Bab 4. Tak Sanggup

Sepeninggalan Zico, keringat dingin membasahi tubuh Aurora. Dia terbaring lemas di atas ranjang, bahkan seprai kusut dan ada bercak darah. Tubuhnya terasa remuk, setiap tarikan napas terasa seperti menusuk-nusuk. Rasa nyeri di antara pahanya semakin tak tertahankan. Sepertinya bagian sensitifnya terasa bengkak. Rintih lirih lolos dari bibir Aurora. Suara yang nyaris tak terdengar di tengah sunyi kamar.

Sementara itu Zico sudah bersih dan rapi. Dia meneriaki Aurora untul segera bersiap.“Aku sudah memintamu untuk bersiap, apa kau tuli?”

"Tuan, tubuh saya sakit. Saya tidak ada tenaga buat bangun. Maaf, Tuan. Bahkan sekedar menggerakkan pun saya tidak bisa," jawab Aurora lirih.

"Aku tidak butuh alasan, aku ingin dalam setengah jam kau sudah bersiap. Jika tidak, aku akan menjualmu lagi di pelelangan!” seru Zico kejam, dia keluar dari ruangan tersebut.

Suara pintu terbanting keras menggema di ruangan. Rasa sakit yang dirasakan Aurora terabaikan begitu saja. Tangis gadis itu pun pecah. Aurora mencoba mengangkat tangannya, dia ingin meraih sesuatu di meja. Namun, tubuhnya terlalu lelah, sehingga beranjak pun tidak bisa.

"Sakit ... sangat sakit ..." bisik Aurora suaranya tercekat oleh rasa nyeri yang tak tertahankan.

Gadis itu mencoba berpegangan pada head board ranjang. Dia mencoba bangun untuk membersihkan tubuhnya. Setelah duduk dan bersandar, Aurora segera menggeser kakinya untuk turun dari ranjang.

Aurora bertahan sekuat tenaga, dia mencoba berdiri akan tetapi kedua kakinya masih gemetar. Akhirnya dia jatuh di lantai tak kuasa menahan rasa sakitnya.

"Apa tidak ada yang menolongku? Aku tidak bisa berjalan ke toilet!" rintih Aurora, sambil melihat tubuhnya yang penuh dengan bekas kiss mark.

Akhirnya Aurora mencoba untuk berdiri lagi. Kakinya masih sempoyongan dan juga gemetar. Nyeri yang masih terasa di sekujur tubuhnya membuatnya kehilangan keseimbangan. Lagi-lagi tubuh ringkih itu terhuyung, lalu terjatuh dengan keras ke lantai yang dingin.

“Ahhh, sakit sekali!” rintih Aurora, dia semakin putus asa.

Beberapa saat kemudian, terdengar ketukan pelan di pintu. Seorang pelayan spa wanita paruh baya dengan raut wajah ramah memasuki kamar. Dia adalah orang yang Zico perintah untuk membantu Aurora. Tatapannya penuh empati saat melihat Aurora terbaring lemah di lantai.

"Nona? Apa yang terjadi?" tanya pelayan itu dengan lembut.

Aurora hanya mampu menggeleng lemah, air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Pelayan itu segera membantunya berdiri dengan menopang tubuhnya dengan hati-hati. Gerakannya lembut dan penuh perhatian.

“Mari saya bantu, Tuan Zico yang meminta saya untuk melayani, Nona!” kata pelayan tersebut.

Dengan bantuan pelayan, Aurora akhirnya berhasil mencapai kamar mandi. Pelayan tersebut membantunya membersihkan tubuhnya dengan memberikan perawatan yang dibutuhkan. Tangan-tangan lembut pelayan itu meringankan beban penderitaannya. Setelah tubuhnya bersih, pelayan itu pun merias wajah Aurora dengan make up yang ringan dan natural.

"Terima kasih," ucap Aurora lirih, suaranya masih terdengar lemah. Aurora merasa sedikit lebih baik setelah dirawat oleh pelayan spa itu. Meskipun rasa sak Bu it masih terasa.

“Sama-sama, Nona. Kalau begitu, saya permisi dulu!” Pelayan itu pamit, setelah selesai melakukan tugasnya.

Aurora mengangguk menatap kepergian pelayan tadi. Dia mengembuskan napas berat sambil melihat ke arah jendela. Dress pendek berwarna merah muda itu memang membuatnya terlihat segar dan cantik. Tetapi juga memperlihatkan dengan jelas bercak-bercak merah di dadanya dan lehernya bekas aktivitasnya bersama Zico beberapa jam lalu.

Aurora menghela napas panjang adamerasakan campuran rasa malu yang menyesakkan dada. Penampilannya memang sudah jauh lebih baik. Dia duduk di tepi ranjang, menunggu kedatangan Zico.

"Bekas ini sangat mencolok, bagaimana cara menyembunyikannya? Dress ini pun terlalu terbuka,” batin Aurora sambil meraba dadanya.

Aurora merasa sangat malu jika ada orang yang melihat bekas itu. Bayangan itu menambah rasa gelisah di hatinya. “Apa yang akan dipikirkan orang-orang nanti? Pasti mereka akan berpikir macam-macam."

"Aku seperti gadis murahan," gumamnya lirih. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa malu yang semakin menjadi.

"Ingin sekali aku menghilang dan menghindari pertemuan ini, tapi aku tidak punya pilihan lain. Aku telah terjebak dalam situasi rumit ini. Entah sampai kapan?” kata Aurora dalam hati.

Keheningan tiba-tiba terusik oleh derap langkah kaki yang datang . Pintu terbuka, memperlihatkan Zico yang berdiri tegak dengan raut wajah dingin. Lalu, diikuti Fedric asistennya yang selalu setia.

"Aurora, sudah waktunya," panggil Zico dengan nada berat memecah kesunyian.

Tubuh Aurora menegang, perasaan panik membuncah dalam dadanya. Namun, hanya diam yang mampu ia perlihatkan. Dengan susah payah ia mencoba berdiri. Akan tetapi, rasa nyeri menusuk tajam di pangkal pahanya, hingga dia terjatuh lagi di lantai.

Zico hanya menghela napas panjang, suaranya terdengar seperti desahan lelah. Ia mengamati Aurora dengan tatapan yang sulit diartikan campuran antara simpati dan kesal. Tidak ada kata-kata menghibur maupun basa-basi. Hanya keheningan yang mencekam.

"Fedric," panggil Zico akhirnya, suaranya datar tanpa emosi. "Gendong dia keluar dari ruangan ini.”

Fedric terkejut mendapatkan perintah itu.“Saya Tuan? Apa tidak apa-apa, jika saya yang melakukannya?”

“Bukankah ini perintah dariku! Lakukan sekarang, aku tidak mau telat pergi ke bandara,” jawab Zico tegas.

Fedric menghampiri Aurora. Dia mendekat dengan tatapan ragu.“Permisi, Nona. Saya akan membantu Anda. Sebelumnya saya minta maaf.”

Akhirnya, dengan sangat hati-hati Fedric mengangkat Aurora yang lemah dan tak berdaya. Tubuhnya itu terasa ringan karena memang sangat ramping. Aurora memejamkan mata, air mata itu mengalir tanpa suara membasahi pipinya yang pucat.

Gadis itu pasrah menyerahkan tubuhnya yang sakit pada Fedric. Aurora keluar bersama dengan Zico. Mereka harus berangkat ke bandara untuk melakukan penerbangan ke Italia.

Sesampainya di luar, Fedric meletakkan Aurora agar duduk di samping Tuannya. Kemudian, mereka segera berangkat meninggalkan hotel tersebut.

Aurora duduk termenung sambil melihat ke luar jendela. Pikirannya menerawang jauh membayangkan nasibnya yang akan bagaimana?

“Sesampainya di Italia nanti kau harus belajar banyak untuk menyesuaikan diri. Jangan membuatku susah, jadilah gadis yang cerdik karena aku tidak suka gadis yang bodoh. Aku sudah membelimu jadi kau harus menguntungkan untukku. Nanti aku akan memberikan tugas untukmu dan kau harus mempelajarinya dengan sungguh-sungguh. Mengerti!” kata Zico mendominasi.

Aurora menoleh dan mengangguk pelan.“Saya mengerti, Tuan. Tuan tenang saja saya akan berusaha untuk menjadi gadis cerdik seperti yang Anda inginkan. Saya akan cepat tanggap dan juga menyesuaikan diri dengan baik."

“Bagus, buktikan semua jawabanmu tadi. Jangan sampai membuatku kecewa karena aku tidak suka mempunyai pelayan yang tidak berguna,” lanjut Zico tanpa menoleh sedikitpun.

“Tuan, apa saya boleh meminta obat rasa nyeri? Bagian inti saya sangat sakit, rasanya sungguh menyiksa," kata Aurora tanpa rasa takut.

Zico melirik sekilas, dia melihat wajah sendu Aurora yang tampak sangat letih. “Fedric, mampir ke apotek untuk membeli obat rasa nyeri."

Fedric menjawab,"Baik, Tuan."

Zico melirik lagi Aurora yang memejamkan matanya. Dia ingin mengetahui asal usul gadis itu. “Apa kau tidak mempunyai keluarga?"

Aurora membuka mata, dia tersenyum miris. "Saya tidak mempunyai siapapun, bahkan saya tidak tahu asal usul saya dari mana? Aurora adalah nama pemberian dari pelelangan itu. Saya tidak tahu nama asli saya siapa?"

Zico mengerutkan dahinya, dia berpikir sesuatu dalam hati. "Apa gadis ini hilang ingatan? Aku merasakan jika dia bukan gadis biasa. Aku harus menyelidiki status sosial gadis ini."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!