Langit pagi di Ibu Kota Feng masih diselimuti kabut tipis saat Liang Fei berdiri di balkon istana. Matanya menatap jauh ke cakrawala, seolah mencari jawaban di antara bayangan pegunungan yang samar. Angin dingin berembus, membawa hawa sejuk yang menusuk kulit.
Keputusannya sudah bulat. Tapi suasana istana masih terasa tegang.
Selama beberapa hari terakhir, perdebatan seakan tak berujung sejak ia mengumumkan rencananya untuk pergi ke benua luar.
"Kau tidak bisa pergi sendiri!"
Suara Shen Yan menggema di dalam ruangan, ketegangan tersirat jelas dari sorot matanya.
"Izinkan aku ikut."
Liang Fei tetap berdiri tegak. Ia tahu betapa besar keinginan muridnya untuk berada di sisinya, tapi ada sesuatu yang jauh lebih penting. Shen Yao, istrinya, tengah mengandung.
Akhirnya, Liang Fei bersuara. Nada suaranya tenang, tetapi tak menyisakan ruang untuk perdebatan. "Tidak, Shen Yan. Istrimu membutuhkannya. Anakmu akan lahir sebentar lagi. Kau harus ada di sana."
Jari-jari Shen Yan mengepal, matanya berkabut oleh keinginan untuk membantah. Tapi logika mengalahkan egonya. "...Aku mengerti."
Namun, Liang Fei tahu, dalam hati muridnya itu belum sepenuhnya menerima keputusan ini.
Sementara itu, Xi Fei, putranya, memilih mengurung diri di kamar. Seo Fei sudah berusaha menenangkannya, meyakinkan bahwa ayahnya akan kembali. Tapi bocah itu bukan hanya marah—ia takut.
Takut kehilangan ayahnya.
Liang Fei menghela napas panjang, tangannya mencengkeram pagar balkon. Ia tak bisa menyalahkan putranya atas perasaan itu.
Namun, ada beberapa jalan yang hanya bisa dilalui seorang diri.
Hari Keberangkatan
Angin laut berembus membawa aroma asin yang khas. Di pelabuhan, kapal megah Lancang Roh Naga bersandar, siap berlayar menuju benua yang kini berada dalam cengkeraman kegelapan. Lambangnya yang berbentuk naga emas bersinar gagah, formasi spiritual di sepanjang lambung kapal memancarkan cahaya redup, pertanda kesiapan menghadapi badai dan bahaya.
Di geladak, Feng Xian menyapu pandangannya ke seluruh kapal dengan kekaguman yang sulit disembunyikan. "Luar biasa... kapal ini jauh melampaui ekspektasiku."
Di sampingnya, Lian Ruolan berdiri dengan tangan terlipat. "Jangan sampai kau membuat masalah di atasnya."
Feng Xian hanya menoleh sebentar, menyadari nada peringatan yang terselip dalam ucapan wanita itu.
Di dermaga, beberapa sosok penting berkumpul dalam diam. Zhang Tao dan Zhang Hua berdiri dengan ekspresi serius, sementara Shen Yan berdiri di sisi Shen Yao yang tengah mengelus perutnya yang semakin membesar. Sedikit lebih jauh, Shen Lao mengamati semuanya tanpa sepatah kata pun.
Namun, satu sosok kecil menarik perhatian Liang Fei.
Xi Fei berdiri di dekat Seo Fei, tangannya erat menggenggam jubah ibunya. Bocah itu berusaha menyembunyikan wajahnya, tetapi ketakutan dalam matanya sulit disamarkan.
Liang Fei melangkah mendekat, berjongkok hingga sejajar dengan putranya. "Xi'er..."
Xi Fei tetap diam.
"Kau masih marah padaku?"
Kepala kecil itu menggeleng pelan, tapi matanya tetap tertunduk.
Tangan Liang Fei terulur, mengusap kepala bocah itu dengan lembut. "Kau ingin menjadi kuat, bukan?"
Tubuh Xi Fei sedikit menegang.
"Teruslah berlatih. Suatu hari nanti, saat kau sudah cukup kuat, aku akan mengajakmu menjelajahi dunia bersamaku."
Mata Xi Fei membulat. "Sungguh?"
Liang Fei mengangguk, senyum tipisnya menyiratkan janji yang tak akan ia langgar. "Tapi kau harus menjadi lebih kuat dulu."
Sekuat tenaga, Xi Fei menahan air matanya. Namun, detik berikutnya, ia sudah melompat ke dalam pelukan ayahnya. "Janji! Ayah harus berjanji!"
Tangan Liang Fei menepuk punggung bocah itu dengan lembut. "Aku berjanji."
Seo Fei menarik putranya kembali ke sisinya, lalu menatap suaminya. Tidak ada kata yang keluar dari bibirnya, tapi tatapan itu sudah cukup untuk menyampaikan segalanya.
Liang Fei mendekat, mengecup kening istrinya. "Aku akan kembali."
Seo Fei menggigit bibirnya, seolah berusaha menahan emosinya, lalu berbisik, "Pastikan kau kembali dalam keadaan baik."
Liang Fei tak menjawab, hanya memberikan tatapan penuh keyakinan sebelum akhirnya berbalik menghadapi teman-temannya.
Shen Yan, meski enggan, akhirnya berkata, "Cepatlah kembali."
Shen Yao menambahkan dengan senyum kecil, "Jaga dirimu, Master."
Zhang Tao dan Zhang Hua hanya memberi anggukan tegas.
Terakhir, Shen Lao melangkah maju. "Kaisar... kau adalah harapan umat manusia."
"Aku tahu." Liang Fei tidak menunjukkan keraguan sedikit pun.
Saat ia menaiki kapal, suara kecil menggema di dermaga.
"AYAH! JANGAN LUPA JANJIMU!"
Liang Fei menoleh, menemukan Xi Fei berdiri di ujung dermaga dengan mata yang masih berkaca-kaca.
Suaranya lantang menembus angin laut. "Aku tidak akan pernah melupakan janji pada putraku!"
Angin membawa kata-kata itu ke telinga Xi Fei, menguatkan hatinya. Seo Fei menarik bocah itu lebih dekat, sementara tatapannya mengikuti kapal yang perlahan menjauh.
Perjalanan menuju Benua Lingzu pun dimulai.
...
Sementara itu. Di Bekas Kastil Kerajaan Lingzu
Dulu, tempat ini adalah pusat kebesaran. Pilar-pilar emas menjulang tinggi, memancarkan keagungan yang menakjubkan, sementara lantai marmer putihnya berkilau, mencerminkan kejayaan Kerajaan Lingzu. Namun, semua itu kini hanya tinggal bayangan kelam dari masa lalu.
Kastil yang megah itu telah runtuh dalam kehancuran. Pilar-pilar yang dulu kokoh kini retak dan menghitam, tertutup oleh akar-akar gelap yang tampak berdenyut seolah memiliki nyawa sendiri. Cahaya matahari tak lagi menembus kaca patri yang dulunya bersinar indah. Kini, hanya cahaya merah dari api yang menyala di sepanjang dinding yang memberi penerangan.
Udara dipenuhi aroma besi dan belerang, bercampur dengan bisikan samar—rintihan jiwa-jiwa yang terperangkap dalam kegelapan.
Di atas singgasana yang terbuat dari tulang, duduk sosok yang bukan manusia. Guingming, iblis kuno yang telah merebut takhta Kerajaan Lingzu, bersandar di kursi kebesarannya.
Kulitnya seputih lilin dengan mata merah gelap yang bersinar dingin. Telinganya meruncing, bukti bahwa darah yang mengalir dalam tubuhnya bukan berasal dari dunia fana. Bibirnya melengkung tipis, memperlihatkan deretan gigi tajam yang bisa merobek daging dalam sekali gigitan.
Jubah kebesaran milik Raja Lingzu yang dikenakannya sudah ternoda darah dan abu. Namun, kain itu tetap membungkus tubuhnya dengan keanggunan yang menakutkan.
Di sekelilingnya, para menteri berbaris dalam diam. Namun, mereka bukan manusia.
Iblis-iblis tingkat tinggi itu mengenakan pakaian bangsawan yang telah ternodai oleh kegelapan. Ada yang bertanduk tajam mencuat dari dahinya, ada yang matanya keemasan dengan pupil menyerupai ular, dan ada pula yang tubuhnya diselimuti sisik hitam mengerikan.
Di tengah aula, seorang manusia berdiri dengan tubuh kaku.
Xiao Lu, seorang penghibur istana, menundukkan kepala sementara keringat membasahi pelipisnya. Tugasnya sederhana: membuat sang Raja Iblis tertawa. Tapi di tempat seperti ini, kesalahan sekecil apa pun bisa berujung kematian.
Guingming menghela napas panjang, seolah bosan. "Xiao Lu, kau tampak ketakutan." Suaranya rendah, seperti bisikan yang merayap ke dalam jiwa. "Apa kau punya lelucon untukku hari ini, atau aku harus mencari badut baru?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Nanik S
NETX
2025-03-24
0
arumazam
berjuang liang fei
2025-03-04
1