Bab 3

Reynald menyandarkan punggung kokohnya ke sandaran kursi kebesarannya. Senyumnya mengembang seiring memeriksa dokumen berisi laporan dari Romi tentang perkembangan saham perusahaan.

"Harga saham perusahaan kita naik, tapi kenapa kerja sama kita dengan Wika Grup batal? Apa yang salah?" Suaranya terdengar berat dan menekan.

"Saya rasa ada kesalahan, kita bisa memeriksanya dari bagian penjualan, Pak."

Reynald memijat pelipisnya yang terasa berdenyut sakit. Belasan tahun bergelut di bidang usaha properti dan real estate, baru kali ini mengalami kegagalan dalam meraup untung. Kerja sama proyek gagal akibat klien tidak menyetujui ajuan proposal dari pihaknya.

"Kumpulkan semua divisi marketing, saya ingin menanyai mereka satu per satu." Pria itu memerintah tanpa ekspresi. Wajahnya datar dan dingin.

"Siap laksanakan, Pak." Romi undur diri untuk mempersiapkan segala sesuatunya.

*

*

*

Semua anggota divisi yang beranggotakan 15 orang itu sudah terkumpul di ruang meeting Hartawan Grup. Dengan sorot mata tajam layaknya mata elang, Reynald memindai satu per satu orang yang menggantungkan mata pencaharian padanya. Termasuk Yasmin yang turut berada di sana. Hanya dua detik mata mereka bertemu, selanjutnya Reynald menatap orang yang berada di samping Yasmin.

"Kamu, bukankah kamu yang bertanggung jawab atas ini?" Proposal yang dipegang Reynald pun melayang persis di depan meja Farah. Perempuan yang menjabat sebagai kepala divisi di sana tetap tenang kala Reynald mulai menyerangnya.

"Benar, Pak. Dan lebih tepatnya Yasmin yang mengerjakan laporannya. Saya tidak tahu kenapa jadinya seperti ini. Kami akan segera memperbaikinya," jawab Farah, mengkambinghitamkan Yasmin.

Wajah Yasmin langsung menengok ke sampingnya, dia tak paham kenapa tiba-tiba Farah menyebut namanya di depan Reynald. Padahal dia sama sekali tidak tahu-menahu tentang penyusunan proposal itu.

"Kamu yakin?" Tatap Reynald penuh penekanan.

"Anda tinggal tanyakan pada Yasmin. Benar kan, Yasmin? Kemarin lusa kamu lembur untuk mengerjakan proposal ini?"

Yasmin merasa kecil di hadapan orang-orang yang menatapnya. Dia sama sekali tidak mengerti.

"Tapi Bu Farah, saya—"

"Saya tahu kamu menolak awalnya karena ingin menengok ayahmu di rumah sakit, tapi bukan begitu caranya. Jangan sampai masalah pribadi kamu campurkan ke dalam perusahaan." Farah terus mencecar Yasmin.

Braakkk!

Reynald menggebrak meja meeting, membuat semua orang terhenyak kaget.

"Saya memanggil kalian bukan untuk melihat drama ini. Dan kamu, berikan saya bukti kalau memang dia yang melakukannya! Saya tidak akan segan memecatnya. Kalian tahu untuk proyek ini perusahaan kita sudah keluar banyak, tapi malah gagal tanda tangan. Kalian ingin membuat saya malu, hah?" Suara berat Reynald semakin menggema, menambah suasana semakin tegang.

Yasmin memperhatikan gestur Reynald. Dalam pikirannya, Yasmin menerka-nerka seorang Reynald yang tegas dan arogan. Pria itu tidak senang dibantah, dan apa yang diinginkannya harus terlaksana. Menyangkut perusahaan merupakan harga mati baginya.

"Kalian sudah lama bekerja dengan saya, tapi kenapa hari ini kalian begitu bodoh? Apa saya kurang memberikan kalian kesejahteraan sampai untuk proposal saja ancur-ancuran?"

Reynald mendesah frustrasi. Namun saat matanya kembali beradu dengan Yasmin, seketika amarahnya meredup.

"Kita akan melobi lagi pihak Wika Grup, dan kamu buatkan proposal yang sesuai dengan yang diinginkan mereka. Kalau sampai gagal lagi, jabatanmu taruhannya!" Kemudian Reynald mengibaskan tangannya, mengusir ke-15 orang divisi marketing.

Farah kali ini bisa terbebas, namun lihat apakah kariernya bertahan setelah kerja sama dengan Wika berhasil.

"Bu, Bu Farah, tunggu." Yasmin menyusul Farah yang sudah lebih dulu keluar dan akan kembali ke ruangan.

"Ada apa?" tanyanya sambil terus berjalan.

"Bu Farah, kenapa menyalahkan saya atas gagalnya proposal itu? Dan kenapa saya yang dituduh di depan Pak Reynald?" Yasmin mensejajarkan langkahnya dengan Farah.

Farah berhenti sejenak, kemudian menatap manik mata Yasmin lekat-lekat.

"Kamu mau tahu? Ingat Yasmin, untuk bekerja di sini dibutuhkan kejujuran. Jangan hanya mengandalkan tampang dan tubuh," jawabnya santai. Dia kembali melanjutkan langkahnya masuk ke lift.

"Maksud Ibu apa?" Yasmin sudah cemas. Jangan-jangan Farah tahu kalau dia bertemu secara pribadi dengan Reynald.

"Kamu tidak bodoh dan kamu terpelajar. Harusnya kamu bekerja untuk mendapatkan uang dengan halal, jangan hanya mengandalkan orang kaya demi kebutuhan kamu." Farah lebih dulu keluar ketika lift terbuka. Dia mengakhiri pembicaraan dan pergi menuju mejanya.

Yasmin diam memaku. Dugaan yang tadi hanya ada di pikirannya kini terasa nyata. Pasti Farah tahu telah terjadi sesuatu antara dirinya dengan Reynald.

***

"Lantai 8, Yasmin. Jangan bertanya kepada siapa pun, kamu langsung saja naik. Saya akan menunggumu," kata Reynald lewat panggilan telepon. Satu jam lalu, Reynald memintanya datang ke Hartawan Hotel, president suite, kamar yang jadi tempat pertemuan pertama mereka.

Yasmin berjalan santai menyusuri lobi Hartawan Hotel. Dia memperhatikan sekeliling tempat itu. Ubin yang terbuat dari granit mahal membuatnya terkesan mewah. Lampu-lampu kristal menggantung di setiap langit-langit, tempat duduk untuk para tamu bersantai sambil menerima tamu atau sekadar minum kopi. Para staf hotel dengan senyuman ramah menyambut para tamu yang datang.

Yasmin terus berjalan sampai lift membawanya ke tujuannya. Jantungnya kembali merasakan debaran aneh, sama seperti saat pertama menemuinya di tempat yang sama dan kamar yang sama.

Kini, dia sudah berdiri tepat di depan pintu kamar suite room itu. Beberapa detik kemudian setelah dia mengetuk pintu, terdengarlah suara handle pintu bergerak.

"Masuklah." Reynald membukakan pintu untuknya. Wangi aroma parfum Reynald menguar, menusuk hidung Yasmin. Aromanya menenangkan dan khas.

"Duduklah dulu, kita bersantai. Jangan tergesa-gesa."

Pria bermata cokelat itu begitu menawan di usianya sekarang. Rambutnya yang pendek dengan bagian depan agak panjang sehingga bisa disisir ke belakang terlihat rapi dengan sentuhan pomade. Alis tebal dengan sorot mata tajam mampu membuat Yasmin tak berkutik.

Seperti sekarang yang dirasakan Yasmin. Anehnya, Yasmin tidak pernah merasakan getaran ini dengan klien-klien sebelumnya.

Reynald masih mengenakan setelan kemeja abu-abu yang dikenakannya tadi ke kantor dengan celana panjang dark grey-nya. Hanya jas kerjanya saja yang sudah dilepas.

"Kamu mau minum apa? Biar saya ambilkan?" Reynald berhasil membuat Yasmin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Otak Yasmin mulai berpikir, mungkinkah malam ini dirinya dan Reynald akan melakukannya?

Pipi Yasmin sudah bersemu merah tatkala Reynald perlahan menggapai wajahnya lalu mendaratkan ciuman singkat di bibirnya.

Dia yakin setelah malam ini, wajah Reynald bahkan bayangannya sekalipun akan hadir lewat mimpi-mimpi indahnya.

"Bersiaplah, karena setelah ini kita akan melakukannya." Bisikan Reynald mampu membuat tubuh Yasmin meremang.

***

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!