Perjalanan Dewa NPC Ke Berbagai Dimensi
{versi anime}
Di alam semesta yang tak terhingga luasnya, hidup berjuta makhluk dalam berbagai bentuk dan wujud. Salah satunya adalah manusia—makhluk yang diberkahi dengan akal, rasa, dan kehendak bebas.
Di dunia manusia, mereka hidup berdampingan, meski berbeda latar dan keyakinan. Pada mulanya, mereka saling membantu, saling menguatkan. Dunia terasa damai.
Namun, seiring berjalannya waktu, manusia mulai melupakan ajaran-ajaran suci. Mereka menjauh dari nilai-nilai keilahian. Ketidaktaatan menjelma menjadi kesombongan, dan kesombongan menumbuhkan kehancuran. Para dewa, yang selama ini mengamati dari dimensi mereka, murka.
Sebagai bentuk ujian—atau mungkin peringatan—para dewa melepaskan energi suci ke seluruh penjuru dunia. Energi itu memberi manusia kemampuan untuk memanipulasi realitas. Mereka menyebutnya: Energi Ki, Keselarasan Inti.
Awalnya, sihir menjadi alat untuk kebaikan. Tapi, godaan kekuatan terlalu besar. Dalam waktu singkat, Energi Ki disalahgunakan. Kejahatan melonjak. Dunia manusia pun terjerumus dalam kekacauan.
Namun malapetaka tak hanya berhenti di dunia manusia. Di dimensi para dewa, sesuatu yang lebih mengerikan terjadi.
---
Langit retak. Tanah menghilang. Kehampaan mulai menelan istana para dewa.
“Para dewa! Cepat panggil Dewa Tertinggi! Cepat sebelum semuanya terlambat!” teriak Dewa Kebijaksanaan, berjubah hitam bersulam emas, matanya penuh kegelisahan.
Dewa Kekuatan, berotot raksasa, menatap langit yang merekah seperti kaca pecah. “Langit ini… seperti akan menyerap segalanya ke dalam kehampaan! Apa yang sedang terjadi?!”
“Aku pun tak tahu... tapi ini bukan fenomena biasa.” Dewa Kebijaksanaan menggeleng, suaranya bergetar.
“Di mana para Dewa Tertinggi?! Kenapa mereka belum juga datang?!” Dewa Kekuatan menghentak tanah, membuat gempa kecil.
Saat itulah sinar perak melesat dari kejauhan.
“Kami di sini! Kami datang secepat mungkin!” seru Dewa Cahaya, mengenakan zirah putih keperakan, langkahnya terburu-buru.
Dewa Kegelapan, sosok misterius berzirah hitam, melangkah maju dengan tenang. “Aku tahu penyebabnya. Ini adalah ramalan… dari Buku Pengetahuan Dimensi.”
“Ramalan... itu?” Dewa Kebijaksanaan terhenyak. “Jadi, semuanya benar-benar telah dimulai...”
“Ya. Ini awal dari kehancuran besar.” sahut Dewa Roh, tubuhnya transparan seperti cahaya, memegang tongkat bermata tiga.
“Lalu, bagaimana cara kita menghentikannya?” tanya Dewa Kebijaksanaan.
Dewa Cahaya tampak gugup. “E-eee… mungkin... ada satu cara.”
“Kenapa nada bicaramu aneh begitu?!” seru Dewa Kekuatan curiga.
“Ti… tidak! Aku tidak gugup!” sanggah Dewa Cahaya, wajahnya memerah.
Para dewa saling pandang. Jelas, ada yang disembunyikan.
“Ayo kita bicara di taman Dewi Bunga. Di sana lebih tenang.” usul Dewa Cahaya.
Setelah mereka duduk di kursi-kursi batu di taman yang dipenuhi kelopak tak berujung, diskusi serius dimulai.
“Kita pindah dimensi saja.” usul Dewa Kekuatan.
“Itu akan memakan waktu terlalu lama. Dan belum tentu ada dimensi lain yang aman.” jawab Dewa Kebijaksanaan.
“Bagaimana jika kita memperbaiki inti dimensi?”
“Bisa memakan ratusan tahun. Dan mungkin itu bukan akar masalahnya.” tukas Dewa Roh.
Saling silang pendapat menambah tekanan.
“Hei, ‘Dewa Bijak’ tapi kok malah bingung sekarang!” cibir Dewa Kekuatan.
“Apa kau sudah bosan hidup?!” balas Dewa Kebijaksanaan, matanya menyala.
“Eehh... maaf! Cuma bercanda! Panik, panik!”
“Aku kehilangan fokus karena sebagian kekuatanku sudah kuberikan ke manusia pilihanku.” lirih Dewa Kebijaksanaan.
“Sudah, cukup! Kita butuh solusi. Dewa Cahaya, katakan usulanmu.” desak Dewa Roh.
Dewa Cahaya menarik napas panjang.
“Satu-satunya cara... kita harus menggabungkan kekuatan kita, para Dewa Tertinggi.”
“Hanya itu?”
“Tidak.” wajah Dewa Cahaya menjadi serius. “Gabungan kekuatan itu... akan menjelma menjadi seorang bayi.”
“APA?!” empat suara menggema serempak.
“Kenapa bayi?!” tanya Dewa Roh tak percaya.
“Aku tak tahu pasti. Tapi itu tertulis dalam Buku Terlarang Dimensi. Dan itu... satu-satunya cara.”
Hening.
Lalu Dewa Kegelapan angkat bicara. “Baik. Mari kita coba. Tak ada waktu untuk ragu.”
Dewa Cahaya mengangguk. “Bentuk formasi segitiga. Kita berdiri di ujung-ujungnya.”
Mereka pun membentuk segitiga sempurna di tengah taman Dewi Bunga. Sementara itu, para dewa lainnya diperintahkan mengirim setengah kekuatan mereka dari kediaman masing-masing.
Saat ketiga Dewa Tertinggi mulai memusatkan energi mereka, guncangan hebat kembali terjadi. Dimensi bergetar. Langit memekik.
“Tetap fokus! Jika gagal, kita semua akan mati!” seru Dewa Cahaya.
“APA?! Kenapa baru bilang sekarang?!” protes Dewa Kegelapan.
“Hehehe… Lupa.”
“KAU ITU—!!!”
“Cukup! Fokus!” bentak Dewa Roh.
Energi murni mengalir di udara. Mereka hampir kehilangan kendali… sampai akhirnya—secercah cahaya menyala di pusat formasi.
Seorang bayi.
Mengambang.
Dikelilingi aura emas dan hitam yang menyatu sempurna.
“Itu dia! Bayi itu! Kita berhasil!” seru Dewa Cahaya.
Namun euforia itu tak berlangsung lama. Guncangan semakin menggila. Seolah kekuatan bayi itu menarik seluruh struktur dimensi.
“Guncangan ini... berasal dari kekuatannya sendiri!” ujar Dewa Kegelapan.
“Kalau kita tidak mempercepatnya, kekuatannya akan menghancurkan semuanya sebelum sempat menstabilkan dunia!” teriak Dewa Roh.
“Ayo! Seluruh tenaga kita—SEKARANG!”
Ketiganya menjerit, mencurahkan sisa kekuatan terakhir mereka.
“AAAAAAAAAAAAAARRRRRRRHHHHH!!!”
Ledakan cahaya menerangi seluruh dimensi. Retakan di langit sembuh. Tanah yang hilang kembali padat. Dimensi para dewa kembali lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan dunia manusia pun merasakan getarannya.
Dan bayi itu… bayi itu memancarkan kekuatan yang tak terukur. Dalam satu kedipan, 0,001% dari kekuatannya bisa menghancurkan Local Interstellar Cloud.
Para dewa berlutut, menangis.
Bencana telah berakhir.
Tapi mereka tahu, ini... baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments