Bab 7

"Setelah mandi, baru kita pergi cari makan ya?" bujuk Firman sambil menggendong Umar ke kamar mandi yang berada di salah satu mesjid.

Sesampainya di dalam kamar mandi, Umar di turunkan dari gendongan dan pakaian bocah itu segera di buka. Firman membasahkan kain dan mulai melap tubuh Umar dengan kain basah tersebut. Semua di lakukan dengan sangat hati-hati. Takut air mengenai luka pada kaki si kecil.

Rambut Umar juga di beri shampo agar wangi.

Bocah itu tertawa riang sambil memukul-mukul air yang keluar dari kran, hingga celana jeans Firman basah terkena cipratan air itu.

"Umar, jangan main air. Lihat celana ayah jadi basah," tegur Firman lembut. Walau agak kikuk menyebut diri sendiri ayah. Tapi Firman akan membiasakan diri dengan panggilan itu.

Di rasa sudah bersih, handuk yang tadi di gantung di belakang pintu diambil dan di balutkan ke tubuh Umar.

Setelah dari klinik, Firman memang tidak lansung pulang, karna Jack harus pergi mengantarkan barang pada pelanggan. Sementara menunggu Jack kembali, Firman menyempatkan pergi ke swalayan membeli satu steal pakaian untuk Umar dan perlengkapan lainnya.

Merasa ponsel dalam saku celana bergetar, Firman mengeluarkan ponselnya. Tombol jawab di geser setelah melihat nama Jack yang tertera.

"Kau dimana?" tanya Firman. Ponsel diapitnya antara bahu dan telinga. Kedua tangannya melap kepala dan badan Umar dengan handuk. Ia harus segara menyiapkan bocah ini, karna tidak mau sahabatnya menunggu lama.

"Oke, oke. Aku kedepan sekarang." Sambungan telepon berakhir. Ponsel di masukkan lagi ke dalam saku celana jeans.

Bedak yang baru di beli di taburkan ketelapak tangan sebelum di sapukan ke badan dan wajah Umar. Setelahnya baju motif kartun yang baru di beli di pakaikan ke badan bocah itu. Tidak lupa rambut Umar di rapikan Firman dengan jari-jari tangan.

Setelah semua beres, baju kotor, bedak dan handuk di masukkan ke dalam tas sandang yang juga baru di beli Firman. Bertujuan untuk meletakkan barang-barang keperluan bocah itu nantinya. Segera tas di sandang setelah semua selesai, lalu tubuh kecil Umar di gendongnya.

Tiba-tiba langkah Firman terhenti di tangga mesjid, saat sepasang telinganya mendengar ceramah yang di putar pengurus sebelum masuk waktu maghrib.

Firman menoleh ke dalam mesjid dengan senyum pahit. Sejak meninggalkan rumah, tidak pernah lagi ia mencium sajadah. Rindu hati ingin mengadu pada RabbNya. Namun apa daya, dia hanya manusia kotor yang bergelimang dosa.

Apakah Allah akan menerima amal ibadahnya?

Ceramah yang di putar pengurus mesjid kebetulan sedang membahas siksaan neraka.

Lama juga Firman termenung, ia tersadar ketika tangan kecil Umar membelai pipinya.

Firman menggeleng, menepiskan lamunan. Arloji di pergelangan tangan, sudah menunjukkan pukul 18.10.  Perlahan kaki menapak pelan menuruni anak tangga. Sepasang telinga masih menyimak isi ceramah yang di putar, hingga tiba di tepi jalan.

"Man, kau dari mana saja sih? Lama banget?" keluh Jack. Kepala yang sejak di sandarkannya pada stir mobil diangkat.

"Tadi aku dengar ceramah sebentar," jawab Firman jujur, sambil memasang seatbelt.

"Kau serius?" Jack menggeleng tak percaya. Matanya tak lepas memandang wajah Firman dan bocah dalam pangkuan sahabatnya itu silih berganti.

"Ya, perasaanku agak lain saat ini setelah mendengar ceramah itu." Tas sandang di lepas, lalu di lempar ke jok belakang.

"Man, jangan bilang kau sudah mau mati?" Jack masih memperhatikan sahabatnya.

Firman tertawa kecil. "Lucu kan, kalau kita bicara masalah ini. Tapi nyatanya kita ini memang sudah lama tersesat." Bibir Firman mengukir senyum pahit.

"Fix, kau sudah gila, Man," balas Jack. Gas mobil mulai di injak pelan dan perlahan mobil meninggalkan kawasan mesjid. Sesekali Jack menoleh ke samping, melihat sahabatnya. "Ingat Man, setiap hari kita melakukan dosa. Kau tidak pantas masuk mesjid. Kita ini kotor. Tuhan di sana tidak akan mengampuni kita," sambung Jack sambil tangannya lincah memutar stir mobil ke tempat yang akan di tuju.

"Entahlah Jack. Tapi sampai saat ini perasaan aku masih lain." Firman tidak menyembunyikan apa yang di rasakannya. Ia pun tidak tahu perasaan apa yang dirasakannya saat ini.

"Eh, Man. Kau tadi pakai sabun apa untuk bocah ini? Wangi kucium." Jack mengganti topik obrolan. Ia tidak ingin sahabatnya memikirkan lagi masalah akhirat.

"Tidak tau. Aku asal ambil saja tadi," jawab Firman. Hidungnya ikut mencium aroma sabun yang di pakaikannya pada Umar.

"Yayah, adik lapal." Umar mendongak melihat Firman dalam kegelapan. Di luar, langit memang sudah berubah gelap.

"Sebentar lagi kita makan, ya?" bujuk Firman. Kepala bocah dalam pangkuan di usapnya lembut

Umar menurut, lalu kembali menyandarkan kepalanya ke dada bidang Firman. Baju yang di pakai Firman di jadikan mainan. Di tariknya baju itu, kemudian di lepaskan lagi. Hal itu dilakukan berkali-kali hingga dia terlelap.

Firman tersenyum tipis menyadari bocah dalam pangkuannya sudah terlelap.

"Man," panggil Jack.

"Ya." Firman menoleh pada sahabatnya itu.

"Besok jadi kan, kita buat laporan kehilangan bocah ini?" tanya Jack.

"Ya, siapa tahu. Orang tuanya sekarang juga sedang mencari dia," jawab Firman.

"Seandainya tidak ada yang mengambil bocah itu?" tanya Jack memastikan.

"Maka dia menjadi hakku," jawab Firman cepat. Walau ia sendiri tidak yakin bisa menjaga bocah itu dengan baik, karna dirinya sendiri tidak lah baik.

Lingkungan tempat mereka tinggal pun, tidak memungkinkan untuk pertumbuhan Umar. Asap rokok, botol bir dan para wanita penghibur hampir setiap malam di bawa masuk kerumahnya.

Tentu lingkungan seperti itu tidak baik untuk pertumbuhan Umar.

"Eh, Man. Sekarang kita mau makan di mana?" tanya Jack, baru ingat tujuan mereka memang ingin mencari tempat makan. Perut yang lapar, tidak sanggup lagi di tahan.

"Hm, sebantar. Aku tanya dokter dulu," jawab Firman seraya mengeluarkan ponsel dalam kantong celana.

"Man, aku tadi menanyakan kita mau makan di mana? Bukan menanyakan kau sakit apa? Buat apa kau telepon dokter?" Jack mengerutkan kening. Semakin aneh saja jawaban sahabatnya ini.

"Sssttt." Firman menempelkan satu telunjuk ke bibir, memberi isyarat agar sahabatnya itu diam.

"Halo, bu dokter. Ini saya, Firman, yang datang ke klinik dokter siang tadi."

"Oh ya, ada apa bang Firman?"

Firman mengerutkan kening. Sejak kapan dokter itu memanggilnya abang?

Aneh?

"Hmm, saya mau menanyakan sesuatu pada dokter. Makanan apa yang Umar boleh dan tidak boleh makan? Takutnya kalau salah makan lukanya jadi lama sembuh," tanya Firman. Panggilan abang yang di dengarnya tadi ia lupakan saja.

"Oh, baiklah. Nanti saja kirim menu makanan yang bagus untuk Umar konsumsi. Tapi kalau ingin praktis, Abang berikan saja Umar susu atau bubur bayi."

"Terimakasih bu dokter," ucap Firman, lalu sambungan di putuskannya.

"Jadi, sekarang mau makan dimana?" tanya Jack.

"Terserah," balas Firman.

"Baiklah." Jack mengangguk. "Ohya Man. Kau tau tidak? Hari ini barang kita lumayan banyak terjual," sambung Jack.

"Baguslah kalau begitu."

"Bakalan kaya kita kalau semua stok yang di berikan bang Togar cepat terjual."

Firman hanya tersenyum kecil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!