Wajah Yasmin semakin memerah tak kala tangan Reynald menyentuh tubuhnya lalu membelai punggungnya dengan intens.
"Pak, bolehkah saya membersihkan tubuh terlebih dahulu?"
Ya, Yasmin tadi tidak tergesa-gesa mandi sebelum berangkat ke hotel, takut Reynald akan kecewa dengan pelayanannya yang pertama.
"Lakukan apa yang kamu mau, Yasmin." Reynald mengulum senyumnya dengan tatapan mata menggoda. Jujur, jantung Yasmin berdegup cepat memikirkan apa yang akan terjadi setelah ini.
Yasmin melangkah pelan ke kamar mandi. Sampai di sana, dia bernapas lega setidaknya Reynald tidak bisa melihat dirinya yang canggung dan malu-malu.
Permintaan mandinya pun jadi upaya dirinya memberikan pelayanan terbaik untuk klien kelas kakapnya, supaya pelanggan merasa terpuaskan.
Dia mempercepat kegiatannya di kamar mandi, menggosok semua bagian tubuhnya dengan sabun beraroma mahal. Selesai dengan itu, Yasmin memilih hanya memakai bathrobe putih khas hotel yang ada di sana, toh nanti juga Reynald akan melepaskannya lagi.
Keluar dari kamar mandi, Yasmin mendapati Reynald tengah berdiri tanpa mengenakan kemejanya, hanya menyisakan celana saja. Mata Yasmin tak henti memandang tubuh atletis Reynald dengan bantalan-bantalan otot yang membentuk six pack—sesuatu yang sering disebut sangat seksi. Kini, Yasmin bisa melihatnya secara langsung. Selama ini, klien-kliennya hanya mempunyai bentuk tubuh biasa saja, tidak seperti Reynald. Dengan bermacam-macam latar belakang profesi, hampir semua tipe pria pernah ia temui.
"Mendekatlah, Yasmin." Suara Reynald mampu membuat pikirannya kembali tersadar.
Dia mendekatkan dirinya, kini berhadapan langsung dengan pemilik manik cokelat itu.
Yasmin dibuat terkagum-kagum. Dalam jarak dekat, dia bisa menikmati ketampanan Reynald plus bentuk tubuh yang hampir mendekati sempurna. Sesekali dia menelan salivanya. Dia tidak mau Reynald menunggu lebih lama lagi. Disentuhnya wajah Reynald yang tanpa rambut di sana. Tangannya perlahan menyusuri dada bidang Reynald dengan tatapan mata yang masih intens. Reynald mengunci pandangan Yasmin hingga dia tidak mampu berpaling.
Reynald menarik tubuh Yasmin duduk di pangkuannya. Yasmin merasakan tubuhnya semakin meremang, aneh. Biasanya, dia hanya melakukan tugasnya tanpa perasaan dan datar. Namun, kali ini Reynald mampu menyihirnya, membuat dadanya berdebar kencang.
Reynald memagut bibir Yasmin dengan lembut dan penuh perasaan, tangannya menjelajah bagian depan tubuh Yasmin. Merasakan kedua aset berharganya dengan sentuhan bergantian.
Kini, Reynald akhirnya bisa mendapatkan apa yang selama ini hanya ada dalam pikirannya saja. Selama tiga bulan, dia menahan rasa ingin tahunya pada Yasmin. Sosok perempuan yang ditemuinya di sebuah lift perusahaan. Dengan berderai air mata, Yasmin masuk ke lift khusus pejabat eksekutif tanpa dirinya sadari. Di sana, Reynald bisa melihatnya dengan jelas. Ada kesedihan mendalam di wajah Yasmin. Romi hampir menegur Yasmin karena salah menaiki lift, tetapi Reynald melarangnya. Sampai lift terbuka, Yasmin keluar begitu saja dan tak pernah tahu bahwa pertemuan pertamanya dengan Reynald terjadi dengan cara seperti itu. Sejak saat itu, Reynald mulai mencari tahu siapa Yasmin.
Tangan Yasmin sampai di tengkuk Reynald. Dirinya menikmati setiap sentuhan Reynald. Dari ciuman saja, semuanya sudah berubah menjadi panas. Dia menekan tengkuk Reynald saat bibir pria itu beralih ke kedua bukit indahnya yang terbuka.
Mata Yasmin terpejam, merasakan sensasi hebat yang diberikan Reynald padanya. Aneh, kenapa dirinya mendapatkan kepuasan? Seharusnya, dia yang memuaskan sang klien.
Reynald merebahkan tubuh Yasmin di atas tempat tidur. Kini, Yasmin sudah tidak mengenakan sehelai kain pun yang menutupi tubuhnya, membuat Reynald menelan salivanya berkali-kali. Dirinya sudah tidak bisa menahan lagi untuk melebur bersama.
Kini, kulit mereka saling bersentuhan. Yasmin tidak pernah menyangka CEO di perusahaannya saat ini sedang berada di atas tubuhnya, mencumbunya dengan penuh nafsu. Pria yang tadi siang meluapkan kemarahannya, sekarang begitu lembut memperlakukannya.
Reynald menatapnya dengan tatapan sayu. Dia tidak menuntut Yasmin bekerja memuaskannya. Justru, lebih tepatnya, Reynaldlah yang saat ini memuaskan Yasmin. Aneh, tapi nyata.
Tubuh keduanya sudah sama-sama polos. Reynald sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk menenggelamkan dirinya dalam diri Yasmin.
Mata Yasmin terpejam saat merasakan Reynald menyatu dengannya.
Reynald terus bergerak di atas tubuh Yasmin hingga beberapa saat kemudian, dia sudah tidak bisa menahan dirinya lagi. Tubuh keduanya mengejang bersama.
Matahari mulai menyelinap masuk lewat celah tirai suite room itu. Mata Yasmin mengerjap beberapa kali, menyesuaikan dengan cahaya yang masuk. Dia sadar Reynald sudah tidak berada di tempatnya.
Yasmin bangkit dan melihat Reynald sudah bersiap diri. Pria itu sedang memunggunginya, berbicara dengan seseorang di telepon.
Dia menggerakkan tubuhnya yang terasa pegal, masih dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Yasmin begitu malu mendapati bagian dadanya terdapat beberapa kiss mark.
"Yasmin." Suara Reynald membuatnya terkesiap.
"Ya," jawabnya dengan wajah pias.
Reynald mendekat dengan bibir tersungging. Pria tampan di hadapannya sudah berganti pakaian dengan setelan jas baru, kemeja putih dengan celana hitam rapi.
"Saya sudah meminta Romi menyiapkan pakaian kerja untuk kamu. Sesuai dengan ukuran badan kamu," katanya.
"Iya, Pak. Terima kasih, Pak."
"Tidak usah berterima kasih. Sudah seharusnya saya melakukan itu. Dan Yasmin, hari ini semua biaya rumah sakit dan hutang piutang keluargamu akan saya selesaikan. Kamu tidak perlu khawatir lagi, ya. Fokus saja bekerja untuk saya."
Perkataannya membuat hati Yasmin bahagia bukan kepalang.
"Sekali lagi, terima kasih, Pak."
"Saya bilang, jangan ucapkan terima kasih. Ini kan sudah perjanjian kita. Oh iya, berapa nomor rekeningmu?" Reynald kembali mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jas.
"Saya tidak ingat, Pak. Sebentar." Yasmin meraih bathrobe di tepian tempat tidur, lalu mengenakannya lebih dulu. Mata Reynald terus mengamati pergerakannya, membuatnya semakin malu.
Diraihnya ponsel miliknya dari dalam tas. Dia membuka kontaknya dan menemukan nomor rekeningnya.
Yasmin menyebutkan 16 digit nomor rekeningnya, dan Reynald mencatatnya.
Tak lama, ponsel Yasmin berbunyi, pemberitahuan dari bank.
"Saya sudah mengirimkan uang untuk jajan kamu minggu ini. Kalau kamu butuh lagi, jangan sungkan bilang."
Mata Yasmin membulat melihat nominal yang diberikan Reynald—lebih dari gaji sebulan di Hartawan Grup.
"Terima kasih, Pak."
Reynald hanya membalasnya dengan senyuman, dia hanya sedang menikmati wajah polos Yasmin usai bangun tidur. Cantik, pikir Reynald.
"Oh ya Yasmin, sambil kamu menunggu Romi. Saya sudah menyuruh layanan kamar mengantarkan sarapan untuk kamu. Saya tidak bisa sarapan dengan kamu, maaf ya. Saya harus berangkat lebih dulu kamu tidak apa kan?"
Yasmin menggeleng cepat.
"Tidak, Pak. Silahkan, saya akan menunggu pak Romi datang."
"Baiklah Yasmin, kalau begitu saya duluan ya."
Yasmin mengangguk pelan, tidak ada kiss atau semacamnya. Ah Yasmin sudah berpikir kurang ajar. Dia hanya bekerja memuaskan lebih tepatnya saling memuaskan bukan lebih melibatkan perasaan.
"Eh Pak." Yasmin menahan langkah Reynald. Reynald membalikan tubuhnya kembali.
"Ya Yasmin kenapa?" tanyanya.
"Maaf Pak kalau saya tidak sopan. Masalah kantor, saya tidak melakukan apa yang dikatakan bu Farah kemarin." Yasmin menyesal membahas masalah kantor.
"Jangan khawatir, saya tidak percaya kata Farah. Apa yang dia tuduhkan tidak benar, bukankah kemarin lusa kamu memang tidak lembur karena sedang bersama saya?"
Yasmin memejamkan matanya, kenapa dia tidak ingat malam itu sedang bersama Reynald.
***
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments