Bab 5

Yasmin benar-benar merasa bodoh di hadapan Reynald. Kenapa dia begitu lancang membahas pekerjaan di tengah situasi pribadinya? Dia merutuki dirinya sendiri, bahkan sampai memukul-mukul kepalanya.

Tok.. Tok.. Tok..

Pintu kamar hotel diketuk seseorang. Yasmin segera bergegas membukanya untuk melihat siapa yang datang.

"Selamat pagi, Nona. Saya datang membawa pakaian untuk Anda," Romi berdiri tegap dalam setelan jas rapi, dengan paper bag di tangannya. Dia lalu menyerahkannya pada Yasmin.

"Ah iya, terima kasih, Pak Romi. Anda sudah repot-repot sepagi ini."

Romi mengulum senyumnya, tetapi matanya tanpa sengaja menangkap bekas merah di leher Yasmin yang begitu jelas.

"Tidak masalah, ini sudah tugas saya. Kalau begitu, saya pamit."

Yasmin mengangguk pelan. "Terima kasih."

"Sama-sama." Pintu ditutup.

Yasmin membuka paper bag yang dibawa Romi. Blazer dari Brand terkenal dengan motif chic and classy serta mini skirt warna beige di atas lutut. Ada juga inner top sleeveless yang senada dengan bawahannya.

Bibir Yasmin melengkung, puas dengan pilihan yang diberikan Romi. Dia segera menuju kamar mandi, tidak sabar mencoba barang branded yang akan dikenakannya pagi ini. Dari semua pakaiannya, mungkin baru kali ini dia memiliki yang benar-benar orisinal. Bagaimanapun, Yasmin percaya bahwa Reynald hanya memberikan barang asli dengan segala limpahan kekayaannya.

Usai mandi, mata Yasmin membelalak mendapati lehernya terdapat bekas merah.

"Kiss mark? Ya ampun, kenapa aku sampai tidak sadar," gumamnya dengan wajah bersemu merah. Ingatannya kembali pada momen panas yang terjadi antara dirinya dan Reynald tadi malam.

Dengan cekatan, dia menepukkan spons cushion untuk menutupinya, ditambah foundation high coverage yang mampu menyamarkan bekas itu dengan sempurna.

"Untung aku membawa make-up lengkap. Kalau tidak, bagaimana cara menutupinya?" Dia menambahkan blush on di kedua pipinya agar tampak segar, mempertegas alis dengan pensil alis cokelat, lalu mengoleskan lip matte warna nude di bibirnya.

Rambutnya disisir rapi dan dibiarkan tergerai, membuatnya terlihat natural sekaligus cantik.

Reynald terus memperhatikan ponsel mahalnya sedari tadi. Senyum kepuasan muncul di wajahnya begitu melihat pergerakan sahamnya yang kembali naik. Reynald memang dikenal sebagai pengusaha yang memiliki bisnis di berbagai sektor, memperluas jaringan kekayaannya sebagai investasi masa depan.

"Pak, jadwal Anda minggu ini sudah diatur ulang sesuai rencana. Anda akan berangkat Jumat sore, dan Minggu pagi sudah kembali ke Jakarta." Romi menunjukkan sesuatu di tabletnya.

"Hmm." Reynald hanya menanggapinya dengan deheman. Entah kenapa minggu ini dia merasa berat untuk berangkat ke Bali dalam rangka peninjauan bisnis. Bahkan, jadwalnya sampai harus diatur ulang karena awalnya dia enggan berangkat sejak Kamis.

"Baiklah. Ada hal lain?" tanyanya, menatap Romi serius.

"Wika Grup ingin meninjau kembali kerja sama mereka dengan kita," lapor Romi.

Reynald mengerutkan kening. "Secepat ini?"

"Benar, Pak."

"Ada yang aneh. Kemarin mereka menolak, dan sekarang tiba-tiba setuju. Apa proposalnya sudah ada di tangan mereka?" Reynald tidak habis pikir. Dia sendiri bahkan belum menerima revisi proposal dari tim divisi marketing.

"Saya sedang menyelidikinya," jawab Romi.

"Oke. Jangan sampai ada yang terlewatkan. Kumpulkan kembali divisi marketing di ruang rapat," perintahnya dengan nada mendesak.

Romi segera berlalu. Apa yang dikatakan Reynald bagaikan titah yang tak bisa ditentang.

Suasana di ruang rapat kembali riuh sebelum Reynald datang. Semua anggota bertanya-tanya alasan mereka dikumpulkan lagi. Terutama Yasmin, dia adalah orang yang paling penasaran dengan apa yang terjadi siang ini.

Dia melirik Farah yang duduk tenang, proposal yang kemarin dilempar Reynald kini sudah rapi dengan sampul baru dan tergeletak di meja.

"Ehm..." Suara Romi memecah keheningan di ruang rapat. Lalu Reynald muncul, berjalan dengan penuh wibawa. Tidak ada yang berani menatapnya langsung. Mereka takut jadi sasaran amarahnya.

Sama seperti kemarin, Reynald menatap satu per satu anggota divisi marketing—jantung perusahaan.

"Kalian tahu kenapa saya mengumpulkan kalian lagi?" Tatapannya tajam, tanpa ekspresi.

"Tidak, Pak." Mereka menjawab serempak.

"Saya heran dengan pihak Wika Grup yang tiba-tiba ingin meninjau kembali kerja sama dengan kita. Yang saya tahu, mereka menolak. Namun dalam semalam, segalanya berubah. Sementara itu, revisi proposal sampai detik ini belum saya terima. Ini murni keinginan mereka atau ada permainan di sini?" Reynald menatap satu per satu wajah-wajah tegang di hadapannya.

"Maaf, Pak. Saya sudah menyerahkan revisi proposal pada Yasmin, dan Yasmin yang mengurus nota kesepakatannya."

Deg.

Lagi, Farah menyeret nama Yasmin. Apa maunya wanita ini? Kenapa terus-menerus menuduhnya?

"Maaf, Bu. Bukankah Ibu sendiri yang menyimpan proposal itu?" Yasmin tidak tahan lagi dengan sikap Farah yang keterlaluan.

"Yasmin, bisa dijelaskan bagaimana nota kesepakatannya?" Reynald bertanya, membuat Yasmin terdiam. Bukankah Reynald tahu dia tidak terlibat dan ini bukan ranahnya?

"Sa-saya tidak tahu, Pak. Bu Farah yang mengurusnya sendiri. Mungkin beliau yang melobi pihak Wika Grup," balas Yasmin, rahangnya mengeras, matanya menatap Farah tajam.

Farah tersenyum simpul. "Maaf, Pak, karena kami membuat keributan. Tapi kalau boleh jujur, saya melihat Yasmin keluar masuk hotel tadi malam. Mungkin dia melobi pihak Wika di sana."

Anggota divisi lain mulai berbisik-bisik, membuat Yasmin geram. Kenapa Farah begitu ingin mencampuri urusan pribadinya?

"Saya tidak mau ada drama di sini! Kenapa kalian tidak memahami peringatan saya kemarin? Apa kalian tuli? Kalian boleh keluar!" Reynald menunjuk pintu ruang rapat, mengusir semua orang. Emosinya perlahan naik.

Farah berjalan paling belakang. Sebelum keluar, dia tersenyum manis pada Reynald. Pokoknya ia harus cari muka di depan Reynald biar apa yang dia inginkan tercapai secara sempurna tanpa hambatan.

"Pak, tadi malam saya melihat Yasmin bersama pihak Hartawan Grup di hotel. Kalau Anda tidak percaya, tanyakan sendiri padanya. Permisi." Farah tampak puas telah mengkambinghitamkan Yasmin, yang selama ini dia anggap saingan.

Tangan Reynald mengepal, rahangnya mengeras. Dia mendengus kesal mendengar ucapan Farah yang sulit diterima akal sehatnya. Apalagi yang diperbuat wanita itu.

Namun, dia tetap harus tenang. Bisa saja ini jebakan. Farah tidak boleh tahu bahwa dirinya ada hubungan dengan Yasmin. Kalau sampai tahu, semuanya akan berantakan terlebih dia kasihan pada Yasmin.

Yasmin duduk diam di mejanya. Dia heran kenapa Farah begitu ingin menjatuhkannya di hadapan Reynald. Perasaannya, dia tidak punya masalah pribadi dengan kepala divisinya itu. Apa jangan-jangan?

"Apa salahku?" tanyanya lirih. "Kenapa Farah seperti tidak menyukaiku, apa jangan-jangan Farah menyukai Reynald dan menganggapnya saingan?"

Sementara itu, Farah tersenyum puas melihat Yasmin. Dia yakin, hanya dengan cara ini, dia bisa menyingkirkan Yasmin secara perlahan.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!