Azam tidak lagi tidur panjang. Yorde, Wakil, serta Guardian dan Tetua merasa senang dengan perubahan itu.
Di dalam kamar, Azam duduk diam, membuka buku catatan hariannya. Matanya tertuju pada sebuah halaman yang mencatat sesuatu yang penting baginya.
HALAMAN MIMPI KE-EMPAT
TINGKATAN
Tingkatan langka yang hanya dicapai oleh segelintir makhluk, termasuk raja iblis tingkat rendah hingga menengah puncak.
3. Soul Transcender (1-6)
Tahap di mana jiwa mulai melampaui batas fisik dan memasuki ranah eksistensi yang lebih tinggi. Makhluk di tingkat ini tidak lagi sekadar bergantung pada tubuh mereka, melainkan mulai memahami serta mengendalikan esensi jiwa itu sendiri.
Pada tahap ini, jiwa mengalami penguatan luar biasa, memungkinkan pemiliknya untuk berkomunikasi secara telepati, merasakan keberadaan makhluk lain tanpa melihat, serta mulai melakukan eksplorasi astral—meninggalkan tubuh fisik untuk menjelajahi dunia non-fisik dalam wujud kesadaran murni.
Makhluk di tingkat ini tidak lagi bergantung pada kebutuhan dasar seperti makanan, udara, atau tidur. Mereka dapat bertahan hidup hanya dengan menyerap energi di sekitar mereka, menjadikan mereka hampir mustahil untuk dilemahkan dengan cara konvensional.
Kesadaran mereka berkembang melampaui batas normal, memungkinkan mereka untuk merasakan serta berinteraksi dengan dimensi lain yang sebelumnya tidak dapat diakses. Keberadaan mereka mulai memberi tekanan mental bagi makhluk yang lebih lemah, dan aura mereka mampu mempengaruhi emosi serta mengintimidasi tanpa perlu berbicara.
Jiwa mereka menjadi sangat stabil dan sulit dihancurkan. Bahkan jika tubuh fisik mereka musnah, mereka bisa tetap eksis dalam bentuk kesadaran murni dan bertahan di antara dimensi.
Pada tahap akhir Soul Transcender, energi jiwa mereka mulai mempengaruhi dunia fisik. Seorang yang siap naik ke Eternal Dominion akan mulai memancarkan energi yang dapat mengubah lingkungan sekitarnya, seperti menyebabkan fenomena alam kecil, getaran tanah, atau perubahan cahaya tanpa perlu melakukan kontak langsung.
Azam menutup bukunya perlahan. Bagaimana cara mencapai ranah ini? pikirnya. Apa aku benar-benar bisa mencapainya? Jika iya, berarti aku harus memulai dari Mortal Genesis…
Ia termenung sejenak, lalu bergumam, Mungkin aku bisa menanyakannya pada Sipalsu.
...****************...
Setelah kejadian tak terduga dan pertemuannya dengan seseorang dari dunia lain, Azam segera menyelesaikan permasalahan di Amerika. Progresnya telah mencapai 70%, namun ia masih enggan meninggalkan TCG di sana. Ada sesuatu yang mengganggunya—keberadaan orang-orang Sipalsu.
'Hanya ada satu cara', pikirnya. 'Walaupun rencana ini ekstrem,' aku tak punya pilihan lain.
Tanpa ragu, Azam memerintahkan semua anggota TCG untuk merekrut 30% anggota yang belum bergabung dengan paksa. Seluruh TCG di Amerika diperintahkan untuk merebut kendali penuh atas mereka yang berani menentang. Keputusan ini memicu perang antar-gang dan juga bentrokan langsung dengan pemerintahan disana.
Hal yang sama terjadi di Inggris dan berbagai wilayah Eropa lainnya. Namun, dalam setiap pertempuran, satu hal tetap berlaku—mereka harus mematuhi tiga larangan.
...****************...
Satu tahun pun berlalu sejak peristiwa itu.
Azam dan rombongannya berhasil mengambil alih TCG sepenuhnya—100% berada di bawah kendali mereka. Namun, bentrokan sebelumnya dengan pemerintah meninggalkan masalah yang harus diselesaikan. Perundingan pun dilakukan, dan keputusan akhirnya menetapkan bahwa TCG harus membayar denda.
Meskipun jumlah denda yang harus dibayarkan tidak kecil, Azam tidak mempermasalahkannya. Kini, ia bisa mengembangkan bisnisnya tanpa hambatan.
...****************...
Dua tahun telah berlalu.
Tahun 2041.
TCG kini memiliki 15.708.067 anggota.
Total kerugian keseluruhan 2038-2041 Rp470.680.800.000.000
...----------------...
Di Dalam Kantor Pusat TCG
Dua tahun terakhir telah membawa banyak perubahan. Tidak hanya TCG berhasil disatukan sepenuhnya, tetapi bisnis dan jaringan relasi pun berkembang pesat. Namun, ada sesuatu yang jauh lebih mengkhawatirkan.
Jumlah anggota TCG yang mengalami koma terus meningkat secara tidak wajar.
"Bah, jumlah orang yang koma semakin meningkat. Ini sungguh tidak normal," kata Farel, Wakil Abah, dengan wajah serius.
Azam yang sedang menyesap minumannya menoleh. "Hm? Berapa totalnya sekarang?"
Farel menarik napas. "Sekitar 450.000 jiwa… lebih atau kurang."
Azam membeku sejenak, matanya melebar. "Bukankah pertumbuhannya tidak masuk akal? Tahun lalu masih di angka tiga ratus ribuan, kenapa sekarang melonjak jadi empat setengah?"
Farel menggeleng pelan. "Aku juga tidak tahu, Bah… dan jujur, aku semakin khawatir tentang hal ini."
Hening sejenak sebelum Farel melanjutkan, suaranya sedikit ragu. "Bah..."
"Ya?" jawab Azam, menatapnya.
Farel tampak gelisah sebelum akhirnya berkata, "Aku tidak tahu apakah berita ini benar atau tidak… tapi di sekitar Amerika dan Eropa, ada desas-desus tentang manusia super."
Azam menatapnya tanpa ekspresi.
"Bukan berarti aku percaya hal ini, Abah!" Farel buru-buru menambahkan.
Tapi di dalam pikirannya, Azam sudah memproses kemungkinan terburuk.
'Manusia super? Apa mereka akhirnya mulai bergerak? Jika tingkatan mereka masih di level Ascended Mortal, senjata ringan masih bisa mengatasinya. Tapi kalau mereka sudah mencapai Soul Transcender… aku khawatir hanya senjata berat, atau bahkan nuklir, yang bisa menghentikan mereka.'
"Sejauh ini, apa yang mereka lakukan?" tanya Azam.
Farel terlihat gelisah. Sebelum Azam sempat bertanya, dia sudah bergumam, "A-aku bukan berarti percaya… tapi setidaknya ki-kita harus berhati-ha—"
Saat Azam mengajukan pertanyaannya, Farel langsung tersentak. "A-apa!? Bah, apa Abah percaya!?"
Azam menatapnya tajam. "Kita juga tidak bisa mengesampingkan ini, kan? Apalagi ini sudah masuk berita internasional. Bukan berarti kita percaya begitu saja, tapi kita juga tidak bisa mengabaikannya."
Farel mengangguk cepat, "Be-benar, Abah! Betul!" katanya dengan semangat.
Dia lalu menyerahkan selembar kertas kepada Azam. "Dari yang kudengar, mereka mengacaukan beberapa negara di sini."
Azam membaca laporan itu dengan seksama.
"Di negara-negara itu, mereka menghancurkan properti umum, bentrok dengan tentara… dan walaupun ini terdengar tidak masuk akal, mereka mengalahkan seluruh pasukan militer tanpa menggunakan perlengkapan apa pun. Situasinya benar-benar kacau."
Farel menelan ludah, lalu melanjutkan. "Katanya, mereka sedang mencari seseorang."
Azam menyipitkan mata. 'Apa mereka mencari Sipalsu?'
"Kalau begitu, kita harus bersiap sebelum mereka datang ke sini. Siapkan pasukan khusus TCG di beberapa daerah."
Azam beranjak dari tempat duduknya, lalu berpikir, 'Hmm, sepertinya aku juga perlu memberitahukan ini ke pejabat… hitung-hitung menambah pasukan.'
Dia menoleh ke arah Farel. "Farel, bersiaplah. Kita akan ke penjara… menjenguk Sipalsu."
Sipalsu dikurung di dalam Penjara TCG—sebuah fasilitas yang diciptakan khusus untuk kepentingan organisasi ini. Tidak seperti penjara biasa, tempat ini bukan sekadar tempat hukuman, melainkan simbol ketegasan Azam terhadap pengkhianatan dan pemberontakan di dalam keluarganya, TCG.
Penjara ini berdiri atas dasar pengalaman pahit di masa lalu. Dulu, seorang pengkhianat hampir menghancurkan TCG dari dalam. Karena perbuatannya, Azam mengalami kerugian besar—banyak anggota gugur, keuangan hancur, bahkan organisasi hampir bubar. pengkhianat itu melakukan korupsi besar-besaran dan menghilangkan banyak nyawa demi menutupi jejaknya.
Sejak saat itu, Azam tidak lagi memberi celah bagi pengkhianatan. Penjara TCG dibangun sebagai tempat bagi mereka yang berani mengkhianati keluarga ini.
Hingga kini, penjara ini jarang digunakan. Satu-satunya tahanan yang mendekam di dalamnya hanyalah si pengkhianat. Namun, sejak Sipalsu ditangkap, kini tempat itu memiliki dua penghuni.
