Entah kenapa, setiap kali Azam bermimpi, ia selalu kembali ke ruang hampa dan mengalami mimpi yang sama, berulang kali, selama enam tahun.
Namun, dalam beberapa hari terakhir, Azam justru tidak bisa bermimpi sama sekali. Hal itu membuatnya gelisah. Mungkin kesehatan jiwanya mulai membaik, atau mungkin ini hanya karena kesibukannya sehari-hari.
Pagi itu, Azam terbangun dan melihat jam menunjukkan pukul enam. "Aku harus pergi ke sekolah," gumamnya. Setelah bersiap, ia mengenakan sepatu dan berjalan menuju sekolah seperti biasa.
Namun, tiba-tiba—dalam sekejap—ia berada di tengah hutan yang asing.
Azam tersentak. Ia sadar ada sesuatu yang tidak beres. Dengan hati-hati, ia melihat sekeliling, mencari jalan keluar. Ia mulai berlari, mengikuti instingnya, melintasi pepohonan yang menjulang tinggi. Tak lama kemudian, ia melihat cahaya di kejauhan dan bergegas ke arahnya.
Saat akhirnya keluar dari hutan, Azam terbelalak.
Di hadapannya terbentang dunia yang asing—sebuah desa yang dihuni oleh berbagai makhluk fantasi. Seorang elf yang kebetulan lewat tersenyum kepadanya.
"Halo," sapa elf itu ramah.
Masih terkejut, Azam buru-buru membalas. "Halo juga. Bolehkah aku tahu ini di mana?"
Elf itu tampak bingung. "Loh? Kamu bukan dari sini?" Ia menatap Azam lekat-lekat sebelum melanjutkan, "Hmm... bagaimana kamu bisa sampai ke sini?"
"Saya tidak tahu," jawab Azam jujur. "Saya hanya mengikuti cahaya di tengah hutan, lalu tiba-tiba sudah ada di sini."
Elf itu terlihat berpikir sejenak, lalu menatap Azam dengan lebih serius. "Kalau begitu, ikut aku. Kita harus menemui kepala desa."
Azam bertanya, "Kepala desa?"
"Iya, kami juga biasa menyebutnya sebagai Sang Peramal," ujar elf itu.
"Baiklah, mohon tuntun aku ke kepala desa," ucap Azam dengan sopan.
Namun, sebelum berjalan, elf itu menatap telinga Azam dengan penuh rasa ingin tahu. "Tunggu... kamu manusia?"
Azam mengangguk. "Iya, saya manusia."
Elf itu terdiam sesaat, lalu berkata singkat, "Ikut aku."
Ada sesuatu yang aneh dalam sikapnya, tapi Azam tak punya pilihan lain selain mengikuti elf perempuan itu menuju desa. Saat tiba, ia menyadari bahwa desa ini dihuni sepenuhnya oleh para elf. Mereka hidup layaknya manusia, tetapi entah mengapa, semua mata tertuju padanya.
Elf perempuan itu membawa Azam ke sebuah gubuk. "Masuklah dan ceritakan semua yang kamu ketahui kepada kepala desa," katanya dengan nada datar sebelum pergi begitu saja.
Azam sedikit tersinggung dengan sikapnya, tapi ia mengabaikan perasaan itu. Dengan ekspresi datarnya, ia mengetuk pintu.
TOKTOKTOK... TOKTOKTOK... TOKTOKTOK.
Dari dalam terdengar suara berat, "Masuk."
Azam membuka pintu dan melihat seorang lelaki tua duduk bersila, dengan sebuah meja di depannya. Namun, sebelum sempat mengatakan apa pun, tiba-tiba tubuhnya ditarik oleh sesuatu yang tak terlihat.
Lalu segalanya menjadi gelap.
...----------------...
Azam terbangun di kamarnya.
"…?"
Ia menoleh ke arah jam. Pukul 08.00 pagi.
Pikiran Azam dipenuhi kebingungan.
Saat keluar dari kamar, bukan orang tuanya yang menyambutnya, melainkan beberapa tamu yang sudah ada di rumahnya.
"Abah, baru bangun? Kenapa wajahmu pucat begitu?"
Sapaan "Abah" adalah sebutan yang disarankan oleh Azam sendiri kepada para anggota TCG. Ia ingin lebih dekat dengan mereka—bukan sebagai pemimpin yang jauh dan berkuasa, tetapi sebagai sosok yang bisa mereka hormati sekaligus andalkan, layaknya seorang ayah bagi anak-anaknya.
Yang berbicara adalah seorang pria bertubuh besar untuk usianya, dengan rambut kribo dan wajah agak gemuk. Dia adalah Ami, salah satu orang kepercayaan Azam di TCG. Di sampingnya berdiri seorang perempuan dan tiga pria lainnya.
"Ugh… tidak ada apa-apa, hanya mimpi aneh. Sudah berapa lama kalian di sini?" tanya Azam.
"Kami baru saja datang," jawab Ami. "Tadi kami sedang mengobrol, Abah tak perlu memikirkannya. Oh iya, anak yang Abah adopsi cukup bisa diandalkan. Dia langsung menjamu kami, haha. Tak terasa, waktu berlalu begitu cepat—dulu, dia masih sangat kecil."
Azam berdeham. "Ekhem... jadi, kalian ke sini untuk?"
"Apa Abah lupa? Kita harus mendiskusikan tentang TCG. Anggotanya sudah lebih dari 200.000 orang." ucap Ami
"Oh, soal itu ya," balas Azam santai.
Ami menghela napas panjang. "Kenapa Abah bisa sesantai ini? Kalau Abah ingin menikmati masa pensiun, harus dipikirkan dari sekarang. Apalagi umur Abah sudah 24 tahun, dan rencananya Abah akan menikah empat tahun lagi, kan? Kita harus segera mencari seseorang yang bisa mengurus semua ini."
"...."
Ami melanjutkan dengan nada ragu. "Abah... Abah tidak berniat membubarkan TCG, kan?"
Keempat orang lainnya tampak terkejut mendengar pernyataan Ami.
Azam tetap dengan wajah datarnya. "Kamu mempertanyakan keputusanku?"
Ami menelan ludah. "Ti—tidak, bukan itu maksudku... Ta—tapi..."
Sebelum Ami menyelesaikan kalimatnya, Azam menyela. "Aku tahu. Tidak mungkin membubarkan TCG setelah sejauh ini."
Sebenarnya, bukan karena Azam tidak bisa membubarkan TCG. Bukan juga karena ia takut perjuangannya sia-sia. Namun, dengan jumlah anggota yang begitu besar, TCG tidak bisa dibubarkan begitu saja. Jika dipaksa bubar, mereka akan membentuk kelompok-kelompok kecil yang lebih sulit dikendalikan—bahkan bisa menjadi ancaman bagi masyarakat.
"Aku... ekhem... Abah akan mendirikan 5 Guardian."
Ami terkejut. Ia mengira Azam akan menunjuk seorang pewaris atau pengganti, tetapi ternyata Azam memilih membentuk lima Guardian—lima sosok yang akan menjadi pilar utama TCG.
Dengan sistem ini, Azam tetap berada di posisi absolut hingga kepergiannya. Setelah itu, kelima Guardian akan bertanggung jawab memilih kandidat penerus. Walaupun Azam sadar akan kemungkinan munculnya masalah setelah kepergiannya, ia telah mempersiapkan langkah-langkah pencegahan.
"Abah juga akan mendirikan sembilan Inspektur (Tetua) untuk memastikan semuanya berjalan sesuai aturan. Jadi, tidak ada lagi yang perlu dipertanyakan," ujar Azam tegas
Pernyataan itu menegaskan bahwa keputusannya sudah final. Keempat anggota TCG yang hadir hanya bisa terdiam—tak ada yang berani membantah atau mempertanyakannya lebih lanjut.
Rapat berlangsung lancar, membahas berbagai hal penting sebelum akhirnya mereka berpamitan dan pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Paola Uchiha 🩸🔥✨
Ngakak guling-guling 😂
2025-03-08
0