***Saat ini ketika aku berpikir untuk merelakanmu pergi...
Tapi hatiku tak bergeming sedikitpun untuk membiarkanmu pergi...
Bahkan saat ini ketika hari hari kelam mendorongku untuk mengakhiri diri sendiri...
Sekedar mengingat senyummu saja dapat membantuku bernafas dan kembali bertahan dalam sepinya hidup ini...
Apa yang harus aku lakukan ???
Mengenangmu aku sakit,
Melupakanmu aku pun sakit***,
💞💞💞💞
Dion makan dengan lahapnya, tatapan kesal Lian tak sekalipun di hiraukannya.
Sang atasan menatapnya lekat lekat mencoba memberi signal agar menjaga sikap. Namun Dion nggak menangkap signal peringatan dari Lian, suapan demi suapan terus dia lancarkan ke dalam mulutnya. Sampai akhirnya...." Haiiiiiaammm, ups!!". Dion bersendawa.
Sontak Bryan yang awalnya nggak menyadari kerakusan Dion pun jadi memusatkan perhatian kepadanya " Pelan pelan makannya Pak Dion, persediaan makanan di restoran ini masih banyak kok". Tegur Bryan dengan seringai tawa.
" Tuk!!". Dion merasakan ujung kakinya di tendang Lian yang kini tengah membuang malu dengan berkilah memijit keningnya.
" I___iya Pak Bryan, maafkan etika tidak baik saya". Ujarnya berhenti sejenak dari aktivitas makannya.
" Santai Pak Dion". Tangannya menganjurkan Dion untuk lanjut menyantap hidangan.
Dion nyengir kepada Bryan namun dia menggigit bibir ketika tatapannya bertemu dengan kedua mata Lian.
" Pak Lian makan juga deh". Tawar Bryan, dia mendekatkan menu yang sudah di pesan kehadapan Lian.
Ujung telunjuk pria dingin itu mendorong piring berisi menu utama sedikit mundur " Silahkan Pak Bryan saja yang makan, saya akan menemani anda di meja ini".
" Lho...Pak Lian nggak makan??".
" Saya akan menyantap salad ini saja". Tuturnya menarik semangkok salad dan segera menyantapnya.
" Oh..pantas saja anda memiliki tubuh atletis". Lanjut Bryan lagi.
" Hm...". Sahut Lian dengan sedikit senyum di ujung bibir.
" Kaku dan dingin". Batin Bryan.
5 menit setelah percakapan suasana di meja makan terasa 1 jam bagi Dion dan Bryan. senyap dan sepi, bahkan suara sendok yang di gunakan Lian pun tak terdengar. Entah memang etika makannya yang senyap atau memang dirinya yang sudah terbiasa dengan kesunyian hingga ketika makan pun dia tak bersuara sedikitpun.
" Ehem..." Bryan membetulkan letak dasinya. " Mari kita berjalan jalan di sekitaran kantor kami". Ajaknya setelah sebelumnya mengintip pada mangkuk salad Lian yang mulai berkurang banyak.
" Sebentar Pak Bryan, makanan saya belum habis". Ujarnya.
" Anda terbiasa menghabiskan makanan hingga titik terakhir Pak?". Ucapnya mencoba mencairkan suasana.
" Dulu enggak, sampai seseorang mengajarkan saya bagaimana cara menghargai makanan". Sahutnya melirik piring Dion yang berantakan bak kapal pecah.
Merasa di sindir sang atasan Dion pun menundukan pandangan, apa hendak di kata nggak mungkin kan dia menyambung acara makannya demi merapikan kembali sisa sisa makanan di dalam piringnya.
" Melihat cara makan anda saya jadi teringat dengan seseorang, etika makannya seperti anda Pak. Saya permisi untuk menelponnya sebentar".
Lain mengulurkan tangan mempersilahkan Bryan melalukan panggilan.
" Tuttt"...
" Tuuut..."
" Akh...kenapa dia nggak menerima panggilan". Gumamnya.
Ujung mata Lian menatap pria di hadapannya seolah bertanya " Siapa itu?"
" Tuttt..."
" Tuuttt...." Suara menunggu panggilan di terima terdengar samar di telinga Lian.
Bryan mengetik pesan dengan cepat " Apakah terjadi sesuatu??" Ujarnya bergumam lagi.
" Kalo anda ada kepentingan lain kita bisa melakukan rencana kita di lain waktu Pak Bryan".
" Hm...perlu waktu kurang lebih 20 menit jika saya harus menghampirinya Pak". Bryan berujar.
" Dan rapat kita belum selesai". Sambung Lian.
" Saya akan mencoba menghubungi istri sahabat saya untuk memastikannya". Bryan menekan nomor Ghina.
" Hm..". Memang makhluk irit bicara. Bryan terkesan banyak bicara ketika berhadapan dengan Lian, padahal memang dasar Liannya aja yang pelit bertutur kata.
" Ceweknya Pak??". Dion nimbrung, niatnya ingin berbincang lebih akrab dengan Bryan. Namun bagi Lian sikap Dion kurang baik mengingat ini adalah pertemuan pertama mereka.
Bryan tersenyum tipis " Adek saya, dia salah satu penghuni di panti asuhan yang saya bina".
" Oh Bapak punya panti asuhan??". Lanjut Dion, dan kali ini Lian benar benar seakan tak terlihat di mata Dion. Dia cuek berbincang seolah mengorek informasi jati diri seorang Bryan Brander.
Bryan mengangguk " Itu panti asuhan peninggalan Mamah saya, sebelum pergi beliau berpesan untuk terus mengelola tempat itu dan saling mengasihi sesama".
" Jadi Pak Bryan nggak punya Mamah lagi??".
" Dion!!". Sentak Lian pelan namun tegas.
Kedua mata Dion berkedip lebih cepat " Aku salah bicara 😣". Gumam batinnya.
" Maafkan kelancangannya Pak Bryan".
" Nggak apa apa Pak Lian, itu sudah lama terjadi kok. Menceritakan hal itu nggak melukai hati saya sebab saya yakin Mamah saya tlah bahagia dan tenang di surga".
Dia kembali melirik layar ponselnya" Saya pamit sebentar ya Pak". Ujarnya beranjak dari meja dan segera menghubungi Ghina.
Belum hilang bayangan Bryan dari hadapan mereka Lian tlah menyuapkan daun salad ke mulut Dion.
Terkesigap Dion pasrah menerima suapan Lian" Maaf Pak".
" Makan daunnya!".
" Siap Pak!". Dia manut mengunyah dan menelan daun salad seperti perintah Lian.
Ujung garpunya bersiap menyuapai Dion" Lagi??".
Dion menggeleng cepat. Dia nggak suka sayuran apalagi di bikin salad kaya begituan.
" Ayo makan lagi ".
Kedua tangannya mengatup dengan kepala tertunduk" Ampun Pak". Rengek Dion bak anak kecil.
Garpupun Lian letakan kembali" Cepat hubungi Pak Vino, tanyakan kenapa dia nggak menyusul kita ke sini".
Dion segera menghubungi Vino namun sayang nomornya nggak bisa di hubungi.
" Nggak bisa Pak, nggak nyambung". Ujarnya dengan hati ketar ketir.
Tanpa jeda untuknya berpikir panjang Lian langsung memberi perintah kepada Dion " Siapkan pemindahan tugasnya ke Jepang".
" Set dah, langsung di pindahin ke Jepang Pak?? kan Pak Vino belum ngasih alasan Pak". Nadanya sedikit meninggi. Fatur yang berada di meja lain menyadari bahwa Dion sedang di bawah tekanan Lian.
Bagai nggak mengenal kata ampun Lian santai memberi perintah kepada Dion " Selepas dari sini kamu langsung laksanakan tugas itu".
" Kalo Pak Vino menolak gimana Pak??".
" Kamu yang gantiin". Ucapnya santai.
" Pak Liannnn 😣😣😣😣".
" Jaga sikap dan jangan berisik!!". Tegas Lian lagi.
" Pak Vino yang bolos kerja kok saya yang menanggung hukuman sih Pak?".
" Bonus akhir tahun mau saya potong??". Dia berbicara tetap dengan nada santai namun menyerang tepat di titik terlemah Dion.
" Oke Pak saya akan diam". Dion terpojok. " Oke..aku akan mati matian membujuk Pak Vino ke Jepang, apapun alasannya!!". Tegas batinnya.
Setelah memastikan keberadaan Syila akhirnya Bryan dapat menghela nafas lega. Rupanya Syila sedang membagikan bunga di depan toko bunga bersama sang pemilik toko bunga. Mungkin dia meninggalkan ponselnya di dalam tas ketika hendak melaksanakan tugasnya.
Mepetnya waktu membuat rencana mereka benar benar gagal " Mungkin lain waktu jika anda berkunjung ke kantor kami lagi Pak Lian".
" Iya Pak Bryan". Sahutnya. Merekapun berjalan beriringan menuju ruang rapat. setelah beberapa waktu kembali melanjutkan rapat, sangat di sayangkan kali ini Bryan harus menerima dengan lapang dada. Dia kalah di kandang sendiri, proyek kali ini jatuh di tangan Lian.
" Selamat Pak Lian". Ujarnya memberi selamat kepada Lian.
" Terimakasih atas kebesaran hati anda Pak Bryan".
" Hmmm bolehkah kita berteman.....mulai sekarang". Tawar Bryan sedikit ragu ragu. Dia semakin tertarik dengan Lian, pembawaannya yang santai dan nggak banyak bicara namun tegas dan jelas ketika berpresentase. Nggak seperti gosip yang beredar yang mengatakan dia orang yang galak, nyatanya dia cukup ramah bagi Bryan. Hanya saja ....Dia memang pendiam, jadi Bryan harus lebih banyak berbicara lebih dulu kepadanya.
Tanpa di sangka Lian menyodorkan ponselnya kepada Bryan.." Silahkan ketik nomor Wa anda Pak Bryan".
" Jadi sekarang kita berteman??". Bryan mencoba memastikan.
" Ya".
" Berarti aku bisa memanggil anda Lian saja, tanpa embel embek Pak??".
" Oke____Bryan". Lian mengendikan bahu pertanda setuju.
Pemandangan yang sangat langka bagi Dion. Tanpa sadar mulutnya tak menutup dengan benar menyaksikan keterbukaan Lian terhadap Bryan. sejak pertama dia bekerja tak jarang para Klien mengajak Lian berteman seperli Bryan, apalagi kalo sedang berhadapan dengan Klien cewek Lian akan menolak dengan tegas dengan alasan " Saya nggak pandai bersosialisasi".
💞💞💞💞
Cuaca yang cerah sejuk dan sedikit berangin. Semesta seakan memayungi Syila yang sedang bekerja di bawah langitnya.
Sang matahari yang biasanya terik hari ini sedikit bersembunyi malu ketika Syila sedang sibuk membagikan bunga bunga kepada para pejalan kaki yang melintasi toko bunga.
" Selamat hari kasih sayang". Ujarnya memberikan setangkai bunga mawar berwarna merah muda kepada seorang gojek.
" Makasih neng, bikin semangat kerja deh 😁". Kang gojek menerima bunga itu dengan senyum lebar.
" Sama sama bang, yang semangat kerjanya ya 💪".
" Yoi neng". Kang gojek begitu bersemangat. dia kembali ke atas motornya setelah selesai mengantarkan pesanan makanan untuk Ghina.
" Bye bye 👋👋👋". Syila melambaikan tangan kepadanya. Semilir angin membelai wajah manis itu, tak di pungkiri Syila gadis yang cukup menarik dan manis.
Tingkah Syila mendapat perhatian dari Nyonya Sook sang ibu mertua Ghina.
" Polos bener tu anak".
Ghina menyahut sembari membuka makanan yang dia pesan " Iya Mah, sayang ceroboh 😅".
" Makanya Bryan jagain dia banget kan". Nyonya Sook menyuap seblak yang di pesan Ghina tanpa permisi. Ghina hanya dapat memandangi tingkah mertuanya dengan pasrah. " Mantep Ghin, bagi Mamah ya".
" Nggak takut di omelin kak Jung lagi?? Mamah kan nggak boleh makan pedes".
" Jung nan jauh di mata nggak bakal tau kalo Mamah makan pedes kan, asal kamu nggak laporan aja". Ujar nya berkilah.
" Suka suka Mamah deh, btw tadi Bryan nelpon buat mastiin keadaan Syila. Care banget dia sama Syila". Tema mereka kembali kepada Bryan dan Syila.
" Cocok nggak sih kalo mereka jadi pasangan kekasih??"
" Nggak tau Mah, mereka Kaka adek kali Mah kok di bilang pasangan kekasih". Ghina mengendikan bahu dengan tampang tak tau.
Nyonya Sook diam saja dengan ucapan Ghina. Siapa yang tau kalo Nyonya Sook menyimpan rahasia tentang mereka.
Suasana jalan raya perlahan ramai, letak toko bunga yang tepat berada di depan lampu merah membuat Nyonya Sook berpikir untuk membagikan bunga kepada para pengguna jalan raya ketika lampu lalu lintas berwarna merah.
" Syila...kita bagiin ke sana pas lampu merah ya".
" Iya Nyonya". Gadis itu manut dengan perintah sang empu toko bunga.
" Oh iya, kamu makan siang dulu deh".
" Nanti aja Nyonya, masih kenyang kok".
" Jangan dong Syila, nanti kamu masuk angin".
" Nah lampu merah Nyonya". Ujarnya nggak mengindahkan ucapan Nyonya Sook.
" Makan dulu Syila!!". Nyonya Sook terus mengingatkan.
" Abis ini Nyah". Sahutnya lagi.
" Iya deh, yuk!". Syila mengekor langkah sang majikan dengan beberapa tangkai bunga bawar di tangannya. Dengan senyum dan tutur kata yang manis dan lembut Syila bersama Nyonya Sook berjalan kesana kemari membagikan tangkai demi tangkai bunga mawar.
" Selamat hari kasih sayang". Nyonya Sook memberikan bunga kepada supir angkot. Juga kepada pengguna jalan yang lain. Bermacam ekspresi suka dam bahagia mereka saksikan di sana.
" Ada apaan sih..". Kegiatan mereka menyita perhatian seorang pengguna jalan yang tak lain adalah Lian. Kebetulan setelah pulang dari perusahaan Brander mereka melintasi jalan itu.
" 14 Februari Pak, hari kasih sayang". Sahut Dion yang selain menjadi asistennya dia juga merangkap sebagai supir pribadi Lian.
" Oh...".
" Tuk tuk". Kaca mobil Lian di ketuk seseorang yang membawa setangkai bunga. Spontan Lian pun menurunkan kaca mobilnya.
" Selamat hari kasih sayang". Ujar seorang wanita paruh baya yang masih tampak cantik. Dengan senyum ramah dia menyerahkan setangkai bunga kepada Lian.
" Terimakasih Nyonya". Ujar Lian mencoba membalas senyuman Nyonya Sook.
" Sama sama anak muda". Ujar Nyonya Sook. Saat itu lampu akan berganti warna hijau " Syila...ayo kembali ke toko bunga". Serunya pada Syila yang berada sedikit jauh di belakangnya.
" Baik Nyonya".
Seruan Syila menyita perhatian Lian. Dia mencari suara itu berasal, sayangnya Dion keburu memacu mobil.
" Suara itu____". Gumamnya.
" Suara apa Pak?".
Tubuhnya bereaksi di luar kendali ketika mendengar suara gadis itu. Lian gelisah memandang kebelakang mobil. Sekilas kedua matanya menangkap bayangan Syila yang menghampiri Nyonya Sook.
Kedua matanya mengerjap " DEG!!".
" Kaila!!".
" Apa Pak??". Dion memacu mobil semakin laju.
" Kaila!!, Stop !! Stop Dion!!".
" Cekitttt!!!" Dion terkaget. Setelah mobil menepi Lian buru buru keluar mobil.
" Pak Lian mau kemana??".
Mendengar pertanyaan Dion, Lian mencoba menyadarkan diri.
" Kaila?? dia di kota ini??". Langkahnya terhenti. Dia memandangi toko bunga Charllote, toko yang baru saja di masuki gadis itu.
" Syila..". Terngiang ucapan Nyonya pemberi bunga tadi.
Dia menepuk keningnya " Akh!! dia bukan Kaila". dia kembali ke dalam mobil dengan perasaan yang masih kalut.
" Gimana Pak?? mau putar balik??".
" Nggak usah, lanjut ke kantor". Dan mobil pun kembali melaju menuju Trifam company.
" Toko bunga Charllote____bisakah kamu menyelidiki gadis yang berada di sana??".
Dion yang kurang tanggap nggak mengerti dengan maksud sang atasan" Gadis yang mana Pak??".
" Yang bagiin bunga tadi". Ujarnya mencoba menjelaskan.
" Bukannya itu wanita paruh baya Pak??".
Lian diam sejenak, percuma meminta Dion menyelidiki seseorang di sana. Bukannya menganggap remeh Dion, Lian nampaknya harus menyuruh seseorang yang lebih competent dalam tugas kali ini.
" Sudahlah!!, kamu urus Pak Vino aja".
Kening Dion mengerut lagi. Teringat perihal Vino membuat hatinya resah. Mungkinkah Vino yang pandai ngeles itu mau di pindahin ke Jepang?? Dia nggak kalah ngusahinnya di banding Lian, apa dia harus meminta bantuan sama Fatur?? " Akh!! apa Pak Fatur bisa membantuku kali ini??". Dion terus memacu mobil dengan bermacam pikiran. Otak kecilnya berputar kesana kemari mencari cara agar masalah Vino dapat dia atasi.
Sementara Dion terhanyut dalam keresahan karena tuntutan pekerjaan, Lian sang atasan yang terlihat tenang di kursi penumpang nyatanya juga sedang terhanyut dalam keresahan. Ingin rasanya dia berbalik dan memastikan secara langsung, namun dia menahan diri agar tak bertindak berlebihan.
Bersambung ~~~
To be continued...
Selamat membaca, Silahkan tinggalkan saran dan kritik kalian ya 😉.
5 semptember 2020.
Salam anak borneo
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Buna_Qaya
siapakah dia jadi ikut penasaran
2022-07-10
1
Ria Diana Santi
Si Dion kayak anak kecil, aja! 🤭🤭
Si Lian tegas banget, ya! Suka nih aku sama kamu, Lian! 👍🏻👍🏻👍🏻😇😇
2021-07-04
0
Eva Santi Lubis
hadir
2021-02-23
0