...****************...
Penjara TCG
Di ujung ruangan yang suram dan remang, tepat menghadap pintu masuk penjara, terdengar suara tawa pelan.
"Haha... kenapa kamu mengunjungiku?" suara Sipalsu terdengar santai, meskipun tubuhnya terikat erat. Kedua tangan dan kakinya dibelenggu rantai yang tertanam kuat di dinding. Dalam kondisi seperti itu, dia masih bisa duduk bersila, seolah keadaannya bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan.
Azam menatapnya tanpa ekspresi. "Keluargamu sudah bergerak dan membuat kekacauan di mana-mana."
Sipalsu menyeringai. "Jadi...?"
Azam tetap dengan nada datarnya. "Jadi aku akan melepaskanmu."
Sejenak, ada keheningan. Lalu Azam melanjutkan, "Apa kamu kira aku akan mengatakan itu?"
Sipalsu mendengus, lalu mendongak sedikit. "Kamu… aaah, terserah." Nada suaranya terdengar datar, tapi ada sedikit kekesalan yang terselip di dalamnya.
Azam melangkah lebih dekat. "Aku hanya ingin tahu... metode untuk mendapatkan kekuatan itu."
Sipalsu terkekeh pelan. "Apa kamu benar-benar berpikir aku akan memberitahumu?"
Azam menatapnya dalam. "Tentu saja tidak. Tapi kalau kamu mau memberitahuku, setidaknya aku bisa mempertimbangkan untuk melepaskanmu."
Sipalsu menatapnya dengan tatapan mengejek. "Apa kamu kira aku berharap untuk bebas?"
"Tentu saja, iya," ucap Azam tanpa ragu sedikit pun.
Sipalsu menyipitkan matanya. "Kenapa kamu berpikir begitu?"
Azam tetap dengan ekspresi datarnya. "Karena jika mereka terus seperti itu, mereka akan membunuh lebih banyak orang."
Sipalsu tertawa kecil, nada suaranya penuh sinisme. "Siapa bilang aku peduli?"
Azam menghela napas pelan. "Kalau begitu, tetaplah di sini. Aku tidak akan melepaskanmu sampai kamu mengatakannya. Atau mungkin…" Ia menatap Sipalsu sekilas. "aku mempertimbangkan untuk membunuhmu saja. Mereka toh tidak akan tahu."
Sipalsu menggertakkan giginya, matanya menyala penuh amarah. "Apa kamu tahu apa yang akan terjadi jika aku mati!? Tidak akan ada yang bisa menghentikan mereka! Mereka akan membantai manusia! Apa kamu tidak peduli akan hal itu?"
Azam menatapnya tanpa emosi. "Tidak."
"Kamu...!" Sipalsu mengepalkan tangannya yang terikat.
Lalu, pandangannya beralih ke Farel yang berdiri di samping Azam. "Kamu dengar itu!? Kamu masih mau mengikutinya!? Dia tipe orang yang akan membuang siapa pun yang tidak lagi berguna baginya!"
Farel mengepalkan tangannya, matanya sedikit bergetar, tetapi ia tetap diam.
Azam menghela napas, menatap jam tangannya. "Apa itu saja?" tanyanya dengan nada bosan. "Kamu membuang-buang waktu kami."
Ia pun berbalik, berjalan pergi bersama Farel.
"Kamu! Kamu akan menyesali ini! Orang-orang akan mati karena kebodohanmu!!" Sipalsu berteriak, suaranya menggema di ruangan sempit itu.
Azam berhenti. Ia berbalik, menatap Sipalsu dengan tatapan dingin.
"Kenapa aku yang salah?" suaranya tenang, tetapi menusuk. "Bukankah yang salah itu kamu?"
Ia melangkah mendekat, tatapannya tidak lepas dari mata Sipalsu.
"Karena kamu, aku harus mengurungmu. Karena kamu, keluargamu membunuh orang lain. Karena kamu juga, semua ini terjadi—aku kerepotan karenamu. Dan sekarang? Kau berdiri di sana, terikat, lalu menyalahkanku? Lucu sekali. Sebenarnya, apa yang kau ocehkan dari tadi?"
Sipalsu terdiam. Matanya penuh emosi, tetapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
Azam menatapnya sebentar, lalu berbalik. Tanpa berkata lagi, ia dan Farel pun pergi, meninggalkan Sipalsu yang masih terbelenggu dalam keheningan.
...****************...
Keesokan harinya
Ponsel Azam bergetar di meja. Ia meraihnya tanpa terburu-buru, lalu menjawab.
"Bah, Sipalsu mengatakan sesuatu…" suara di seberang terdengar serius.
Azam menyipitkan mata. "Apa yang dia katakan?"
"Dia bilang dia akan bicara, tapi hanya jika Abah sendiri yang datang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments