Wanita itu menatapnya lebih lama, napasnya melambat, seolah sedang menilai apakah Liang Fei serius atau hanya berkelakar. Namun, setelah beberapa detik hening, ekspresinya berubah. Kelopak matanya sedikit mengendur, bibirnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar.
"Jangan bilang…" suaranya lebih pelan dari sebelumnya, hampir seperti bisikan. "Kau bukan berasal dari Benua Lingxu?"
Liang Fei menggeleng. "Aku berasal dari Benua Feng."
Angin di sekitar mereka berdesir lebih kencang, dedaunan kering yang tadinya diam kini beterbangan di udara. Mata emas wanita itu membelalak, cahaya di dalamnya bergetar seperti air yang tersentuh riak. Ia membuka mulut seolah ingin mengatakan sesuatu, namun menutupnya lagi.
Sebelum ada yang sempat berbicara lebih jauh, langkah tergesa-gesa terdengar dari belakang. Kabut di antara pepohonan beriak saat seorang pria muncul dengan napas memburu. Feng Xian.
Tapi saat ia melihat wanita itu, langkahnya tersendat. Wajahnya yang tadinya penuh urgensi berubah pucat. Matanya melebar, tubuhnya menegang seperti patung batu.
Tanpa ragu, ia langsung jatuh berlutut.
"Nona Shi Yue…!" suaranya bergetar, bukan hanya karena kelelahan, tetapi karena sesuatu yang lebih dalam—rasa hormat yang mendekati ketakutan.
Wanita yang ternyata bernama Shi Yue itu menoleh perlahan. Tidak ada kejutan di matanya, seolah ia sudah menduga pertemuan ini akan terjadi.
"Kau berhasil sampai di Benua Feng?" tanyanya lembut, suaranya tenang, tetapi ada ketegangan halus yang terselip di balik nada suaranya.
Feng Xian menelan ludah, menundukkan kepalanya lebih dalam. "Benar… saya berhasil sampai di sana dan mencari bantuan." Ia kemudian menoleh ke arah Liang Fei. "Dan pria di depan Anda adalah pemimpin sekaligus penguasa Benua Feng—Kaisar Liang Fei. Beliau sendiri memilih datang secara langsung untuk menyelamatkan umat kita."
Tatapan Shi Yue kembali pada Liang Fei. Kali ini, matanya tidak hanya sekadar menilai. Ada sesuatu yang lain di sana—sebuah pemahaman baru, atau mungkin keterkejutan yang masih berusaha ia sembunyikan.
Setelah beberapa saat hening, ia akhirnya sedikit membungkukkan tubuhnya dengan anggun.
"Yang Mulia Liang Fei," ucapnya, suaranya lebih dalam dari sebelumnya. "Aku, Shi Yue, sebagai pemimpin para penyintas, sangat berterima kasih atas kesediaan Anda membantu kami."
Liang Fei tidak segera menjawab. Matanya menelusuri ekspresi Shi Yue, mencari sesuatu di balik ketenangan wajahnya. Namun, yang ia temukan hanyalah keteguhan.
"Aku hanya melakukan tugasku sebagai manusia. Tidak lebih dari itu," katanya akhirnya.
Shi Yue menatapnya sejenak, lalu tersenyum tipis, nyaris tak terlihat. "Tetap saja, tak semua pemimpin memiliki keberanian seperti Anda."
Liang Fei tidak menanggapi pujian itu. Perhatiannya justru tertuju pada sesuatu yang dikatakan Shi Yue sebelumnya.
"Tadi kau menyebut Lunaris… Apa maksudnya?"
Sorot mata Shi Yue berubah. Sekilas, sesuatu yang mirip dengan kehati-hatian melintas di sana. Ia menimbang-nimbang, seolah memutuskan seberapa banyak yang bisa ia ungkapkan.
"Kita tidak bisa bicara di sini," ucapnya pelan. "Ikutlah denganku."
Mereka berjalan lebih dalam ke Pegunungan Emas dengan dipandu oleh Shi Yue.
Di tengah perjalanan, Shi Yue melirik Feng Xian sebelum bertanya, "Feng Xian. Apa hanya kau yang kembali ke sini?"
Feng Xian menghela napas panjang. Bahunya turun sedikit, seperti membawa beban yang tak terlihat.
"Mereka tidak selamat," suaranya hampir tenggelam di antara desir angin. "Kami harus menyeberangi Lautan Neraka Xuanhai untuk mencapai Benua Feng. Saat badai besar datang, kapal kami hancur dihantam ombak. Aku… satu-satunya yang berhasil bertahan dan terbawa arus hingga ke pesisir."
Shi Yue menundukkan kepalanya sejenak. Matanya tidak berkedip, tetapi ada sesuatu yang bergetar di sana—kesedihan yang tak terucapkan.
"Mereka adalah orang-orang yang sangat berani," katanya pelan.
Feng Xian tidak menjawab, tetapi jemarinya mengepal. Liang Fei menangkap pergerakan kecil itu, sebuah tanda bahwa luka di dalam diri pria itu masih belum sembuh.
Setelah beberapa menit, Shi Yue kembali menoleh ke arah Liang Fei.
"Yang Mulia," panggilnya lembut. "Bolehkah aku bertanya sesuatu?"
Liang Fei meliriknya sekilas. "Tanyakan saja."
Shi Yue terdiam sejenak, lalu bertanya, "Bagaimana situasi Benua Feng saat ini? Bagaimana kalian bisa bertahan dari serangan iblis?"
Liang Fei menatap lurus ke depan, ekspresinya tetap tenang, tetapi suaranya membawa sesuatu yang lebih berat dari sebelumnya.
"Benua Feng lebih baik dibanding tujuh tahun lalu," ujarnya. "Namun, kedamaian itu dibayar mahal. Kami menghadapi perang besar melawan Ratu yang bekerja sama dengan iblis. Jika kami kalah saat itu, mungkin Benua Feng akan bernasib sama seperti Lingxu."
Shi Yue menghela napas panjang. "Sungguh menyedihkan… Seorang Ratu yang seharusnya melindungi rakyatnya malah memilih bersekutu dengan iblis. Bagaimana mungkin seseorang tega melakukan itu?"
Liang Fei menggeleng pelan. "Itu bukan kesalahan Ratu," katanya, nadanya lebih dingin dari sebelumnya. "Yang memanipulasinya adalah putrinya sendiri."
Shi Yue menatapnya dengan terkejut.
Liang Fei terus berjalan, tetapi suaranya berubah menjadi lebih pelan. "Dia memanipulasi ibunya sendiri, mengkhianati kerajaannya, dan memicu perang yang merenggut ribuan nyawa." Sekilas, ia menghela napas. "Dan orang itu… Mei Lin... dulu adalah sahabat kecilku."
Shi Yue tidak bertanya lebih jauh. Ada sesuatu di dalam diri Liang Fei yang tampaknya belum siap untuk diungkapkan sepenuhnya.
Beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah air terjun megah. Shi Yue berhenti di depan tirai air yang jatuh dari ketinggian.
Ia mengangkat tangan, jari-jarinya membentuk simbol kuno yang bercahaya samar.
WHOOSH!
Air terjun itu tiba-tiba terbelah, membuka jalan menuju lorong batu yang tersembunyi di baliknya.
"Tempat perlindungan kami ada di dalam," kata Shi Yue, melangkah tanpa ragu.
Liang Fei dan Feng Xian bertukar pandang sejenak sebelum mengikuti langkahnya, memasuki rahasia yang tersembunyi di balik derasnya air.
Di dalam lorong, suasana berubah drastis. Suara gemuruh air terjun terdengar lebih lembut, berganti dengan keheningan yang hanya dipecahkan oleh langkah kaki mereka. Cahaya kuning keemasan dari kristal yang tertanam di dinding memberikan penerangan redup, menciptakan bayangan panjang yang menari di sepanjang lorong batu yang perlahan melebar.
Beberapa menit berjalan, mereka tiba di ruang terbuka yang cukup luas. Liang Fei menatap sekeliling—sebuah tempat perlindungan tersembunyi dengan tenda-tenda sederhana yang berdiri di antara bebatuan.
Aroma kayu bakar samar tercium, bercampur dengan udara lembap dari air terjun.
Di sudut-sudut goa, terlihat beberapa orang yang selamat berkumpul. Wajah mereka dipenuhi kelelahan, tubuh mereka tampak lemah dan kurus. Namun, di balik sorot mata yang letih, masih tersisa cahaya harapan—tekad untuk terus bertahan.
Sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak, sementara beberapa pria yang tersisa sibuk memeriksa persediaan atau merawat senjata mereka.
Saat Shi Yue muncul, sekelompok anak yang tadinya asyik bermain tiba-tiba berseru kegirangan. Dengan senyum lebar, mereka berlari menghampirinya dan langsung memeluknya erat.
"Nona Shi!" seru mereka girang.
Shi Yue tersenyum, menunduk untuk membalas pelukan mereka. "Maaf, aku pergi lama," katanya dengan lembut, mengusap kepala mereka satu per satu.
Sementara itu, orang-orang dewasa mulai menyadari kehadiran dua orang asing yang dibawa Shi Yue.
Tatapan mereka tertuju pada Liang Fei.
Hanya butuh beberapa detik sebelum mereka bergegas berdiri—dan tanpa sepatah kata pun, mereka menundukkan kepala dalam-dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Nanik S
Lanjutkan Tor 🙏
2025-03-24
0
Nggenk Topan
next
2025-03-08
0