Bab 6

Air mata Yasmin hampir menetes membaca surat pelunasan pembayaran biaya rumah sakit ayahnya yang sudah berbulan-bulan menunggak. Malah sekarang ayahnya sudah dipindahkan ke ruang perawatan VIP atas rekomendasi sekaligus permintaan Reynald melalui kuasanya.

"Nak." Suara ibunya memecah kesedihannya. Ibu jarinya mengusap sisa air matanya.

"Bu, semuanya sudah selesai. Ibu jangan banyak berpikir apa-apa lagi ya, Ibu juga harus sehat demi Ayah. Agar kelak kita bisa berkumpul kembali. Maafkan Yasmin karena Mas Tommy dulu." Air mata Yasmin kembali menetes, dadanya sesak bila mengingat nama Tommy yang telah menorehkan luka cukup dalam.

"Kamu tidak harus minta maaf, justru kami yang harus minta maaf. Karena kami, kamu harus membanting tulang kerja siang malam demi biaya hidup dan rumah sakit." Bahu ibunya berguncang hebat, tangisnya pecah.

Yasmin memeluk tubuh yang terlihat kian renta. Didekapnya tubuh perempuan yang telah melahirkannya ke dunia dan merawatnya dengan penuh kasih sayang itu dengan kesedihan yang teramat dalam. Yasmin akan melakukan apapun demi kedua orang tuanya, hanya merekalah yang dia punya di dunia ini.

'Ibu tidak harus tahu dari mana aku mendapatkan uang, yang penting Ibu dan Ayah dapat hidup dengan layak.'

***

"Yas, saya ingin bertemu kamu dulu sebelum saya berangkat ke Bali." Begitulah kata Reynald saat menghubungi Yasmin melalui sambungan telepon.

Mendengar permintaan Reynald, Yasmin bergegas bersiap diri. Berpenampilan sewajarnya dan tidak mencolok.

Suasana di rumah sepi, Yasmin menyimpan kunci rumah di tempat biasanya.

Suara decit mobil berhenti tepat di depan rumah, mobil keluaran terbaru yang dikendarai sopir pribadi Reynald sudah datang menjemput.

Kaki jenjang Yasmin melangkah mendekati mobil, menyapa terlebih dahulu sopir yang hendak membawanya pergi.

"Selamat malam, Pak." Yasmin menyapanya dengan ramah.

Sopir bergegas membukakan pintu mobil belakang untuk tamu majikannya.

"Silakan, Bu."

"Pak, lain kali tidak usah repot-repot bukain pintu. Saya bisa sendiri," kata Yasmin risih diperlakukan istimewa. Seperti Tuan Putri saja, pikir Yasmin.

"Tidak apa-apa, Bu. Ini sudah kewajiban saya dan perintah dari Bapak."

Pintu sudah ditutup kembali. Kali ini Yasmin diperintahkan untuk datang ke sebuah restoran biasa di hotel pribadi miliknya, Hartawan Hotel.

Romi sudah menyambut kedatangan Yasmin di lobi hotel. Mempersilakannya untuk mengikutinya ke tempat di mana Reynald sudah menunggunya.

"Selamat malam, Pak." Yasmin menyapanya.

Perhatian Reynald langsung teralihkan pada sosok perempuan yang ditunggunya sejak tadi.

Senyuman lebar tersungging di bibir Reynald, tak kala melihat wajah cantik Yasmin yang mampu mengusir lelahnya.

"Rom, kamu boleh pulang. Saya akan mengendarai sendiri bersama Yasmin," ucapnya dengan nada memaksa.

"Tapi, Pak."

"Kali ini saja," katanya.

"Baiklah kalau begitu, saya permisi." Romi menganggukkan kepalanya hormat pada Reynald dan Yasmin.

"Sebentar lagi makanan akan datang, kita makan setelah itu kita ke atas ya. Besok pagi saya harus berangkat ke Bali, pulang hari Minggu pagi. Kamu tidak apa saya tinggal?" Reynald meminta izin pada Yasmin. Apa tidak salah?

Wajah Yasmin mendadak bersemu merah, dia merasa jadi perempuan yang diperhatikan pasangannya.

"Emm tentu saja tidak apa-apa, Pak. Pekerjaan Anda tentunya sangat penting," ujarnya.

"Saya tetap akan mengawasi kamu melalui mata-mata saya, jadi jangan berbuat macam-macam selama saya tidak ada." Pria itu tampak posesif dan Yasmin tak percaya kalau Reynald akan seperti itu, mirip kekasih yang mewanti-wanti pasangannya.

"Mana mungkin saya berani." Bibir Yasmin membentuk lengkungan, menambah pesonanya memancar alami.

Reynald tak hentinya memperhatikan wajah Yasmin yang kian bersemu merah.

"Jangan melihat saya terus seperti itu, Pak."

"Kenapa? Bukankah biasanya perempuan paling senang diperhatikan seperti ini, hem?" tanya Reynald.

Yasmin tidak habis pikir dari mana Reynald belajar ilmu menarik hati perempuan atau apa dia sedang menggodanya?

Rasa hangat menjalar di tangan Yasmin yang digenggam erat tangan besar Reynald. Meremasnya perlahan dengan penuh kehangatan. Perhatian Yasmin otomatis teralihkan pada sosok pria tampan di dekatnya. Tampan, Reynald memang selalu tampan.

"Saya merasa nyaman berada di dekatmu, Yasmin." Reynald berhasil membuat Yasmin diam memaku. Dirinya sudah lancang diam-diam tersihir kata-kata Reynald yang membuat jantungnya berdebar tak karu-karuan.

Kehangatan keduanya harus terhenti, pelayan membawakan makanan yang dipesan Reynald secara khusus.

***

Mereka berdua naik ke lantai atas ke suite room yang sudah jadi tempat Reynald berada di sana. Kamar yang menjadi tempat pertamanya melebur dengan Yasmin.

Menahan dirinya sedari tadi, Reynald langsung menarik tangan Yasmin duduk di pangkuannya.

Yasmin memejamkan matanya, tak kala tangan Reynald menjelajah setiap lekukan tubuh indahnya.

Bibir Reynald menyapu leher jenjang putih Yasmin dengan tak melewatkan cumbuannya sedikit pun. Menghadirkan gelenyar aneh dalam diri perempuan itu.

Yasmin membuka satu per satu kancing kemeja yang membungkus tubuh Reynald, hingga terpampang lah tubuh shirtless pria itu. Begitu nyata dan menggodanya untuk menyentuh.

Yasmin menelan salivanya, saat Reynald merebahkan tubuhnya lalu pria tampan itu naik ke atas tubuhnya. Menjelajahi setiap lekuk tubuhnya dengan sapuan bibirnya.

Reynald menggapai dua benda indah di hadapannya, meremasnya dengan penuh gairah. Membuat mata Yasmin terpejam menikmatinya.

Yasmin merasakan milik Reynald sudah berada di dalam intinya, membuatnya memekik pelan kemudian merasakan sensasi nikmat luar biasa.

Keduanya menikmati sensasi yang dihadirkan tubuh masing-masing yang bertambah panas dan membara.

***

Yasmin terbangun saat matahari mulai beranjak naik. Dia baru sadar kalau Reynald sudah tidak berada bersamanya. Dia langsung bangun dari atas tempat tidur, menyapu sekeliling ruangan dengan matanya.

Diraih ponselnya di atas nakas, ada satu pesan di sana.

"Kamu boleh menikmati harimu di weekend ini. Saya sudah menyiapkan layanan kamar dan terapis untukmu, Yas." Yasmin membaca pesan itu.

"Terapis?" tanyanya bermonolog.

Yasmin menekan tombol gambar telepon di atas pesan dari Reynald. Dia tidak sadar kalau teleponnya sudah terhubung.

"Halo, Yasmin." Suara Reynald terdengar memanggilnya.

"Ah iya, Pak. Maaf mengganggu, saya mau tanya layanan kamar dan terapis maksudnya apa ya?"

"Hahaha." Suara Reynald tergelak di ujung pulau sana.

"Itu untuk kamu merilekskan diri kamu dari rutinitasmu. Baik untuk kesehatan tubuh kamu, atau kamu mau yang lain? Salon misalnya?"

"Ah tidak, Pak. Sudah cukup. Saya hanya minta izin untuk istirahat lebih lama di sini."

"Lakukan sesukamu."

"Terima kasih, kalau begitu saya tutup teleponnya ya, Pak."

"Yasmin." Suara Reynald menahannya kembali.

"Iya, Pak."

"Hati-hati, jaga diri kamu selama saya tidak ada."

Yasmin kembali diam dengan kata-kata Reynald yang lebih memposisikan dirinya dari sekadar wanita simpanan.

Hati Yasmin berbunga-bunga seperti orang yang sedang jatuh cinta.

***

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!