"Ya Allah, ada saja cobaan mu Neng" Wak Umi segera memeluk Risa setelah Risa menceritakan semuanya pada Wak Umi.
"Saya nggak tau harus gimana lagi Wak. Rasanya udah nggak sanggup" Risa menangis di pelukan Wak Umi. Untung saja saat ini Ara sedang tidur jadi tidak bisa mendengar tangisan Risa.
Kebetulan juga di ruangan itu hanya di tempati oleh Ara karena di sebelahnya masih kosong.
"Jangan begitu Neng. Kamu pasti bisa melewati semuanya. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatNya. Wak yakin kamu bisa melewatinya seperti dulu. Kamu Ibu yang hebat untuk Ara!" Wak Umi ikut menangis melihat berapa menyedihkannya hidup Risa.
Wanita muda yang harus berjuang membesarkan anaknya seorang diri dengan cacian di mana-mana. Sekarang di tambah cobaan yang begitu berat dengan sakit yang diderita anaknya.
Menurut Wak Umi, Risa begitu istimewa di mata Allah karena bisa mendapatkan cobaan yang begitu berat di usianya.
"Tapi kenapa harus Ara yang sakit Wak, kenapa bukan saya saja? Dia masih kecil, dia belum tau apa-apa. Dia hanya anak kecil yang isi pikirannya hanya ingin bahagia. Dia bahkan belum pernah merasakan kasih sayang Papanya, tapi kenapa harus di berikan cobaan seperti ini. Apa tidak cukup dengan anak yang lahir tanpa ada Papanya saja? Kenapa malang sekali nasib anakku Wak?"
"Neng, kalau kamu yang sakit, lalu siapa yang akan mengurus Ara? Allah juga memberikan sakit itu pada Ara bukan karena tidak sayang padanya, tapi karena Allah sangat menyayangi Ara. Dia istimewa nagi Allah"
Wak Umi tau, apa yang Risa ucapkan tadi bukan karena dia tidak bisa menerima takdirnya. Tapi itu semua bentu kekecewaan Risa pada jalan hidupnya selama ini. Baru saja dia bangkit bersama Ara, tapi sudah datang lagi cobaan yang tak kalah berat dari sebelumnya.
"Sekarang lebih baik cuci muka, sebentar lagi Ara harus bangun karena harus kemoterapi untuk yang pertama kalinya. Jadi jangan terlihat sedih di depan Ara, nanti dia pasti ikut sedih!"
"Iya Wak"
🌷🌷🌷🌷
Sekuat mungkin, Risa menahan air matanya agar tidak jatuh ketika melihat obat dalam dosis tinggi itu di masukkan ke dalam tubuh Ara yang masih begitu kecil.
"Ara?"
"Iya Mama?"
"Apa rasanya sakit?"
"Enggak Mama, Ara nggak sakit kok!"
Risa tau kalau sebenarnya Ara bohong. Mana mungkin Ara tidak merasakan sakit sama sekali saat alat-alat itu di pasang pada tubuh kecilnya.
"Ara memang anak Mama yang hebat!"
"Tapi, kapan Ara pulang Ma? Ara bosan di sini, Ara mau main sama Abang!"
"Besok, Ara bisa pulang kok!" Tiba-tiba saja Fatir masuk ke dalam ruang kemoterapi.
"Dokter Fatir?" Risa menatap pria yang dua hari ini selalu menemani Ara di rumah sakit.
"Om dokter!" Ara terlihat ceria.
"Halo anak manis!" Fatir duduk di samping Ara berseberangan dengan Risa.
"Memangnya besok Ara bisa pulang beneran dok?" Tanya Risa.
"Tadi saya sudah koordinasi sama dokter Dodi, dan kita memutuskan untuk memulangkan Ara dulu sebelum kemoterapi ke dua, sekitar dua minggu lagi. Tapi Ara harus janji, Ara harus istirahat di rumah. Nurut apa kata Mama biar cepat sembuh!"
"Ara dengar apa kata dokter Fatir kan?"
"Iya Mama. Ara dengar kok!"
"Ara memang yang terbaik!" Fatir memberikan dua jempolnya untuk Ara.
"Tapi kalau Ara pulang, berarti Ara nggak bisa main sama Om dokter lagi dong?" Wajah Ara yang semula terlihat senang karena ingin pulang, mendadak menjadi sendu hingga membuat Risa dan Fatir saling bertatapan.
"Hey, kenapa Ara jadi sedih? Kan Om dokter bisa main ke rumah Ara kalau kita mau main, iya kan?"
Mata Ara kembali berbinar, kemudian gadis kecil itu menoleh ke arah Mamanya.
"Boleh kan Ma kalau Om dokter main ke rumah kita?" Ara menatap Risa dengan penuh harap.
"Boleh sayang" Jawab Ara yang tak tahan dengan tatapan Ara dan juga Fatir yang tertuju kepadanya.
"Yeee!! Asik, akhirnya Ara punya teman di rumah deh!" Ara terlihat begitu girang hanya karena Fatir yang ingin datang ke rumahnya.
🌷🌷🌷🌷
Arga merasa asing ketika dia berdiri di suatu tempat yang begitu sepi. Tempat yang begitu terang di antara ilalang yang begitu luas.
Dia melihat ke kiri dan kanannya yang begitu sepi. Benar-benar tidak ada orang sama sekali. Arga merasa seperti terlempar ke tempat yang sangat asing baginya.
Kakinya terus melangkah meski dia tidak tau ujung dari tempatnya berada saat ini. Yang jelas saat ini Arga sedang mencari cara agar bisa keluar dari tempat itu.
Tapi langkahnya terhenti ketika melihat seorang anak perempuan yang sedang bermain seorang diri.
Anak itu terlihat meniup gelembung sabun dengan posisi membelakangi Arga. Rambutnya yang panjang di kepang dua dengan baju putih bersih sebatas lutut.
Saat Arga ingin mendekat ke arahnya, gadis itu menoleh ke arahnya, tapi karena sinar matahari senja yang menyorot ke arahnya, Arga jadi tidak bisa melihat wajah anak itu dengan jelas.
"Papa??"
Degh....
Arga terkejut saat anak itu memanggilnya seperti itu. Padahal satu-satunya anak yang memanggilnya Papa adalah Keysha. Tapi Keysha tidak mempunyai rambut sepanjang itu, dan itu juga bukan suara Keysha sama sekali.
"Siapa kamu? Aku bukan Papa kamu? Di mana orang tua mu?" Arga masih belum bisa melihat wajah anak itu dengan jelas.
"Aku kangen sama Papa, kenapa Papa nggak pernah pulang? Apa Papa nggak mau sama kau?"
"Siapa kamu sebenarnya?" Arga ingin mendekat namun gadis kecil itu lebih dulu berlari menjauh dari Arga.
"Aku benci Papa!! Papa nggak sayang sama aku!!!"
"Hey tunggu!!!" Seru Arga sambil berlari mengejar gadis itu.
"Tunggu!!" Seru Arga lagi.
"TUNGGUUUU!!" Teriak Arga sampai membuat Seno yang juga ada di ruangan itu terkejut.
"Pak Arga, ada apa Pak?" Seno melihat atasannya dengan bingung.
Sementara Arga sendiri terlihat mengatur nafasnya yang memburu. Dia melihat ke sekitarnya yang ternyata sedang ada di ruangannya.
"Mimpi itu lagi!!" Arga memijit pangkal hidungnya. Dia sering kali memimpikan gadis kecil yang memanggilnya Papa seperti tadi. Tapi Arga yakin jika gadis kecil itu bukan Keysha karena rambut Keysha hanya sebatas pundak.
"Tapi siapa dia?" Arga merasa ada yang aneh dengan mimpinya itu karena bukan hanya sekali saja dia mendapatkan mimpi yang sama.
"Pak?" Seno melihat atasannya tampak kebingungan saat ini.
"Sen, pesan tiket pulang untuk besok pagi!"
"Besok pagi Pak? Bukannya rencananya kita akan kembali tiga hari lagi?"
"Pekerjaan kita sudah selesai malam ini. Kita harus pulang, kau harus melakukan sesuatu untukku!"
"Baik Pak!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Dian Isnawati
ayo arga cepet cari info ttg mantan istrimu risa utk menyelamatkan ara anakmu. walaupun ak berharap risa jodoh dokter fatir biar arga merasakan karma telah menyia2kan risa wlp dulu risa tdk baik kelakuannya kenapa arga sbg suami tdk bisa membimbing istrinya.biar arga dpt karma tdk punya anak dr istrinya fatma
2025-03-09
5
ollyooliver🍌🥒🍆
nah kalau kata " lagi" gw baru percaya kalau arga punya ikatan batin sama ara. artinya bukan pertama kali dia bermimpi..dan selalu memikirkan kejadian itu bukan seperti pd risa yg bertahun" dia tdk merasa menyesal atau memikirkan hanya karena sakit hati kan logikanya kalau cinta , setelah kehilangan cinta itu makin kuat dan dia selalu memikirkan risa bukan malah sakit hati seolah risa menghianatinya😌
2025-03-09
2
citra marwah
Q berada d antara arga dan fatir ...hahahhaha dukung arga biar sama Risa tapi harus matiin dlu s fatim,dukung fatir sama risa tapi apa mau risa menghilangkan rasa d hati nya buat Arga....aaaaaaaaa
2025-03-09
1