DAAP 17

Malam itu, Sofia duduk di ruang kerjanya yang mulai terasa seperti studio kecil. Mesin jahit berdengung pelan, jarum bergerak menembus kain, dan lampu meja menerangi setiap detail jahitannya. Ia tengah menyelesaikan pesanan dari teman-teman Rena, tenggelam dalam pekerjaannya, hingga tiba-tiba ponselnya berdering.

Sofia menghela napas dan meletakkan jarumnya. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di meja, melihat layar, lalu sedikit terkejut.

"Ayah?" gumamnya pelan.

Tanpa ragu, ia segera mengangkat panggilan itu. "Halo, Yah?"

Suara berat dan tenang dari seberang terdengar, "Sofia, bagaimana kabarmu?"

Sofia tersenyum tipis. "Baik, Yah. Ada apa menelfon malam-malam begini?"

"Kita perlu bicara. Bisa bertemu besok?" suara Doni terdengar serius.

Sofia terdiam sejenak. Ia tahu apa yang akan dibicarakan oleh ayahnya. "Tentang perceraianku dengan Robin, kan?"

"Besok kita bicarakan lebih lanjut," jawab Doni tanpa menyangkal.

Sofia menarik napas panjang. Ia sudah menduga ini akan terjadi. "Baiklah, kita bisa bertemu besok. Di mana?"

"Di restoran biasa. Jam makan siang."

"Baik, Ayah. Sampai besok," ucap Sofia sebelum menutup telepon.

Setelah panggilan berakhir, Sofia meletakkan ponselnya di meja dan menatap mesin jahit di depannya.

"Pasti Ayah ingin membujukku agar kembali ke Robin," gumamnya pelan.

Dulu, Sofia selalu menurut. Dulu, ia selalu diam. Tapi kali ini? Tidak.

"Aku tidak akan tinggal diam lagi."

Sofia merapikan kain yang sudah dijahit dan menutup mesin jahitnya. Malam ini, ia akan beristirahat dengan baik, karena besok ia harus menghadapi ayahnya—dan mempertahankan keputusannya.

****

Pagi itu, setelah menyelesaikan beberapa potong dress, Sofia melirik jam di dinding. Waktu menunjukkan hampir tengah hari. Ia menghela napas dan bangkit dari kursi, merapikan dress yang baru saja ia buat dan memutuskan untuk mengenakannya.

Dress tersebut berpotongan simpel namun elegan, menonjolkan keanggunannya tanpa kesan berlebihan.

Dress ini adalah hasil desainnya sendiri, dan ini adalah kesempatan untuk mempromosikannya secara tidak langsung.

Setelah memastikan penampilannya di depan cermin, Sofia mengambil tasnya dan segera bergegas keluar apartemen.

Dengan mengendarai mobil Honda Jazz miliknya, mobil itu melaju menuju restoran langganan keluarganya. Perasaan campur aduk memenuhi pikirannya. Ia tahu pembicaraan nanti tidak akan mudah, tapi ia sudah siap.

Setibanya di restoran, Sofia memarkirkan mobilnya lalu melangkah masuk. Pandangannya segera menangkap sosok Doni—sang ayah—yang duduk di sudut ruangan. Namun, yang membuatnya sedikit terkejut adalah kehadiran ibunya, Leta, yang juga ikut serta dalam pertemuan ini.

Sofia menarik napas dalam, lalu dengan langkah percaya diri, ia berjalan menuju meja tempat kedua orang tuanya menunggu. Saat ia melangkah, beberapa pasang mata melirik ke arahnya, entah karena penampilannya atau dress yang ia kenakan.

"Sofia," suara Leta terdengar begitu lembut, meski di baliknya tersirat ketegasan seorang ibu.

Sofia tersenyum tipis, lalu duduk dengan anggun di kursi yang telah disiapkan. Seorang pelayan datang membawakan menu, tetapi tidak ada yang langsung memesan. Hening menyelimuti meja selama beberapa detik, hingga akhirnya Doni membuka suara.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya dengan nada berat.

"Baik, Yah," jawab Sofia singkat.

Leta menatapnya dengan penuh perhatian. "Sofia, kau benar-benar ingin bercerai dari Robin?"

Sofia mengangkat wajahnya, menatap langsung ke arah ibunya. "Ya, Bu. Aku sudah memutuskannya."

Doni menatap putrinya dengan serius. "Sofia, apa kau benar-benar sudah yakin dengan keputusan ini?" tanyanya sekali lagi.

Tanpa ragu, Sofia mengangguk. "Ya, Ayah. Aku sudah mempertimbangkannya matang-matang. Aku ingin bercerai dari Robin."

Leta yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. "Sofia … kau dan Robin sudah bersama selama lebih dari dua puluh tahun. Perceraian bukan hal yang mudah. Apakah tidak ada cara lain?"

Sofia tersenyum tipis, tapi di balik senyumnya, ada luka yang telah mengering. "Ibu, aku sudah bertahan selama dua puluh tahun. Aku pikir Robin hanya bersikap dingin karena perjodohan kami, tapi ternyata sejak awal dia memang tidak pernah mencintaiku. Aku hanya dijadikan alat untuk melahirkan anak-anaknya."

Doni dan Leta terdiam. Mereka mungkin sudah menebak hal ini sejak lama, tapi mendengar Sofia mengatakannya dengan gamblang tetap saja menyakitkan.

"Aku juga baru saja menemukan bukti perselingkuhan Robin," lanjut Sofia. "Itu baru satu. Aku masih menyimpan lebih banyak."

"Apa?!"

Kemudian Sofia memperlihatkan di mana video Robin dan Vanessa di sebuah kamar hotel.

Mata kedua orang tua Sofia melebar, mereka sungguh terkejut. Mereka pikir Vanessa hanyalah sahabat dari Robin.

"Ja—jadi mereka ...."

"Ya, Bu!" Sofia memotong cepat ucapan sang ibu.

Leta menghela napas panjang. "Kenapa kau tidak memberitahu kami lebih awal, Sofia? Kalau sikap Robin seperti itu padamu."

Sofia menatap ibunya. "Karena dulu aku terlalu takut. Takut dianggap gagal sebagai istri. Takut mengecewakan Ayah dan Ibu. Tapi sekarang, aku sudah selesai menjadi wanita yang hanya diam dan menerima semuanya."

Doni menatap putrinya dengan ekspresi sulit diartikan. Namun, kali ini ia tidak lagi mencoba membujuk Sofia untuk berubah pikiran. Ia tahu putrinya sudah membuat keputusan.

"Sofia," kata Doni dengan suara tegas. "Jika kau sudah yakin, maka kami tidak akan menahanmu lagi. Tapi bagaimana dengan anak-anakmu? Mikaila dan Reno?"

Sofia tersenyum tipis. "Aku sudah memikirkan itu, Ayah. Aku ingin meminta satu hal dari kalian. Tolong, jangan membahas perselingkuhan Robin dan Vanessa di depan mereka. Biar aku sendiri yang memberitahu mereka, pada waktu yang tepat."

Leta tampak ragu. "Tapi Sofia, mereka harus tahu siapa ayah mereka yang sebenarnya."

Sofia mengangguk. "Aku tahu, Bu. Tapi aku ingin melakukannya dengan caraku. Aku ingin mereka mendengar langsung dariku, bukan dari orang lain. Dan saat ini, mereka lebih memihak Vanessa, jadi mungkin mereka tidak akan percaya padaku."

Doni mengangguk pelan. "Baiklah. Kami akan menghormati keinginanmu."

Leta masih terlihat khawatir, tapi ia tidak berkata apa-apa lagi. Sofia bisa merasakan ketegangan di antara mereka, tapi setidaknya kali ini ia tahu bahwa orang tuanya mendukungnya.

Tak lama kemudian, pelayan datang membawa pesanan mereka. Percakapan mulai mengarah ke hal-hal lain.

Setelah berbincang panjang dengan kedua orang tuanya, Sofia akhirnya berpamitan. Ia melihat raut kekhawatiran di wajah Doni dan Leta, tapi juga ada kepercayaan bahwa putri mereka bisa menghadapi semuanya.

"Sofia, kau yakin tidak mau tinggal di rumah? Rumah ini selalu terbuka untukmu," ujar Leta dengan lembut.

Doni menambahkan, "Kami hanya ingin memastikan kau tidak kesepian, Nak. Setelah dua puluh tahun menjalani pernikahan, tiba-tiba hidup sendiri bukan hal yang mudah."

Sofia tersenyum tipis, ada kehangatan di hatinya karena perhatian mereka. Tapi ia menggeleng pelan. "Terima kasih, Ayah, Ibu. Aku menghargai tawaran kalian, tapi aku ingin menjalani hidupku sendiri. Aku ingin belajar mandiri dan fokus membangun bisnisku."

Leta masih terlihat ragu. "Tapi, Sofia—"

"Bu, aku baik-baik saja," potong Sofia dengan lembut. "Aku sudah memiliki apartemen sendiri, bisnis kecil yang mulai berkembang, dan Rena yang selalu mendukungku. Aku tidak akan kesepian."

Doni menghela napas, lalu mengangguk. "Baiklah. Jika itu keputusanmu, kami tidak akan memaksamu. Tapi berjanjilah satu hal."

Sofia menatap ayahnya. "Apa itu, Ayah?"

"Jika kau mengalami kesulitan, jangan sungkan untuk datang pada kami. Kau tidak perlu menghadapi semuanya sendirian."

Sofia tersenyum hangat. "Aku janji, Ayah."

Setelah berbagi pelukan dengan kedua orang tuanya, Sofia akhirnya melangkah keluar dari restoran. Angin sore menerpa wajahnya, membawa perasaan lega dan tekad baru.

Terpopuler

Comments

Aghitsna Agis

Aghitsna Agis

alhamdullilah ortunya mendukung tinggal nanti kalau sudAh beres petceraian tinggal memikirkan menanyakan pada ortunya tentang ambesianya ditunggu kelanjutanya thor mjs

2025-03-08

3

mama_im

mama_im

untung ortunya masih berfikir rasional, kirain mau maksa buat rujuk.

2025-03-08

1

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈

knp g tnya tnng kclakaan itu apa bln saatnya

2025-03-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!