Tatapan Ardan menghunjam tajam, raut wajahnya menggelap. Dia menggeram pelan. Tangannya masuk ke saku celana.
"Kau ingin bicara sekarang tapi tak yakin bisa pulang dengan utuh. Atau kita bicara nanti, tempat dan waktu aku tentukan? Pilihan ada padamu. Jangan salah pilih. Dan juga jangan salahkan aku jika pilihan mu salah".
Suara Ardan penuh penekanan dan tersirat ancaman dalam perkataannya.
Angel menelan ludah dengan takut. Baru kali ini dia melihat aura menakutkan dari seorang Ardan.
"Oke, kita bicara nanti. Aku pergi sekarang!"
Tanpa menoleh lagi, Angel bermaksud meninggalkan tempat itu. Namun sebuah tangan mencekalnya, dan memaksanya berbalik.
"Tunggu... Kau harus jelaskan semuanya sekarang!" Tangan Soraya yang mencekal Angel.
Dengan takut, Angel melirik ke arah Ardan kemudian kembali menatap Soraya. Dia meremas jarinya dan menggigit bibirnya.
"Eng... Tidak ada yang harus ku jelaskan padamu. Ini urusan antara aku dan Ardan". Elak Angel ketika lewat sudut matanya dia melihat Ardan seperti elang yang sedang mengamati mangsanya.
" Lalu apa maksudmu tadi ingin bicara di depan ku supaya aku tahu semuanya? Apa yang ingin kau katakan tentang 'malam itu'? Lalu kau mengklaim suami seseorang sebagai milikmu di depan istrinya, dan kau ingin pergi begitu saja tanpa harus menjelaskan apa maksud dari perkataanmu itu? Hei... Aku bicara padamu!"
Soraya berteriak saat Angel tak menghiraukannya dan pergi begitu saja bahkan tak menoleh sama sekali.
Soraya berbalik, bermaksud meminta penjelasan dari Ardan yang ternyata sudah menghilang dari hadapannya. Mungkin perhatiannya terfokus pada Angel tadi sehingga dia tidak menyadari kepergian Ardan.
Kecurigaannya semakin menjadi dengan sikap Ardan yang terkesan menghindarinya.
Akan sampai saatnya semua menjadi jelas. Dan Soraya akan menentukan keputusan besar dalam hidupnya.
________ Helna_______
"Kau yakin ada yang disembunyikan Ardan darimu?"
Lusi menatap Soraya penasaran.
Sekarang mereka sedang makan siang di sebuah restoran. Mereka duduk dalam ruangan pribadi yang terhalang kaca dengan ruangan lain di restoran itu. Sehingga mereka masih dapat melihat keadaan di sekeliling restoran. Setelah pertemuan satu bulan yang lalu di cafe For Love, mereka memang tak pernah bertemu lagi. Karena kesibukan masing-masing.
Soraya mengangguk.
Menghela napas berat, Lusi menggeleng.
"Aku menyesal mendukungmu untuk menerima lamarannya dulu".
" Sudahlah, jangan menyesali apa yang sudah terjadi. Lagipula itu bukan salahmu. Kau cuma mendukung, yang mengambil keputusan tetap diriku. Aku lah yang harus menerima semua resikonya. Aku cuma bisa berharap, hubungan kami bisa lebih baik dan dia bisa setia padaku".
Lusi menatap prihatin pada sahabatnya. Bukan harta, mertua, atau ipar yang menjadi masalah dalam rumah tangganya. Tapi kesetiaan yang hampir sulit diharapkan dari suaminya.
"Bagaimana jika kecurigaan mu terbukti? Apa yang akan kamu lakukan?"
"Entahlah, aku belum tahu! Hah, sudahlah, berhenti membicarakan aku. Bagaimana dengan mu? Bisnismu lancar?"
Lusi mempunyai beberapa butik dan toko perhiasan. Barang-barang di butik dan tokonya adalah barang branded dan limited edition. Hanya untuk kalangan atas yang kekayaannya tak akan habis tujuh turunan.
Karena itu Lusi sangat sibuk pergi ke luar negeri untuk mengurus bisnisnya yang memiliki kolega dari berbagai belahan dunia.
"Alhamdulillah lancar. Aku sedang melobi sebuah new comer yang memiliki kemampuan yang unik dalam desain perhiasan. Sangat sayang untuk dilewatkan. Aku bisa pastikan dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang produk yang dihasilkannya akan menjadi brand terkenal. Bagaimana, mau ikut saham?"
Kemampuan Lusi dalam menilai kemampuan seseorang tak diragukan lagi. Soraya selalu percaya pada penilaiannya. Karena itu, setiap kali Lusi menawarkan untuk ikut ambil saham dalam sebuah kerjasama, Soraya pasti akan ikut.
Soraya punya banyak tabungan karena dia tidak seperti istri para bos lainnya yang suka shoping. Dia lebih suka menggunakan uangnya untuk investasi.
Memiliki suami player seperti Ardan, Soraya berpandangan jauh ke depan. Dia tak berani berharap akan selamanya menjadi istri Ardan. Dia sadar kalau perilaku suaminya cepat atau lambat akan menimbulkan tsunami bagi bahtera rumah tangganya.
Dia hanya sebatang kara. Jika sewaktu-waktu Ardan membuangnya, dia tak mau menjadi gembel. Dia hanya harus memanfaatkan apa yang sekarang dimilikinya untuk jaminan masa depannya.
Semua saham yang dimilikinya pasti atas namanya. Dan Ardan tidak tahu itu. Semua dikelola oleh pengacara handal yang juga tak diketahui suaminya. Seorang pengacara terkenal, yang memiliki klien orang-orang penting, di dalam maupun di luar negeri. Pengacara ini sangat sulit ditemui. Soraya sendiri belum pernah bertemu, semua transaksi mereka melalui asistennya yang berada hampir di semua negara maju.
"Boleh. Aku selalu percaya pada penilaianmu yang tak pernah meleset".
" Hampir... Kata itu yang tepat. Hampir tak pernah meleset. Karena penilaianku terhadap Ardan meleset. Dan aku tahu, kamu berusaha menerima Ardan saat itu karena percaya penilaianku kan?"
Soraya tersenyum tipis, dia tak menyangkalnya.
"Lho kenapa balik ke masalahku lagi sih".
" Maaf, tak bermaksud begitu". Lusi merasa tak nyaman.
"By the way... Kapan kamu menikah? Ga bosan jomblo?"
"Ga ah... Enakan gini. Senang hati begini. Daripada... ".
Kata-kata Lusi terhenti.
" Iya... Aku paham. Daripada seperti rumah tangga ku kan? Lus, takdir orang itu beda-beda. Tuhan mentakdirkan aku seperti ini, bukan berarti kamu juga akan mengalami takdir serupa. Saudara kembar aja beda jalan hidupnya. Apalagi kita yang hanya sahabat".
"Jangan bilang hanya sahabat. Aku sakit hati, lho! Aku sudah anggap kamu saudara aku. Setiap penderitaan kamu, aku juga ikut menderita".
" Iya... Jangan mewek kayak gitu. Ga cakep... Jelek tau!" Ledek Soraya sambil tersenyum jahil.
"Sialan... Bilang aku jelek. Kamu tuh yang jelek!'
Tak terasa waktu makan siang berakhir. Orang-orang sudah banyak yang kembali ke kantor. Tapi dua sahabat itu masih asik bercengkrama.
Beep... Beep... Beep
Beberapa pesan masuk. Soraya memeriksanya.
Raut wajahnya berubah. Senyumnya memudar. Dia menatap datar layar ponselnya.
Lusi yang melihat perubahan pada Soraya segera mengambil ponsel dari tangan Soraya.
Dia melotot melihat foto dan video yang dikirim oleh orang yang tak dikenal.
Bukan... Bukan masalah siapa pengirimnya. Yang jadi masalah adalah orang yang ada di foto itu.
Itu foto Ardan dan Angel!
Yang lebih menyakitkan adalah isi video yang menampilkan saat mereka melakukan perbuatan terlarang itu. Bagaimana mereka saling berpacu mencapai kepuasan. Menjijikan!
Dan yang paling membuat Soraya merasa terpukul adalah surat keterangan dari klinik obstetri.
Soraya diam membisu.
Lusi mendekati sahabatnya dan memeluknya.
Soraya yang awalnya diam perlahan tubuhnya bergetar, dia membalas pelukan Lusi dan terisak pelan.
"Menangis lah sepuasnya hari ini. Menangis lah untuk kekalahan dan kehilangan. Menangis lah... Jika dengan menangis bisa membuat dadamu terasa lebih lapang. Menangislah saudariku! Tapi cukup sampai di sini. Apapun keputusanmu, aku akan selalu mendukungnya. Tapi sebelumnya tenangkan dirimu, agar keputusan yang kau ambil bukan keputusan yang tergesa-gesa. Menangislah... Biarkan aku memelukmu agar dapat sedikit mengurangi kesakitanmu walaupun hatiku juga terasa pedih!"
Tangis Soraya pecah. Dia meraung untuk semua kesakitan yang dirasakannya, untuk semua penderitaan yang ditahannya, untuk cintanya yang dikhianati.
Biarlah dia menangis untuk yang terakhir kali. Karena besok dia akan mengangkat kepalanya dan tak akan lagi membiarkan orang lain menyakitinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Cut Nyak Dien
ws g nisa ngebayanginnya. emng gitu nek nikah sma player hrs siap siaga
2021-12-15
0
Marlida Yusuf
ya ialah bisa mati kalau di tahan ambil jalan terbaik pisah
2021-10-08
0
re
Lusi sahabat sejati
2021-08-04
0