11.Kebencian Jessi

Jessi menegang saat seseorang berjalan menghampirinya. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain saat orang itu kini berada tepat di depannya.

"Gadis yang malang," ucap orang itu tersenyum sinis menatap Jessi yang tampak lusuh.

"Bukan urusan anda," ketus Jessi dengan suara terdengar serak karena kelamaan menangis.

"Kamu menangis?," gelak orang itu terdengar

seperti ejekan.

"Farid tidak mengenalimu bukan?. Itu karena dia sudah melupakan kamu dan ibumu yang tidak berguna itu. Ibumu yang sok sokan menikah dengan orang yang terpandang. Biar apa coba kalau bukan untuk hidup enak, ya kan?," hina orang itu dengan tajamnya.

Jessi tersenyum miring mendengar ucapan penuh percaya diri dari orang itu."Aku dan ibuku tidak butuh pria pengecut seperti dia. Justru aku berterima kasih kepada Tuhan karena sudah menjauhkan aku dari orang- orang toxic seperti kalian," jawab Jessi dengan dada bergemuruh hebat mendengar hinaan dari wanita yang merupakan Kakak dari Papa kandungnya. Wanita yang menjadi dalang dari perpisahan dari papa dan ibunya.

"Heh... tapi yang aku lihat tidak seperti itu. Kamu menangis karena merindukannya kan?," ucap wanita itu bersedekap di depan dada menatap Jessi dengan tatapan sinis.

"Asal anda tahu saya menangis itu karena saya menyesali lahir sebagai anak dari adik anda," jawab Jessi dengan lantangnya.

"Kau--

"Apa?. Anda tenang saja, saya tidak berniat sedikit pun untuk mengakui jika saya adalah putri dari Farid Narendra. Saya bahkan sangat membencinya," ucap Jessi penuh penekan dan tatapan tajam penuh kebencian.

Setelah mengatakan semua itu Jessi segara meninggalkan wanita yang merupakan Kakak dari Papa kandungnya itu. Kebenciannya pada sang Papa dan keluarganya semakin mendalam. Sungguh selama ini ia tidak pernah berharap dipertemukan dengan pria yang sudah membawanya kedua ini namun mencampakkannya begitu saja setelah ia dilahirkan ke dunia ini. Baginya selama ini Papanya sudah tiada.

"Mereka pikir mereka itu siapa?. Aku dan Ibu tidak butuh mereka, aku bisa hidup tanpa pria itu," gerutu Jessi saat lift bergerak turun ke lantai empat. Ia tidak butuh Papanya tapi Ibu-- ibunya sampai detik ini ia yakini jika Ibunya masih memikirkan Papanya.

Sesampainya di lantai empat, ia segara masuk ke ruangannya mengambil tasnya dan berniat untuk segara pulang. Ia yakin atasannya juga sudah pulang karena jam sudah menunjukkan pukul 17: 45 sore. Ia harus segara pulang, Ibunya sendirian di rumah.

Saat ia keluar dari ruangannya ia dikejutkan dengan atasannya yang sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan tajamnya. Ia yakin sekali atasannya itu saat ini pasti marah besar padanya karena menghilang begitu saja disaat jam kerja. Tapi ia butuh suasana tenang untuk meluapkan emosinya. Ia tidak bisa menahannya atau pekerjaannya bisa berantakan.

"Dokter-- Rei-han," gumam Jessi kesulitan menelan saliva nya. Jujur ia takut dengan tatapan tajam Dokter Reihan padanya saat ini seakan-akan ingin mengulitinya.

"Darimana saja kamu?, aku menggaji mu untuk bekerja bukan keluyuran," ucap Reihan yang masih menatap gadis uang ada dihadapannya itu dengan tajam.

"Maafkan saya Dokter, saya tadi ada keperluan lain," jawab Jessi.

"Dan kamu pikir aku peduli?. Ini terakhir kalinya saya mengingatkanmu. Jika setelah ini kamu tetap bertingkah seenaknya seperti ini bersiaplah untuk angkat kaki dari sini," ucap Reihan dengan tegas. Ia tidak suka bawahan bekerja seenaknya seperti ini. Seharusnya Jessi ikut dirinya untuk melakukan operasi satu dua jam yang lalu tapi gadis itu tidak ia temukan di mana pun di rumah sakit ini.

"Saya janji-- Jessi tidak lagi melanjutkan ucapannya karena tiba-tiba saja Reihan pergi begitu saja meninggalkannya.

Jessi menghela nafas beratnya, jika saja ia tidak butuh uang yang banyak. Diawal bekerja ia sudah langsung mengundurkan diri. Ia yakin lusa ia akan kembali bertemu dengan Papanya itu.

***

Reihan memasuki apartemen miliknya, ia malam ini sengaja pulang kesini karena di kediaman orangtuanya tidak ada siapa-siapa. Siang tadi Maminya mengabarkan jika beliau menemani Papinya keluar kota dalam rangka perjalanan bisnis. Sejak dulu Papinya itu tidak mau berjauhan dari Maminya. Ia sangat salut dengan besarnya cinta Papinya pada Maminya. Dan ia berharap suatu hari nanti ia akan memiliki istri yang sifatnya seperti Maminya.

Reihan merebahkan tubuhnya diatas ranjangnya. Tubuhnya sangat lelah karena aktivitasnya seharian di rumah sakit. Reihan kembali duduk saat teringat sesuatu. Pria itu melangkah menuju lemari dan mengambil sebuah jaket hoodie milik seorang gadis yang pernah menyelamatkannya yang saat itu menggigil kedinginan karena kehujanan saat menunggu jemputan dari orang kepercayaan Papinya dua belas tahun yang lalu. ia tidak mengenali gadis itu karena saat itu gadis itu memakai masker.

Hampir setiap bulannya Reihan pergi ke tempat kejadian dimana ia bertemu gadis itu tapi hingga kini ia tidak lagi bertemu dengannya. Reihan menatap hoodie berwarna merah muda itu dan mengusapnya. Ia ingin sekali mengembalikan Hoodie ini ke pemiliknya dan sekalian ingin bertemu langsung dengan gadis itu.

Reihan kembali menutup lemari dan berjalan menuju balkon kamarnya. Bertahun lamanya ia berharap bisa bertemu dengan gadis itu namun takdir sepertinya belum mempertemukan mereka.

Tring

Aiden is calling...

Reihan segara mengangkat panggilan masuk dari sepupunya itu.

"Ya Aiden...," ucap Reihan saat panggilan masuk terhubung.

"Rei...aku jalan ke rumah, aku menginap di sana. Males pulang karena di rumah tidak ada siapa-siapa. Bunda dan Papaku ke rumah Nenek," jawab Aiden.

"Menginap saja. Di rumah juga tidak ada siapa-siapa. Mami ikut Papi keluar kota," ucap Reihan.

"Kenapa sih para orang tua hobi sekali bepergian?," gerutu Aiden.

"Tanya Bunda kamu Ai," jawab Reihan sekenanya. Ia tidak pernah memikirkan hal itu karena yang ia tahu kedua orangtuanya memang kemana-mana selalu pergi bersama dan menurutnya itu wajar.

"CK...kamu di rumah kan Rei?," tanya Aiden.

"Tidak. Di apartemen," jawab Reihan.

"Rei... kenapa baru bilang sih. Aku sudah hampir sampai di rumah kamu," gerutu Aiden langsung menginjak rem mobilnya.

"Katanya kamu mau menginap di rumah kan?," jawab Reihan.

"Ya untuk apa?, di rumah kamu juga tidak ada siapa-siapa Rei. Aku ke apartemen kamu ya," ucap Aiden.

"Hum"

"Aku ke sana sekarang," ucap Aiden langsung mematikan panggilan teleponnya secara sepihak membuat Reihan kesal setengah mati.

Sementara itu Jessi baru saja sampai di kediamannya dan memasukan motornya ke dalam rumah. Gadis itu langsung menemui sang ibu di kamarnya tampak tertidur lelap.

"Sabar Bu, nanti setelah aku gajian aku akan bawa Ibu ke rumah sakit," batin Jessi. Hanya Ibunya yang ia punya di dunia ini, wanita yang sudah berjuang untuknya selama ini.

Setelah memastikan keadaan sang Ibu baik-baik saja, Jessi melangkah menuju kamarnya dan sebelum itu ia meletakkan makan malam yang tadi ia beli. Rencananya ia ingin makan bersama dengan sang Ibu tapi Ibunya sudah tidur.

...****************...

Terpopuler

Comments

Ida Yantea

Ida Yantea

kok wanita itu manggilnya om???sedng dia kk dri papanya jessii🤔🤔🙏

2025-03-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!