5 Insting Alami Dalam Berburu: Ayah Dan Anak

Di sebuah hutan besar, terlihat Liang Fei dan Xi Fei yang berkuda cukup jauh ke dalam hutan, membiarkan diri mereka larut dalam ketenangan alam.

Suara dedaunan yang bergoyang dan gemerisik ranting di bawah kaki kuda mereka menjadi latar alami perjalanan itu.

Sebenarnya, Liang Fei bisa dengan mudah merasakan keberadaan setiap makhluk di sekelilingnya berkat kemampuan mata batinnya. Namun, kali ini ia memilih untuk tidak menggunakannya dengan alasan ingin melihat seberapa jauh kepekaan dan naluri berburu Xi Fei tanpa bantuannya.

Di sampingnya, Xi Fei duduk tegap di atas Xiaoguang, kuda kesayangannya. Tatapannya tajam, menyapu setiap sudut hutan dengan penuh antusiasme. Ia berusaha mencari tanda-tanda keberadaan hewan buruan, seperti yang diajarkan oleh Zhang Tao.

Jemarinya kadang mengencangkan genggaman pada tali kekang, sementara pikirannya sibuk menganalisis jejak-jejak samar di tanah dan gerakan halus di antara dedaunan.

Xi Fei mengerutkan keningnya, mulai merasa frustrasi karena tidak melihat satupun target berburu.

“Ayah, kenapa tidak ada satupun hewan disini?” tanyanya dengan nada setengah mengeluh.

Liang Fei, yang tampak santai di atas punggung Baiyun, hanya tersenyum tipis. “Sabar, Xi’er. Perburuan bukan sekadar mengejar mangsa, tapi juga memahami lingkungan. Dengarkan baik-baik, amati sekelilingmu.”

Xi Fei menggigit bibirnya, lalu mencoba untuk lebih fokus. Ia menutup mata sejenak, membiarkan telinganya menangkap suara-suara di sekitarnya. Saat itulah ia mendengar sesuatu—suara gemerisik dedaunan yang terdengar berbeda dari tiupan angin biasa.

Xi Fei membuka matanya dan menoleh ke arah kanan, tepatnya ke semak-semak yang tampak bergoyang halus.

Matanya berbinar. “Ayah! Di sana!”

Liang Fei mengangguk kecil. “Kita dekati dengan hati-hati.”

Xi Fei menarik tali kekang Xiaoguang, membimbing kudanya dengan hati-hati. Ia berusaha untuk tidak menimbulkan suara yang bisa membuat buruannya kabur. Ketika mereka semakin mendekat, akhirnya Xi Fei melihatnya—seekor rusa berdiri di tengah padang rumput dan sibuk memakan dedaunan.

Tiba-tiba, tangannya mengepal tanpa sadar. Ini pertama kalinya ia menemukan buruannya sendiri.

Liang Fei meliriknya. “Apa yang akan kau lakukan sekarang?”

Xi Fei menelan ludah, tangannya meraba busur kecil di punggungnya. Ia tahu apa yang harus dilakukan, tapi mendadak merasa ragu.

Liang Fei, yang sudah mengerti kebimbangan itu, berbicara dengan nada tenang. “Xi’er, perburuan butuh lebih dari sekadar keberanian. Kau harus memahami targetmu—bagaimana ia bergerak, kapan ia akan lari, dan di mana titik terlemahnya.”

Xi Fei mengangguk pelan, lalu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya. Dengan hati-hati, ia mengambil anak panah dari tabung dan memasangnya di busur miliknya.

“Posisikan tubuhmu dengan stabil,” kata Liang Fei. “Tarik tali busur dengan kekuatan yang cukup, tapi jangan terlalu kaku. Yang terpenting—jangan buru-buru melepaskan panah.”

Xi Fei mengikuti instruksi ayahnya dengan saksama. Tepat ketika ia mengarahkan busurnya, rusa itu tiba-tiba mengangkat kepala, tampak curiga.

“Dia akan lari dalam tiga detik,” ujar Liang Fei tenang. “Jika kau menembaknya sekarang, panahmu akan meleset.”

Xi Fei menegang. “Lalu, apa yang harus kulakukan?”

Liang Fei tersenyum tipis. “Prediksi gerakannya.”

Xi Fei mengingat pelajaran yang pernah ia pelajari. Jika rusa itu akan melompat ke kanan… maka ia harus membidik sedikit ke depan, bukan langsung ke tubuhnya.

Ia menyesuaikan arah panahnya, menunggu momen yang tepat. Dan saat rusa itu bergerak…

Swiish!

Panahnya melesat, menembus udara—

Thuck!

Rusa itu melompat kaget, tapi hanya sempat berlari beberapa langkah sebelum kakinya melemah.

Xi Fei terbelalak. “Aku berhasil?!”

Liang Fei tersenyum bangga. “Bagus. Tapi kau harus memastikan buruannya tidak menderita terlalu lama.”

Xi Fei mengangguk cepat, turun dari kudanya, dan menyelesaikan perburuannya sesuai ajaran Zhang Tao. Saat ia kembali ke Xiaoguang, wajahnya berseri-seri penuh kebanggaan.

“Tadi aku sempat ragu… tapi Ayah membantuku.”

Liang Fei menepuk kepalanya dengan lembut. “Itulah gunanya latihan. Semakin sering kau berburu, semakin tajam instingmu.”

Perburuan mereka berlanjut selama beberapa jam. Liang Fei beberapa kali menunjukkan teknik berburu yang lebih baik—salah satunya dengan menembak burung elang yang sedang mengintai kelinci. Ia sengaja mengarahkan panahnya pada kelinci, dan ketika burung itu menerkam…

Swiish!

Panahnya menembus tubuh kedua hewan itu dengan presisi sempurna.

Xi Fei menatapnya kagum. “Aku ingin bisa seperti itu juga!”

Liang Fei terkekeh. “Butuh banyak latihan, Xi’er.”

Pada akhirnya, mereka berhasil mengumpulkan cukup banyak buruan seperti rusa, kelinci, dan beberapa ekor burung hutan. Liang Fei menyimpan semuanya dalam cincin parsial miliknya agar tetap segar selama perjalanan.

Saat matahari mulai condong ke barat, mereka memutuskan untuk mengakhiri perburuan mereka.

Liang Fei dan Xi Fei menunggangi kuda mereka untuk pulang. Namun, di tengah jalan, mereka disuguhi pemandangan yang luar biasa saat melewati sebuah bukit.

Di bawah langit senja yang berpendar keemasan, lautan terbentang luas, ombaknya berkilauan diterpa cahaya matahari. Di tepi pantai, Kota Huisan berdiri megah dengan bangunan-bangunan tinggi yang menjulang dan jalanan yang dipenuhi aktivitas. Dermaga tampak sibuk, kapal-kapal nelayan bersandar, sementara penduduk kota berlalu-lalang, tenggelam dalam rutinitas mereka.

Xi Fei menghentikan kudanya, matanya berbinar penuh kagum. “Wow… kota ini indah sekali…” katanya dengan nada takjub.

Di sisi lain, Liang Fei hanya terdiam, menatap kota itu dalam keheningan. Ada sesuatu yang memenuhi hatinya—sebuah nostalgia yang berat.

Dulu, tempat ini tak lebih dari puing-puing bisu akibat peperangan. Jalanan yang kini ramai dulunya hanya dipenuhi debu dan kesunyian. Tapi sekarang, rumah-rumah telah berdiri kembali, tawa anak-anak menggema di udara, dan dermaga kembali hidup dengan kapal-kapal nelayan yang berlayar di perairan biru.

Liang Fei menghela napas pelan. Dunia terus berubah, dan Kota Huisan adalah bukti dari itu.

“Ini Kota Huisan,” katanya akhirnya. “Dulu, tempat ini hancur dan tak berpenghuni… tapi sekarang, ia telah bangkit kembali.”

Xi Fei menoleh ke ayahnya. “Ayah ingin pergi ke sana?”

Liang Fei tersenyum. “Tentu saja. Aku ingin melihat bagaimana tempat ini berkembang, sekaligus mengunjungi Shen Yan.”

Mata Xi Fei berbinar. “Paman Shen?” Sudah lama ia tidak bertemu dengan Shen Yan, paman baik hati yang selalu memberinya hadiah.

Saat mereka menuruni bukit menuju Kota Huisan, suasana damai menyelimuti perjalanan mereka. Jalanan berbatu yang membentang menuju kota tampak bersih dan terawat. Para petani sibuk di ladang mereka, beberapa membajak tanah, sementara yang lain memanen hasil bumi. Aroma tanah yang segar bercampur dengan angin laut, memberikan ketenangan tersendiri.

Di sepanjang jalan, pedagang kaki lima menawarkan berbagai hasil bumi dan laut—ikan segar, kerang, serta padi dan sayuran hijau. Anak-anak berlarian dengan riang, dan ketika melihat Liang Fei serta Xi Fei, mereka langsung berbisik-bisik penuh semangat.

“Kaisar datang! Kaisar datang!”

Seorang wanita paruh baya yang membawa keranjang penuh hasil panen segera berhenti dan membungkuk hormat. “Yang Mulia,” sapanya, sebelum tersenyum hangat ke arah Xi Fei. “Dan ini pasti Pangeran Muda, Xi Fei.”

Xi Fei tersipu, belum terbiasa dengan gelar yang disematkan padanya. Namun, ia membalas sapaan itu dengan anggukan sopan.

Perlahan, semakin banyak orang menyadari kehadiran mereka. Para petani, pedagang, dan warga kota lainnya dengan antusias menyambut Liang Fei.

Beberapa membawa hasil panen dan ikan segar, ingin memberikannya sebagai bentuk penghormatan, tetapi Liang Fei hanya tertawa dan menolak dengan lembut.

Terpopuler

Comments

Nanik S

Nanik S

benar bagus ceritanya

2025-03-24

0

arumazam

arumazam

mantapppp

2025-03-02

0

lihat semua
Episodes
1 1 Legenda Yang Nyata: Pewaris Dewa Naga (ARC 1)
2 2 Sisi Lain Kaisar: Arti Menjadi Seorang Ayah
3 3 Empat Benua Diluar Benua Feng: Invasi Para Iblis
4 4 Perjalanan Berburu: Menghabiskan Waktu Bersama Xi Fei
5 5 Insting Alami Dalam Berburu: Ayah Dan Anak
6 6 Dibalik Sekte Laut Surgawi Yang Dibangun Kembali: Shen Yan
7 7 Anak Yang Menangis Di Balik Karang: Keluarga Kecil Shen Yan dan Shen Yao
8 8 Kedatangan Tamu Tak Diundang: Orang Dari Benua Lain
9 9 Murid Yang Dulu Menghilang: Tanda-tanda Zhiyuan di Benua Lingzu
10 10 Keputusan Yang Berat: Antara Kaisar dan Pewaris Dewa Naga
11 11 Seperti Orang Kuno: Feng Xian di Ibukota Kekaisaran Fengyin.
12 12 Hari Keberangkatan: Perpisahan Penuh Haru
13 13 Iblis Yang Berlagak Seperti Raja: Lautan Neraka Xuanhai
14 14 Lautan Neraka Xuanhai: Kuburan Masal Bagi Siapapun Yang Menentangnya
15 15 Xuangu: Monster Laut Abadi, Sang Penjaga Perbatasan Antar Benua
16 16 Benua Lingzu: Tempat Suci Yang Dikotori Oleh Iblis
17 17 Serangan Iblis: Pegunungan Emas Yang Tercemar
18 18 Bangsa Lunaris: Identitas Liang Fei Yang Penuh Misteri
19 19 Di Balik Air Terjun: Kehidupan Kecil Yang Mencoba Bertahan
20 20 Misteri Yang Akhirnya Terungkap: Bangsa Lunaris dan Identitas Liang Fei
21 21 Ramalan Yang Menjadi Kenyataan: Lokasi Yang Ditemukan Oleh Iblis
22 22 Suara Kematian Di Depan Air Terjun: Transformasi Naga Liang Fei
23 23 Penyamaran Yang Terbongkar: Iblis Kuno Yang Menjadi Misteri
24 24 Shanruo: Iblis Kuno Dengan Kemampuan Yang Aneh
25 Bab pengumuman
26 26 Shanruo dan Guingming: Dua Iblis Kuno Yang Menguasai Benua Lingxu
27 27 Pagi Hari Yang Cerah: Shi Yue di Benua Feng
28 28 Menepati Janji Untuk Pulang: Kemesraan Suami Istri
29 29 Sekte Naga Putih Setelah Pengkhianatan: Barang Peninggalan Leluhur
30 30 Kenangan Long Zen: Pertemuan dengan Wanita Misterius
31 31 Kembali ke Benua Lingxu: Artefak Gerbang Neraka
32 32 Harapan Kecil Di Dalam Tenda: Penatua Xuang dan Para Budak
Episodes

Updated 32 Episodes

1
1 Legenda Yang Nyata: Pewaris Dewa Naga (ARC 1)
2
2 Sisi Lain Kaisar: Arti Menjadi Seorang Ayah
3
3 Empat Benua Diluar Benua Feng: Invasi Para Iblis
4
4 Perjalanan Berburu: Menghabiskan Waktu Bersama Xi Fei
5
5 Insting Alami Dalam Berburu: Ayah Dan Anak
6
6 Dibalik Sekte Laut Surgawi Yang Dibangun Kembali: Shen Yan
7
7 Anak Yang Menangis Di Balik Karang: Keluarga Kecil Shen Yan dan Shen Yao
8
8 Kedatangan Tamu Tak Diundang: Orang Dari Benua Lain
9
9 Murid Yang Dulu Menghilang: Tanda-tanda Zhiyuan di Benua Lingzu
10
10 Keputusan Yang Berat: Antara Kaisar dan Pewaris Dewa Naga
11
11 Seperti Orang Kuno: Feng Xian di Ibukota Kekaisaran Fengyin.
12
12 Hari Keberangkatan: Perpisahan Penuh Haru
13
13 Iblis Yang Berlagak Seperti Raja: Lautan Neraka Xuanhai
14
14 Lautan Neraka Xuanhai: Kuburan Masal Bagi Siapapun Yang Menentangnya
15
15 Xuangu: Monster Laut Abadi, Sang Penjaga Perbatasan Antar Benua
16
16 Benua Lingzu: Tempat Suci Yang Dikotori Oleh Iblis
17
17 Serangan Iblis: Pegunungan Emas Yang Tercemar
18
18 Bangsa Lunaris: Identitas Liang Fei Yang Penuh Misteri
19
19 Di Balik Air Terjun: Kehidupan Kecil Yang Mencoba Bertahan
20
20 Misteri Yang Akhirnya Terungkap: Bangsa Lunaris dan Identitas Liang Fei
21
21 Ramalan Yang Menjadi Kenyataan: Lokasi Yang Ditemukan Oleh Iblis
22
22 Suara Kematian Di Depan Air Terjun: Transformasi Naga Liang Fei
23
23 Penyamaran Yang Terbongkar: Iblis Kuno Yang Menjadi Misteri
24
24 Shanruo: Iblis Kuno Dengan Kemampuan Yang Aneh
25
Bab pengumuman
26
26 Shanruo dan Guingming: Dua Iblis Kuno Yang Menguasai Benua Lingxu
27
27 Pagi Hari Yang Cerah: Shi Yue di Benua Feng
28
28 Menepati Janji Untuk Pulang: Kemesraan Suami Istri
29
29 Sekte Naga Putih Setelah Pengkhianatan: Barang Peninggalan Leluhur
30
30 Kenangan Long Zen: Pertemuan dengan Wanita Misterius
31
31 Kembali ke Benua Lingxu: Artefak Gerbang Neraka
32
32 Harapan Kecil Di Dalam Tenda: Penatua Xuang dan Para Budak

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!