahan mendaratkan duduk disebelah sahabat baiknya. Takut pergerakannya membuat ranjang bergoyang dan membangunkan bocah itu yang baru saja tidur. "Apa tu?" tanya Firman sambil matanya melihat dua papan obat di tangan Jack.
"Yang ini paracetamol."
"Kalau yang itu?" Firman merebut satu papan obat dari tangan Jack.
"Itu obat yang di berikan dokter setelah aku cabut gigi. Menurut kau, yang mana harus kuminum?" tanya Jack merasa kebingungan.
"Sebenarnya gigi kau kenapa?" Firman balik bertanya.
"Gigi aku berlubang." Jack mengusap pipi kanannya. Terkadang ia jadi susah tidur karna gusinya sering berdenyut.
"Oh," respon Firman. Tubuh di rebahkan di sebelah Umar. Sebelah tangan di naikkan sebagai alas kepala. Botol dot susu yang masih di pegang Umar diambil perlahan, lalu diberikan pada Jack agar di letakkan di atas meja. "Kalau gigi kau hanya berlubang, sebaiknya minum paracetamol saja. Amoxycilin itu anti biotik untuk mencegah bakteri," jawab Firman kemudian.
"Begitu ya?" Jack menggut-manggut. "Ohya, Man. Kira-kira gigi aku ini masih bisa di selamatkan tidak? Kemarin sudah aku cabut satu, sekarang malah sakit yang satunya lagi. Kalau sakitnya mulai kumat, aku tidak bisa tidur, Man," keluh Jack menceritakan apa yang di rasanya selama ini.
"Bisa saja kalau kau menambal gigi itu atau melakukan perawatan akar. Dan kalau ingin melakukan penambalan atau perawatan akar gigi, pastikan dulu status gigi."
Jack mengerutkan kening. Ia tidak paham sama sekali dengan penjelasan sahabatnya.
"Cobalah melakukan perawatan akar. Setelah itu lakukan penambalan dan gigi kau akan kembali seperti semula," sambung Firman.
"Makin pintar kau sejak kenal dokter cantik itu?" sindir Jack.
"Memangnya selama ini aku bodoh?"
"Kadang-kadang kulihat memang bodoh."
"Hahaha.... Tapi teman kau yang bodoh ini lah yang selalu menyelamatkanmu dari masalah."
Jack ikut tertawa. Ia menoleh pada Firman yang berbaring di sebelah bocah yang tengah terlelap. Sudut bibir sahabatnya yang kebiruan menjadi perhatian Jack. "Bibir kau itu? Bang Togar yang memukul, kan?" Jack sudah bisa menebak. Karna tidak ada orang yang bisa menyentuh sahabatnya itu, kecuali ketua mereka sendiri.
"Ini salah aku juga. Aku sibuk dengan bocah ini sampai membatalkan janji dengan pelanggan," jawab Firman santai. Baginya kesehatan Umar lebih penting.
"Jadi benar bocah itu sakit jantung?" tanya Jack memastikan.
"Ya, siang tadi dokter memang sudah memeriksanya. Jantungnya memang berlubang."
"Lalu bagaimana dengan laporan polisi?" tanya Jack lagi.
"Belum aku lakukan."
"Jangan bilang kau ingin menjaga bocah ini?" Mata Jack menyipit memandang sahabatnya.
Firman hanya diam saja. Kedua mata juga ia pejamkan. Malas ribut dengan sahabatnya tentang masalah ini.
***
"Kau jangan bercanda, Man. Bagaimana kalau bocah ini bangun? Kau tau sendiri aku tidak bisa membujuk dia?" Jack terus saja memberi alasan saat Firman ingin meninggalkan Umar di dalam mobil bersamanya.
"Kalau dia menangis. Kau tinggal bikinkan dia susu. Susu dan air panas sudah kusiapkan dalam tas. Kau tinggal seduh saja nanti. Dalam botol susu sudah kusiapkan tararannya, tinggal kau seduh saja," balas Firman.
"Kalau dia tidak mau?" Jack mengkhawatirkan hal yang belum terjadi. Mana sekarang giginya sakit. Takutnya tidak bisa menahan emosi, malah bocah itu yang di tendangnya.
"Kau kan bisa gendong dia. Bawa dia jalan-jalan ke mana kek. Tapi jangan bawa terlalu jauh dari sini," pesan Firman. Ia sendiri khawatir kalau ada anak buah Togar melihat Jack bersama bocah itu. Sudah pasti bocah itu akan di habisi oleh ketuanya.
"Ya, baiklah. Akan kucoba," balas Jack pasrah.
"Nanti kuhubungi kalau pekerjaanku sudah selesai." Firman keluar dari mobil sambil menggendong tubuh Umar yang terlelap. Pintu belakang mobil di buka dan Umar di baringkannya di sana.
Rambut bocah dua tahunan itu di usap, lalu Firman tersenyum memandang wajah polos bocah itu.
"Man, hati-hati," pesan Jack.
"Kau tidak usah khawatir. Tapi nanti malam, aku memang butuh kau menemaniku. Aku tidak percaya dengan mereka." Perlahan Firman menutup pintu mobil. Sepuluh paket heroin sudah berada dalam tas kecil yang di sandangnya. Paket-paket itu akan di berikan pada pelanggan yang memesan.
Orang yang kecanduan heroin lebih bahaya di bandingkan jenis narkotika lainnya. Seseorang yang telah kecanduan dengan barang haram itu akan sulit untuk di obati. Sedangkan Firman sendiri tahu mudarat barang haram tersebut. Makanya ia dan sahabatnya Jack tidak pernah sekalipun mencoba barang haram tersebut.
Taksi online yang di pesan sudah datang. Firman pun lansung masuk ke dalam mobil meninggalkan Umar dan Jack.
***
"Yayah."
Benar dugaan Jack, ketika Umar bangun, bocah itu langsung menangis sejadi-jadinya karna tidak melihat keberadaan Firman.
"Huaaa.... Yayah.... Mana Yayah?" pekik Umar.
"Tunggu sebentar om Jack buatkan dulu susu." Jack segera membuka tas perlengkapan Umar yang telah di sediakan Firman.
"Ngak awu adik ngak awu minum cucu. Adik awu Yayah..."
"Ayah kau sedang kerja, sebentar lagi dia kembali," bujuk Jack coba menenangkan bocah itu. "Sini, om Jack gendong. Kita jalan-jalan keluar." Jack merentangkan tangan ingin mengambil Umar. Pusing kepalanya mendengar tangis bocah itu yang tak kunjung reda. Malah sebaliknya tangis bocah itu semakin menjadi-jadi.
"Ngak awu. Adik awu yayah. Adik ngak awu om Deck."
"Ishk, bocah. Tau gini sudah kujual kau kemarin pada Taleben," gerutu Jack. Tiba-tiba ia ingat dengan pistol yang di berikan Togar tempo hari. Mungkin dengan benda itu ia bisa membujuk Umar.
"Diam atau aku tembak!" Pistol tanpa amunisi itu di todongkan pada Umar, membuat Umar seketika terdiam.
Jack tersenyum karna berhasil membuat bocah itu berhenti menangis. "Mau main tembak-tembakan dengan om Jack tidak?"
Umar mengangguk.
"Nih."
Pistol yang di ulurkan Jack lansung diambil Umar. Ia hanya bocah yang tidak tahu apa-apa. Di sangka benda yang di berikan Jack benar mainan.
Jack tersenyum melihat bocah itu yang telah berhenti menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments