Bab 9. Hanya Fatamorgana

Arjuna terkesiap lagi. Kali ini, jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya. Kata-kata bosnya, yang baru saja terlontar, seperti petir di siang bolong. Dia paham maksudnya, tapi rasanya mustahil bosnya langsung menanyakan hal itu sekarang.

Arjuna menelan ludah, gugup. "Saya... saya memang suka sama Ibu," katanya, suaranya sedikit gemetar. "Tapi maksudnya, suka dalam arti kagum. Ibu panutan saya. Memangnya kenapa ya, Bu?" tanya Arjuna sembari mengerutkan keningnya.

Cahaya mulai kehilangan kesabaran. Tatapannya tajam, seperti elang yang mengintai mangsa. "Jun, nggak usah bertele-tele deh! Ngomong aja apa yang kamu rasain! Kamu suka sama saya, kan? Bukan sekedar kagum, tapi suka dalam arti cinta, ya kan? Jujur aja, nggak usah bohong-bohong gitu!" 

Cahaya mendesak, suaranya sedikit meninggi. Arjuna terkejut. Tak pernah terbayangkan bosnya akan berkata seperti itu, terlebih dengan nada sedikit marah seperti ini.

Arjuna merasa bersalah. "Sa-saya nggak tau, Bu. Saya sendiri bingung sama perasaan saya. Saya sayang sama Bu Cahaya, tapi saya nggak yakin itu cinta atau bukan. Maaf ya, Bu, kalau kata-kata saya salah," jawab Arjuna, merasa bersalah. Dia takut Cahaya akan marah besar.

Biasanya, jika ada karyawan yang melakukan kesalahan, Cahaya akan marah luar biasa, sampai membuat orang trauma.

Arjuna bersiap-siap untuk menghadapi kemarahan Cahaya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Cahaya tersenyum, senyum yang jarang sekali Arjuna lihat.

"Ya kalau kamu sayang sama saya, cinta sama saya, ya nikah aja sama saya. Gampang kan?" tanyanya dengan nada santai, membuat Arjuna tercengang lagi.

Apa-apaan bosnya ini? Pikir Arjuna.

"Ini Bu Cahaya kerasukan apa ya tiba-tiba ngomong kayak gini sama gue?" gumamnya dalam hati, "Heran deh, Bu Cahaya sebenarnya mau nyuap gue apa gimana sih? Tiba-tiba ngomong cinta-cintaan, mana sekarang ngajakin nikah lagi. Aneh banget!"  

Meskipun merasa heran dan sedikit terkejut, di lubuk hatinya, Arjuna merasakan embun hangat menyelimuti jiwanya. Entah kenapa, rasa senang yang tak terdefinisi mulai bersemi di dadanya.

Arjuna nyengir gugup, "Bu Cahaya, apa sih? Nggak lucu bercandanya," tukasnya.

Cahaya mengerutkan kening, kesal mendengar Arjuna menganggap ucapannya sebagai gurauan. "Saya mana pernah bercanda, Jun? 

Saya selalu serius. Kalau kamu suka sama saya, ya nikah aja sama saya. Soalnya ... saya juga ... suka sama kamu," jawabnya, pipinya memerah malu di akhir kalimat. Suara Cahaya sedikit tersendat, terbata-bata karena rasa gugup yang tiba-tiba menyergapnya.

Arjuna tercengang. Jantungnya berdebar kencang, matanya melotot tak percaya. "Bu-Bu Cahaya suka sama saya?!" tanyanya, suaranya bergetar karena terkejut.

Cahaya mengangguk, matanya tak lepas menatap Arjuna. "Iya, Jun. Saya suka sama kamu."

Arjuna terdiam, pikirannya kalut. Dia tidak pernah membayangkan bosnya, wanita yang selama ini dikenal galak dan suka ngomel-ngomel di kantor, bahkan sering marah-marah padanya, memiliki perasaan lebih kepadanya?

Rasanya seperti mimpi, seperti sebuah skenario yang tak masuk akal. "Tapi... tapi Bu, kan kita beda dunia. Saya karyawan, Ibu bos. Ini... ini nggak mungkin," ucapnya, suaranya terdengar lirih.

Cahaya tersenyum lembut, "Jun, cinta nggak memandang status. Saya juga nggak peduli apa kata orang. Yang penting, saya yakin sama perasaan saya."

Arjuna tertegun. Tatapan Cahaya begitu intens, penuh dengan keyakinan. "Tapi, Bu... saya... saya..." jawabnya, merasa bingung.

Bu Cahaya menatap Arjuna tajam, "Kamu temen anak saya begitu?!" Nada bicaranya sedikit meninggi, membuat Arjuna semakin gugup. Arjuna terdiam, bingung bagaimana menjawab pertanyaan itu.

"Eh, bukan, Bu. Maksudnya, saya... saya..." Arjuna mencoba menjelaskan, tapi kata-kata seolah terjebak di tenggorokannya.

Cahaya mengerutkan kening, "Kenapa gugup? Jujur aja, Jun, nggak usah takut!" desak Cahaya, suaranya sedikit meninggi.

Arjuna menghela napas, "Maaf, Bu. Saya... saya bingung. Saya nggak tau harus ngomong apa."

*********

Kate melangkah pelan menuju ruang tamu, membawa sepiring nasi dan lauk pauk serta segelas air putih. Di sana, Jasmine duduk terdiam di atas tikar, matanya tertuju pada peti kayu yang berisi jas-ad sang ayah. Jasmine menatap wajah ayahnya dengan air mata yang tak henti mengalir.

Kate duduk di samping keponakannya, meletakkan makanan dan minuman di lantai, lalu menepuk lembut pundak Jasmine. Jasmine menoleh, tatapannya bertemu dengan mata bibinya.

"Ayo, makan dulu, sayang. Bibi udah masak nih buat kamu. Tadi Bibi nemuin beberapa sayuran sama telur di dalam kulkas, jadi bibi masak seadanya aja. Kamu makan ya sayang," ujar Kate sambil menyodorkan piring berisi hidangan yang baru saja ia siapkan kepada Jasmine.

Jasmine menggelengkan kepalanya. "Nggak laper, Bi. Bibi makan aja," kata Jasmine menolak untuk makan.

Bibi menggeleng, tetap menyodorkan makanan itu. "Kamu harus makan, sayang. Nanti lemes, terus sakit. Kamu mau kan ikut ke pemakaman Papa kamu besok? Kamu harus kuat. Pasti kamu belum makan kan dari siang?" tebak Bibi Kate.

Jasmine mengangguk. Jujur, ia memang belum makan sejak pagi. Bahkan, saking paniknya mendengar kabar Papa, ia lupa kapan terakhir kali makan.

"Aku lupa Bi kapan terakhir kali aku makan. Aku terlalu panik dengar kondisi papa, jadi lupa sama diri sendiri, apalagi soal makanan," ujar Jasmine, suaranya bergetar. Air matanya terus mengalir, membasahi pipinya.

Kate menggelengkan kepala, prihatin. Dia menyendokkan nasi dan lauk di piring yang dipegangnya, lalu menyodorkannya ke mulut Jasmine.

"Kamu harus makan, Sayang. Bibi nggak mau kamu sakit. Aaaa," bujuk Kate lembut. Akhirnya, Jasmine membuka mulutnya dan menerima suapan dari bibinya.

Dia mengunyah makanan itu, menelannya dengan perlahan. Beberapa suapan kemudian, nasi dan lauk di piring itu habis.

Kate meletakkan piring kosong di samping tubuhnya, lalu mengambil gelas minuman yang tadi dibawanya. "Minum dulu, ya," katanya, menyerahkan gelas itu kepada Jasmine.

Jasmine menerimanya dan meneguk minuman itu hingga habis. Dia mengembalikan gelas itu kepada bibinya, matanya masih berkaca-kaca.

"Makasih ya Bi. Aku udah kenyang," ucap Jasmine, senyum tipisnya terukir di wajah, namun air matanya masih menetes perlahan.

Kate meletakkan gelas kosong di atas piring bekas makanan Jasmine. Pandangannya tertuju pada keponakannya, senyum hangat menghiasi wajahnya.

"Sama-sama, Sayang. Sekarang kamu istirahat dulu, ya. Katanya tadi kamu capek dan pengen tidur. Istirahatlah di kamarmu. Besok kita akan memulai prosesi pemak-aman Papa kamu dan menerima tamu takziah," kata bibinya. Menyuruh Jasmine untuk tidur.

Tapi Jasmine yang tidak ingin tidur segera menggelengkan kepalanya. "Aku masih pengen nemenin Papa di sini, Bi. Ini kan terakhir kalinya aku sama Papa, aku mau habiskan waktuku sama dia. 

Kalau Bibi ngantuk, tidur aja di kamar aku. Aku di sini aja sama Papa," katanya lembut, suaranya sedikit bergetar. Jasmine kembali menatap wajah tenang Papanya, kenangan indah berputar di kepalanya.

"Jasmine, lihat bibi," kata Kate, menyuruh Jasmine untuk menatapnya. Jasmine yang awalnya menatap ke arah Papanya langsung menoleh ke arah bibinya.

"Kamu harus istirahat, sayang. Badan kamu lelah, pikiran kamu juga lelah. Besok kita masih banyak kegiatan. Tidur dulu ya, biar tenaga kamu kembali pulih," bujuk bibinya, sambil meraih bahu Jasmine dan membantunya berdiri.

Jasmine menghela napas, terlihat ragu. Namun, tatapan lembut bibinya membuatnya merasa sedikit lebih tenang. "Tapi, Bi... aku merasa nggak tenang. Aku ingin tetap di sini," jawab Jasmine dengan suara pelan, masih berusaha menahan air mata.

Kate mengerti perasaan keponakannya. "Bibi tau, sayang. Ini semua sangat sulit. Tapi kamu juga perlu menjaga dirimu. Papa kamu pasti ingin kamu kuat, kan? Ayo, sekarang, kamu tidur dulu, biar besok ada tenaga lagi." 

Jasmine menggigit bibirnya, berjuang melawan perasaannya. Akhirnya, dia mengangguk pelan. "Oke, Bi. Tapi... bibi temani aku, ya?"

Kate tersenyum, merasa lega. "Tentu saja, nak. Bibi akan nemenin kamu. Ayo kita ke kamar."

Dengan lembut, Kate memegang tangan Jasmine dan membawanya ke kamar. Setibanya di sana, Kate membantu Jasmine merebahkan diri di tempat tidur. "Sekarang, tutup matamu. Bibi akan di sini sambil menunggu kamu tidur," kata Kate, duduk di tepi ranjang dan mengusap rambut Jasmine dengan lembut.

Jasmine memejamkan mata, air matanya masih ingin menetes, tapi dia berusaha menahannya. Dalam keheningan, rasa lelah pun menghampirinya, dan tak lama kemudian, dia terlelap.

Di dalam mimpinya, Jasmine menemukan dirinya berada di taman yang indah, di mana bunga-bunga bermekaran dan burung-burung berkicau riang.

Di tengah taman, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Papanya, dengan senyum hangat dan mata yang penuh kasih, berdiri di sana, seolah menunggu kedatangannya.

"Papa!" seru Jasmine, berlari menghampiri papanya. Rasa rindu yang mendalam membuatnya hampir menangis, tetapi saat dia berada di pelukan papanya, semua kesedihan seolah menghilang.

"Papa di sini, nak," kata papanya lembut, mengelus rambut Jasmine. "Kamu baik-baik aja, kan?"

Jasmine mengangguk, tetapi air mata masih mengalir di pipinya. "Aku nggak bisa jauh-jauh dari papa. Kenapa Papa harus pergi?"

Papanya tersenyum penuh pengertian. "Setiap orang memiliki waktunya, sayang. Tapi, ingatlah, cinta papa ke kamu nggak akan pernah hilang. Papa akan selalu bersamamu, meskipun kamu nggak bisa melihat papa."

Jasmine merasa hangat di dalam hatinya, seolah semua kasih sayang ayahnya mengelilinginya. "Aku pengen kita bersama lagi, Pa. Aku pengen bercerita banyak hal sama papa."

"Dan kita bisa melakukannya, Sayang," jawab papanya, sambil tersenyum hangat. "Kapan aja kamu kangen Papa, bayangin Papa ada di samping kamu. Cinta Papa selalu ada buat kamu."

Jasmine terdiam, matanya berkaca-kaca. Dia ingin sekali memeluk papanya lagi, merasakan kehangatan tubuhnya, mendengar suara lembutnya. Tapi, mimpi itu hanya fatamorgana.

Bersambung ...

Episodes
1 Bab 1. Hanya Sebatas Teman
2 Bab 2. Meminjam Uang
3 Bab 3. Kayak Singa Lagi Ngejar Zebra
4 Bab 4. Memang Sempurna
5 Bab 5. Gardenia Apartment
6 Bab 6. Tunangan
7 Bab 7. Tipe Ideal
8 Bab 8. Sebatas Mengagumi
9 Bab 9. Hanya Fatamorgana
10 Bab 10. Tetaplah Anaknya
11 Bab 11. Angkvh dan Suka Mengatur
12 Bab 12. Taman Raja Zebra
13 Bab 13. Jiwa dan Ragaku Milikmu
14 Bab 14. Mie Instan
15 Bab 15. Janda Anak Satu
16 Bab 16. Mengubah Posisi
17 Bab 17. Niat Meminta Maaf
18 Bab 18. Karena Jasmine
19 Bab 19. Jangan Menikahi Tante-Tante!
20 Bab 20. Akan Bertanggungjawab
21 Bab 21. Kayak Pinang Dibelah Dua
22 Bab 22. Kemarahan Jasmine
23 Bab 23. Ke Pasar Malam
24 Bab 24. Knives and Revenge
25 Bab 25. Lima Puluh Juta!!
26 Bab 26. Kunci Emas
27 Bab 27. Milik Mama
28 Bab 28. Balas Budi
29 Bab 29. Kartu As
30 Bab 30. Mereka Keterlaluan
31 Bab 31. Video di Medsos
32 Bab 32. Video Viral
33 Bab 33. Kedatangan Daisy
34 Bab 34. Trauma Dalam Percintaan
35 Bab 35. Kamu Nikah Aja
36 Bab 36. Menikah Lusa
37 Bab 37. Perubahan Jasmine
38 Bab 38. Di Balik Perceraian
39 Bab 39. Bertolak Belakang
40 Bab 40. Selingkuhan Papa
41 Bab 41. Resmi Menikah
42 Bab 42. Keluarga Papa
43 Bab 43. Mamaku Sayang, Mamaku Benci
44 Bab 44. Special Honeymoon
45 Bab 45. Pacar Sewaan
46 Bab 46. Malam Panjang
47 Bab 47. Gara-gara Video
48 Bab 48. Pensiun Besok
49 Bab 49. Menjadi CEO
50 Bab 50. JASMINE!!
51 Bab 51. Kelemahan Cahaya
52 Bab 52. Sedang Kritis
53 Bab 53. Seperti Fotokopi
54 Bab 54. Keinginannya adalah Perintah
55 Bab 55. Masih Punya Mama
56 Bab 56. Kemarahan Cahaya
57 Bab 57. ISTRI SAHNYA!
58 Bab 58. Menikah Siri
59 Bab 59. Bertemu Selingkuhan Papa
60 Bab 60. Berusaha Menjadi Pribadi yang Lebih Baik (TAMAT)
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Bab 1. Hanya Sebatas Teman
2
Bab 2. Meminjam Uang
3
Bab 3. Kayak Singa Lagi Ngejar Zebra
4
Bab 4. Memang Sempurna
5
Bab 5. Gardenia Apartment
6
Bab 6. Tunangan
7
Bab 7. Tipe Ideal
8
Bab 8. Sebatas Mengagumi
9
Bab 9. Hanya Fatamorgana
10
Bab 10. Tetaplah Anaknya
11
Bab 11. Angkvh dan Suka Mengatur
12
Bab 12. Taman Raja Zebra
13
Bab 13. Jiwa dan Ragaku Milikmu
14
Bab 14. Mie Instan
15
Bab 15. Janda Anak Satu
16
Bab 16. Mengubah Posisi
17
Bab 17. Niat Meminta Maaf
18
Bab 18. Karena Jasmine
19
Bab 19. Jangan Menikahi Tante-Tante!
20
Bab 20. Akan Bertanggungjawab
21
Bab 21. Kayak Pinang Dibelah Dua
22
Bab 22. Kemarahan Jasmine
23
Bab 23. Ke Pasar Malam
24
Bab 24. Knives and Revenge
25
Bab 25. Lima Puluh Juta!!
26
Bab 26. Kunci Emas
27
Bab 27. Milik Mama
28
Bab 28. Balas Budi
29
Bab 29. Kartu As
30
Bab 30. Mereka Keterlaluan
31
Bab 31. Video di Medsos
32
Bab 32. Video Viral
33
Bab 33. Kedatangan Daisy
34
Bab 34. Trauma Dalam Percintaan
35
Bab 35. Kamu Nikah Aja
36
Bab 36. Menikah Lusa
37
Bab 37. Perubahan Jasmine
38
Bab 38. Di Balik Perceraian
39
Bab 39. Bertolak Belakang
40
Bab 40. Selingkuhan Papa
41
Bab 41. Resmi Menikah
42
Bab 42. Keluarga Papa
43
Bab 43. Mamaku Sayang, Mamaku Benci
44
Bab 44. Special Honeymoon
45
Bab 45. Pacar Sewaan
46
Bab 46. Malam Panjang
47
Bab 47. Gara-gara Video
48
Bab 48. Pensiun Besok
49
Bab 49. Menjadi CEO
50
Bab 50. JASMINE!!
51
Bab 51. Kelemahan Cahaya
52
Bab 52. Sedang Kritis
53
Bab 53. Seperti Fotokopi
54
Bab 54. Keinginannya adalah Perintah
55
Bab 55. Masih Punya Mama
56
Bab 56. Kemarahan Cahaya
57
Bab 57. ISTRI SAHNYA!
58
Bab 58. Menikah Siri
59
Bab 59. Bertemu Selingkuhan Papa
60
Bab 60. Berusaha Menjadi Pribadi yang Lebih Baik (TAMAT)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!