Setelah makan siang bersama Rena, Sofia berpamitan dan kembali ke mobilnya. Baru saja ia menghidupkan mesin, ponselnya bergetar. Ia melihat layar dan melihat nomor tak dikenal.
"Halo?" jawab Sofia dengan sedikit ragu.
"Selamat siang, Ibu Sofia. Ini dari rumah sakit Medical Center Rex tempat Ibu melakukan pemeriksaan kemarin. Hasil medis Ibu sudah keluar, dan dokter meminta Ibu datang untuk mendiskusikannya."
Jantung Sofia berdegup kencang. Ia mengangguk, meskipun lawan bicaranya di telepon tidak bisa melihat. "Baik, saya akan segera ke sana."
Sofia menutup telepon dan menarik napas dalam-dalam. Pikirannya mulai dipenuhi berbagai kemungkinan. Apa hasilnya buruk? Atau hanya pemeriksaan biasa? Dengan hati yang sedikit cemas, ia menancapkan gas menuju rumah sakit.
******
Setibanya di rumah sakit, Sofia langsung menuju lantai tempat dokternya berada. Setelah mengkonfirmasi kedatangannya di meja resepsionis, ia diminta menunggu sebentar. Tangannya terasa dingin.
Tak lama, seorang perawat keluar dari ruang dokter dan memanggil namanya. "Ibu Sofia Amara, silakan masuk."
Sofia berdiri, meluruskan bahunya, dan melangkah masuk ke ruangan dokter dengan tenang. Dokter wanita berusia sekitar lima puluhan dengan senyum ramah menyambutnya.
"Ibu Sofia, silakan duduk."
Sofia duduk dan menatap dokter dengan penuh harap. "Jadi, apa hasilnya, Dok?"
Dokter meletakkan sebuah map berisi hasil pemeriksaan di atas meja. "Setelah meninjau hasil pemeriksaan dan tes yang Ibu lakukan, kami menemukan adanya mioma di rahim Ibu."
Sofia mengerutkan kening. "Mioma?"
Dokter mengangguk. "Ya, mioma uteri. Ini adalah tumor jinak yang tumbuh di dalam atau sekitar rahim. Biasanya tidak berbahaya, tapi dalam beberapa kasus, mioma bisa menyebabkan berbagai gejala, seperti nyeri perut, pendarahan yang tidak normal, atau tekanan di area panggul."
Sofia merasa tubuhnya menegang. Ia mengingat beberapa bulan terakhir di mana perutnya sering nyeri, tetapi ia selalu mengabaikannya.
"Seberapa serius ini, Dok?" tanya Sofia dengan suara sedikit bergetar.
Dokter menatapnya dengan lembut. "Dari hasil pemeriksaan, ukuran mioma Ibu cukup besar dan bisa berdampak pada kesehatan Ibu jika dibiarkan. Saya menyarankan untuk melakukan operasi pengangkatan sebelum menyebabkan komplikasi lebih lanjut."
Sofia terdiam. Operasi? Ia tidak pernah menyangka bahwa dirinya akan menghadapi situasi ini.
Melihat ekspresi Sofia yang terkejut, dokter melanjutkan, "Saya mengerti ini mungkin mengejutkan, tapi keputusan ada di tangan Ibu. Jika Ibu ingin mempertimbangkannya lebih dulu, itu tidak masalah. Namun, saya menyarankan agar tidak menunda terlalu lama."
Sofia menarik napas dalam-dalam. Setelah semua yang ia lalui belakangan ini—pengkhianatan suaminya, perceraian yang akan segera terjadi, dan kini mioma—rasanya terlalu banyak hal yang harus ia hadapi sekaligus.
Namun, satu hal yang ia pelajari dari semua ini adalah bahwa dirinya lebih kuat dari yang ia kira. Ia tidak akan lari dari kenyataan.
Sofia menatap dokter dengan mata mantap. "Baik, Dok. Saya akan mempertimbangkan operasinya dan segera memberi tahu keputusan saya."
Dokter tersenyum. "Bagus. Jika ada pertanyaan atau perlu diskusi lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya."
Sofia mengangguk dan bangkit dari kursinya. Saat berjalan keluar dari ruangan dokter, ia merasa langkahnya sedikit berat.
****
Sofia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, pikirannya dipenuhi dengan banyak hal. Perceraian, pengkhianatan, penyakit yang baru saja didiagnosis.
Semua itu menumpuk di dalam benaknya seperti ombak yang terus menghantam. Selama puluhan tahun, ia begitu sibuk mengurus rumah, suami, dan anak-anaknya sampai lupa mengurus dirinya sendiri.
Sofia menarik napas panjang, mencoba menenangkan diri. Malam mulai turun, jalanan yang ia lewati semakin sepi. Lampu jalan yang redup menciptakan suasana sedikit suram. Namun, tiba-tiba, sesuatu menarik perhatiannya.
Di tepi jalan, tidak jauh dari mobilnya, seorang gadis tampak dikelilingi oleh empat pria berbadan tegap.
Bahkan dari dalam mobil, Sofia bisa melihat gadis itu sedang berusaha melawan. Gerakannya lincah, seolah memiliki dasar bela diri, tetapi jumlah lawannya terlalu banyak.
Tiba-tiba, salah satu begal menghunuskan pisau, mencoba menusuk gadis itu dari belakang.
Tanpa berpikir panjang, Sofia menghentikan mobilnya dan keluar dengan cepat. Tubuhnya bergerak lebih cepat dari pikirannya.
Bugh!
Dalam hitungan detik, ia menendang pria yang hendak menusuk gadis itu. Hantaman keras tepat di ulu hati membuat pria itu terhuyung mundur sambil meringis kesakitan.
Semua mata tertuju padanya.
Gadis yang diserang itu tampak terkejut. Sedangkan para begal menatap Sofia dengan ekspresi meremehkan.
"Hah? Siapa lo, Bu? Mau sok jadi pahlawan?" salah satu begal berkata sambil tertawa kecil.
"Kuberi kalian waktu tiga detik untuk pergi," Sofia berkata datar, matanya menatap tajam.
Para begal itu malah saling pandang sebelum tertawa terbahak-bahak.
"Lo pikir kita takut sama ibu-ibu kayak lo?" salah satu dari mereka mendekat dengan pisau terhunus. "Udah tua, sadar diri aja deh. Mending kasih semua barang lo sebelum lo kena masalah!"
Sofia menghela napas. Dasar bodoh.
Saat pria itu berusaha merampas tas selempang milik Sofia, wanita itu bergerak lebih cepat. Dengan sigap, ia menangkap pergelangan tangan pria itu, memutarnya ke belakang hingga terdengar suara.
Krak!
"Arrgghh!" pria itu menjerit kesakitan.
Tak ingin memberi kesempatan, Sofia menendang lutut pria itu, membuatnya jatuh tersungkur.
Bugh!
Brugh!
Gadis yang tadi diserang terkejut melihat betapa cekatannya Sofia. Begitu juga dengan begal itu terkejut melihat seorang ibu-ibu sangat pandai beladiri.
"Apa yang kalian tunggu? Habisi mereka!" salah satu begal yang tersisa berteriak.
Dua begal lainnya menyerang bersamaan.
Sofia menghindar dengan gerakan gesit. Salah satu pria mencoba memukulnya, tetapi Sofia dengan mudah menangkap lengannya dan membantingnya ke tanah.
Bugh!
Brugh!
Gadis yang tadi dibegal tidak tinggal diam. Dengan refleks, ia menendang perut salah satu begal yang hendak menyerangnya.
Bugh!
Kini tersisa satu pria yang masih berdiri. Wajahnya pucat melihat kawan-kawannya sudah terkapar kesakitan.
Tanpa pikir panjang, pria itu berlari kabur.
Sofia mengibaskan tangannya, merasa puas. Ototnya mungkin sudah lama tidak digunakan, tetapi tubuhnya masih mengingat teknik bertarungnya dengan baik.
Sofia merupakan mantan atlit beladiri, yang pernah mewakili negaranya untuk ke luar negeri.
Sofia menoleh ke gadis yang baru saja ia tolong. Namun, saat wajah gadis itu terlihat jelas di bawah lampu jalan, Sofia terkejut.
Gadis ini…
Sofia langsung mengenalinya. Gadis itu adalah orang yang sama yang ditemuinya di mal kemarin—gadis yang spontan memanggilnya "Mommy."
Sebelum Sofia sempat mengatakan apa pun, tiba-tiba gadis itu melompat dan memeluknya erat.
Grep!
Sofia terkejut. Ia bisa merasakan tubuh gadis itu sedikit gemetar, seolah menahan tangis.
"Aku tahu itu kamu … aku tahu itu kamu, Mom .…" bisik gadis itu dengan suara bergetar.
Jantung Sofia berdetak kencang. Ada perasaan aneh yang tiba-tiba muncul dalam dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
🍵𝒚𝒂𝒚𝒖𝒌 𝒋ᷟ𝒖ⷽ𝒐ᷟ𝒔ⷽ𝒔๎🦈
lahhh ada apa ino udang di balik bakwan yg akan mengoyang lidah dgn berbagai bumbu2 emmmmm... piye yooo
2025-03-05
3
🍒⃞⃟🦅Rivana84
woahhh kerennn Sofi 👏👏👏serba bisa bgni malah di sia2in keluarga /Slight/
2025-03-05
1
Zea Rahmat
Thor siapakah anak kembar ini
2025-03-05
1