2060
Di halaman rumah, Azam duduk di sebuah dingklik kayu kecil, tubuhnya sedikit condong ke depan saat ia dengan teliti memotong rumput menggunakan gunting. Saat melihat mereka datang, ia menoleh dan tersenyum.
"Bagaimana keadaan Abah? Sehat?" Yorde dan Farel datang berkunjung ke rumah Azam bersama keluarga mereka.
"Selamat datang kalian semua," sapa Azam. Pandangannya turun ke dua anak kecil yang berdiri di samping Yorde dan Farel. Anak-anak itu tampak berusia sekitar enam atau tujuh tahun.
"Eh, siapa ini?" Azam sedikit membungkuk, mengulurkan tangan, lalu mengelus kepala mereka dengan lembut.
Salah satu anak perempuan itu tampak ragu-ragu sebelum akhirnya berkata dengan suara pelan, "Kakek..."
Azam terdiam sejenak, lalu berjongkok, menatapnya dengan mata lembut.
"Wah, kamu sudah pintar bicara," katanya sambil tersenyum. "Tapi kenapa panggil kakek?" Ia kemudian menoleh ke Yorde dengan sedikit heran.
"Hehe, aku yang menyuruh mereka panggil Abah dengan sebutan Kakek," kata Yorde sambil menggaruk kepala, sedikit canggung.
"Jangan... Kasihan kakek yang asli. Panggil saja Abah, ya?" ucapnya lembut, kembali menatap anak kecil itu. Dalam hati, ia berpikir, Aku bukan kakek mereka. Takutnya nanti mereka bingung saat sudah besar.
Anak itu mengangguk kecil. "Baik," jawabnya polos.
Farel tertawa kecil dan menepuk pundak Yorde. "Sudah kubilang, panggil Abah, bukan Kakek."
Azam ikut tertawa kecil sebelum kembali menatap kedua anak itu.
Anak perempuan itu bernama Alisa Yordelle, putri Yorde, berusia enam tahun.
Anak laki-laki di sampingnya adalah Zaydrian, putra Farel, yang sedikit lebih muda dari Alisa.
Setelah itu, mereka semua masuk ke rumah Azam dan mulai mengobrol.
...----------------...
Azam menatap Yorde dan Farel dengan serius. "Oh iya, Abah ingin kalian biarkan anak-anak keluar dulu bersama ibunya."
Yorde dan Farel saling pandang, lalu mengangguk. "Baik, Bah," jawab mereka bersamaan.
Setelah memastikan anak-anak sudah pergi, mereka mulai membahas sosok yang belakangan ini mengganggu TCG.
"Ini sulit, Bah... Dia terlalu kuat. Bahkan Zabran, yang sudah mencapai Second Soul Transcender High, tetap tidak bisa mengalahkannya. Aku khawatir dia sudah mencapai Third Soul Transcender," ujar Yorde dengan nada serius.
Farel menimpali cepat, "Tapi Abah gak perlu turun tangan. Kami yakin bisa menghadapi ini."
Yorde langsung mengangguk setuju. "Iya, Bah! Yang dikatakan Bang Farel benar. Abah istirahat saja."
Azam menghela napas, ekspresinya sedikit khawatir."Kalian pikir itu sudah cukup untuk mengalahkannya? Tidak semudah itu."
Yorde dan Farel saling berpandangan, lalu bertanya bersamaan, "Abah punya rencana?"
Azam mengangguk. "Abah akan menemui dia secara langsung."
Mata Yorde dan Farel melebar. "Tidak, Bah! Tolong jangan ikut campur dalam masalah ini!" ucap mereka panik.
Namun, Azam hanya menggeleng. "Abah akan menjumpainya dalam tujuh hari. Kalian siapkan diri kalian, pastikan jadi lebih kuat saat hari itu tiba."
Nada suaranya tenang, tapi tak ada keraguan sedikit pun.
Tiba-tiba—
Yorde dan Farel maju dan memeluk Azam erat. "Jangan, Abah! Aku tidak akan membiarkan itu! Abah harus percaya pada kami!"
Mereka bersikeras, seolah mencoba mencegahnya dengan seluruh perasaan mereka.
"Kali—"
Sebelum Azam bisa melanjutkan, Yorde menyela dengan suara bergetar.
"Tidak... tidak... tidak..."
Ia menangis terisak, air matanya jatuh ke pundak Azam.
Di sampingnya, mata Farel mulai berkaca-kaca.
Azam yang duduk bersila tak bisa berbuat banyak. Perlahan, ia menyandarkan tangannya ke belakang untuk menopang tubuhnya, lalu berbicara dengan nada lembut dan tenang.
"Kalian berdua... berat sekali."
Yorde dan Farel tersentak. Mereka buru-buru melepaskan pelukan, mundur beberapa langkah, lalu menyapu air mata mereka. Yorde masih terisak.
Bagi Azam, itu sedikit... imut.
Namun, ia segera mengubah ekspresinya menjadi lebih serius.
"Apa kalian tidak memercayai Abah?"
Yorde dan Farel saling berpandangan. Mereka tahu—rencana Azam tidak pernah gagal seumur hidup mereka. Mereka menyadarinya lebih baik dari siapa pun. Tapi kali ini… terlalu berbahaya.
Azam bisa melihat keraguan di mata mereka.
"Abah ingin kalian percaya pada rencana ini. Atau… kalian meremehkan Abah?"
Nada suaranya mengandung tekanan yang jelas.
Ruangan terasa lebih sunyi. Mereka tak bisa menjawab.
Azam melanjutkan, suaranya tetap tenang tapi penuh ketegasan.
"Kalau kalian tidak mau Abah kenapa-kenapa, kalian harus cepat berkembang. Kita juga tidak tahu kapan dia akan menyerang markas. Jadi, hasilnya tetap sama. Lebih baik kalian mulai memperkuat diri sekarang. Kasih tahu yang lain juga."
Yorde dan Farel menatapnya dalam diam. Lalu, perlahan, mereka mengangguk.
Mereka memutuskan untuk percaya kepada Azam.
Azam tersenyum.
Dalam pikirannya, ia berkata kepada dirinya sendiri:
Mereka butuh ini.
Mereka butuh ini untuk meningkatkan HAJ mereka.
Mereka butuh Tekad yang kuat untuk memperkokoh Pilar mereka.
Mereka butuh motivasi yang cukup besar untuk berlatih dan mengisi Tempa mereka agar berkembang lebih cepat.
Ini bukan hanya tentang pertempuran.
...****************...
Keputusan Azam mengejutkan seluruh anggota TCG. Mereka tak punya pilihan selain meningkatkan latihan mereka.
Di sebuah rumah sakit.
"Apa?! Abah ingin menemui mereka dalam tujuh hari?!"
Suara Guardian Zabran menggema di ruangan saat ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
"Jangan seperti ini, Guru! Guru harus menjaga tubuh Guru dengan baik," ujar salah satu muridnya, mencoba menahannya agar tetap beristirahat.
Zabran memiliki sembilan murid yang ia bimbing langsung. Tiga di antaranya terluka parah saat bertarung dengan sosok misterius yang kini menjadi ancaman bagi TCG.
Dengan napas yang masih berat, Zabran berusaha berpikir jernih. "Orang ini... sangat kuat. Mungkin dia sudah berada di ranah Third Soul Transcender. Mustahil Abah bisa mengalahkannya, bahkan dengan banyak pasukan sekalipun. Walaupun hanya satu tingkat di atas Second Soul Transcender, perbedaannya sangat besar!"
Wajahnya dipenuhi kekhawatiran, bukan hanya karena ancaman yang mereka hadapi, tetapi juga karena Azam yang sudah tidak muda lagi.
"Tapi... Abah sendiri yang datang ke sini dan memberitahuku kalau Guardian Zabran tidak boleh keluar dan harus beristirahat," ujar muridnya dengan nada ragu.
Zabran terdiam. "A-apa? Abah datang sendiri?"
Keningnya mengernyit. Untuk apa Abah repot-repot datang hanya untuk mengatakan itu?
Dalam pikirannya, Ada yang tidak beres!'
Namun, ia tidak bisa memaksakan diri. Jika Azam sudah menentukan langkahnya, yang bisa ia lakukan hanyalah memastikan seseorang mengawal situasi.
Zabran menarik napas dalam, lalu berbicara dengan tegas.
"Muridku."
"Ya, Guru!" Muridnya berdiri tegap, menunggu perintah.
"Aku tidak akan keluar… jika kau ikut dengan Abah. Jadi tingkatkan HAJ-mu secepat mungkin."
Murid itu mengepalkan tangan, matanya dipenuhi tekad. "Baik, Guru! Aku akan berusaha sebaik mungkin!"
Zabran mengangguk puas. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini.
Sementara itu, informasi tentang Azam yang akan berangkat dalam tujuh hari menyebar ke seluruh dunia.
Kini, yang tersisa hanyalah menunggu…
...****************...
Yorde dan Farel benar-benar berjuang mati-matian selama tujuh hari terakhir. Dengan tekad yang tak tergoyahkan, mereka berhasil naik satu tingkat, sesuatu yang hampir mustahil dicapai dalam waktu sesingkat itu.
Mereka bertahan dalam rasa sakit, mendorong tubuh dan jiwa mereka hingga batasnya. Yorde dengan kultivasi abadinya, sementara Farel mengandalkan kekuatan tubuhnya yang luar biasa.
Sementara itu, anggota TCG lainnya juga mengalami peningkatan. Beberapa dari mereka bahkan naik dua Rank dalam satu minggu—sebuah pencapaian luar biasa.
Rank terbagi menjadi tiga: Low, Medium, dan High (Puncak).
...----------------...
Di Luar Wilayah TCG
Azam berdiri diam di perbatasan wilayah TCG, ditemani oleh para Guardian, Tetua, dan Wakil.
Semua mata tertuju pada cakrawala. Mereka telah menunggu lebih dari 30 menit—namun sosok misterius itu tak kunjung muncul.
'Apa mereka tidak menerima informasi ini? Atau sengaja tidak datang?' pikir Azam.
"Hm… memang tidak semudah ini."
Azam hendak berbalik, berencana untuk kembali dan mencoba lagi besok—
Namun tiba-tiba—
SEBUAH SURAT JATUH DARI LANGIT.
Hening. Tak ada suara, tak ada tanda-tanda dari mana asalnya.
Azam menangkap kertas itu. Matanya menyipit saat membaca tulisan di atasnya
"Besok. Di lapangan sepak bola."
Azam mengerutkan kening. Lapangan sepak bola?
Kenapa tempat itu yang dipilih?
...----------------...
Kantor Pusat TCG
Yorde menatap Azam dengan raut wajah penuh kegelisahan
"Bah, apa Abah beneran tetap datang besok?" ucap Yorde, suaranya terdengar berat.
Azam tersenyum, tenang seperti biasa.
"Keputusan Abah sudah bulat, Yorde."
Yorde diam, tak tahu harus berkata apa.
Tiba-tiba, Farel masuk ke ruangan.
"Kenapa gak di rumahku aja, Bah? Jauh lebih nyaman daripada di sini." katanya, mencoba membujuk.
Namun Azam menggeleng pelan.
"Tidak apa-apa. Abah tidur di kamar kantor saja. Kalau tidak ada kamar lebih, di sofa ini pun cukup. Lumayan nyaman"
Farel langsung menyela.
"Tidak, Bah. Tenang aja, masih ada kamar kosong, tapi..."
Farel melirik Yorde—keduanya memiliki pemikiran yang sama: menginginkan Azam tinggal di tempat yang lebih layak. Namun, Azam tetap pada pendiriannya.
Malam berlalu, dan hari yang dinanti akhirnya tiba
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments