"Bu, anakku..."
"Bu, anakku..."
Amanda menarik lengan orang-orang di sebelahnya. Richard dituntun supaya jalan terus, membawa jenazah Aini ke kuburan. Tapi Richard taragak cuek aja.
Entah napa, hatinya kosong bana. Apalagi pas tanah mulai menimbun tubuh mungil anaknya. Richard masih berperang dengan pikirannya sendiri.
"Kenapa ini? Ada yang benar-benar aneh di hatiku," gumam Richard.
Sesudah pemakaman, orang-orang pun pulang. Amanda tadi tak diizinkan ikut ke kuburan.
Sampai di rumah, suasana makin kacau. Kakak dan adik Richard malah membela Ratna, melawan Amanda. Sementara, keluarga Amanda masih dalam perjalanan.
"Alah, kami aja aman makan pisang. Cuma anak kau aja yang mati," celetuk kakak Richard.
"Harusnya sih ndak bakal mati hanya karena pisang," tambahnya lagi.
Amanda yang sedang dipegang langsung bereaksi.
"Ibumu pembunuh!!" teriak Amanda.
"Ibu cuma mencoba-coba aja. Kau kan tahu ibu sering jadi pembicara," jawab Bu Ratna santai, tanpa ada rasa bersalah.
"Ibu cuma ingin mencoba aja. Apakah yang ibu lakukan dulu masih aman dilakukan sekarang."
"Ndak ada yang salah. Cuma kebetulan aja kecelakaan tak terduga," tambahnya.
"Amanda, kita ini keluarga. Kau sudah kuanggap anakku sendiri. Berarti aku ibumu juga kan? Ndak selayaknya kau bersikap kayak gini padaku."
"Aku juga sedih cucuku meninggal," ujar Bu Ratna.
Amanda melepaskan diri dari pegangan orang-orang dan langsung lari menuju mobil.
"Amanda! Mau ke mana kau!" teriak Richard, tapi Amanda tak peduli.
Ratna tiba-tiba menangis histeris.
Richard merasa ada yang aneh dalam hatinya. "Kenapa rasanya kayak ada yang hilang?" gumamnya.
Richard pun masuk ke kamar. Bau minyak telon masih tercium.
"Kenapa aku jadi rindu sama anakku," gumamnya lagi.
Dua jam berlalu. Suara gaduh terdengar lagi. Richard langsung keluar kamar.
"Aku sudah melaporkan ini ke polisi! Yang bersalah harus dihukum!" teriak Amanda.
Orang-orang langsung terkejut.
"Kau laporkan ibuku? Kau laporkan mertuamu sendiri? Kau gila, Amanda! Sudah hilang akal!" bentak Arin, kakak Richard.
Amanda tak menjawab. Dia tetap berjalan, melewati Richard.
"Dasar menantu durhaka!" teriak Lisa, adik Richard.
Amanda berbalik. "Kalian semua, silakan pulang. Aku mau istirahat," ucapnya pelan.
Arin dan Lisa wajahnya memerah.
"Kau berani??" Arin maju, tapi Richard langsung menahannya.
"Sudah..." kata Richard pelan.
Ratna menatap anaknya dengan tajam. "Kau membela istrimu itu?" tanyanya.
Richard menggeleng. "Biarkan dia istirahat dulu, Bu. Amanda juga manusia, butuh ketenangan."
"Sekarang aku tanya sama Ibu, apa Ibu kuat kalau ini terjadi sama Ibu?" tanya Richard. Ratna salah tingkah.
"Istri yang kau bela itu sudah melaporkan Ibu ke polisi. Kau mau biarkan Ibu masuk penjara?" tanya Arin.
Richard menggeleng. "Nanti kita urus soal itu. Tapi untuk sementara, jangan ganggu Amanda dulu. Biarkan dia tenang."
Arin membuang muka. Richard melihat Amanda yang kini begitu lemah. Tatapannya kosong. Seakan dia tak ada lagi di dunia ini.
"Ah, perasaan ini tak boleh ku biarkan lama-lama. Cukup hari ini saja," gumam Richard.
Arin dan Lisa masuk ke kamar masing-masing. Begitu juga dengan Ratna.
Sekarang, hanya Richard yang masih duduk di ruang tamu. Tetangga sudah pulang, begitu juga keluarga lain.
Richard mencoba berbaring di sofa sambil menonton televisi.
"Semoga masalah ini cepat selesai," ucap Richard dalam hati.
Baru saja hampir tertidur, terdengar suara ketukan di pintu.
Richard langsung bangkit.
"Siapa malam-malam begini?" pikirnya.
Saat pintu terbuka, wajahnya langsung pucat.
"Alamak, matilah aku..."
"Mama?" tanya Richard.
BUGH!
Satu bogem mentah mendarat di perutnya.
BUGH!
Satu kali lagi, kali ini tepat di wajahnya. Entah berapa gigi yang akan patah.
"Keluargamu sudah membunuh cucuku!" teriak Melisa, ibu Amanda, penuh emosi.
Sementara itu, Rangga, abang Amanda, masih ingin memukul Richard lagi.
Richard mencoba menahan tangan Rangga, tanda menyerah.
Tiba-tiba, Ratna keluar dari kamarnya. "Eh, berani kali kau memukul anakku!" teriaknya, langsung memeluk Richard.
"Bang!" Amanda langsung berlari memeluk Rangga.
"Ada abang di sini, dek. Ada abang," ujar Rangga sambil mengelus kepala Amanda.
Sementara itu, Bu Melisa melangkah ke arah Ratna.
"Oh, jadi ini yang membunuh cucuku?" tanyanya sinis.
"Jaga mulutmu! Aku ndak membunuh! Aini meninggal karena sesak nafas, bukan salah aku!" bentak Ratna.
"Kau penyebabnya!!" teriak Melisa.
"Sudah, Bu, sudah," Richard berusaha menenangkan.
Tapi Ratna malah berteriak. "Amanda, kau laporkan aku ke polisi, ya? Baiklah, kalau gitu aku juga akan laporkan abangmu! Dia sudah memukul anakku!"
Mata Amanda menatap Ratna tajam.
"Laporkan saja!" Rangga menyahut.
Richard mencoba menarik ibunya masuk ke kamar. Dia tak mau ada keributan lagi.
Tak lama, polisi pun datang, membawa surat panggilan untuk Ratna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments