"Maaf, Kak. Ada ulat bulu, pasti gatal kalau sampai kena kulit," katanya sambil meraih ulat berbulu tajam yang merayap di jarik bagian dadaku.
"Aawww," serunya, ikut mengejutkanku.
Sepertinya dia tersengat ulat bulu itu karena nekat mencubitnya tanpa pelindung. Raut wajahnya seketika memerah saat dia mengecup ujung jarinya yang tersengat.
"Untung aja gak jatuh ke dalam, Kak," ujarnya sambil melempar senyum ke arahku.
Sebenarnya, aku sedikit takut kepada pemuda ini. Tapi setelah apa yang dia lakukan, aku mulai yakin kalau dia orang baik.
Semoga saja.
Dia menata bunga-bunganya, menaburinya dengan wewangian, lalu menyodorkannya kepadaku. Jujur, aku tak tahu harus bagaimana setelah ini. Yang kutahu dari film-film horor yang sering kutonton, mandi bunga biasanya dilakukan tanpa sehelai benang pun, alias telanjang.
Lalu, bagaimana sekarang? Haruskah aku melepas kain ini di depannya?
"Kak, bunga-bunganya udah kucampur dengan wewangian dan doa dari si Mbah. Guyur sampai sebelas kali, pakai gayung ini ya, Kak. Tapi, Kak, pesan si Mbah, kakak harus melakukannya dengan mata terpejam dan jangan sekali-sekali buka mata sampai kakak benar-benar selesai sebelas guyuran," jelasnya. "Aku tunggu di sana. Jangan lama-lama ya, Kak, keburu magrib."
Beruntung.
Apa yang kupikirkan ternyata tidak seburuk itu. Dia meninggalkanku sendiri di sumber air ini. Dari balik pohon beringin yang tadi kami lewati, dia perlahan menghilang. Mungkin dia sengaja menunggu di sana agar tidak melihatku mandi.
Aku mulai mengguyur kepalaku dengan air bunga dari gayung.
Guyuran pertama terasa dingin, mungkin karena kulitku baru menyentuh air yang langsung dari sumbernya. Air itu tidak sepenuhnya membasahi tubuhku, hanya mengenai bahu hingga dada.
Guyuran kedua, aku mulai bisa bersahabat dengan dinginnya air yang terus mengalir di tubuhku. Aroma bunga kenanga yang dominan menusuk hidungku.
Guyuran ketiga, tubuhku mulai terbiasa dengan suhu dingin di sekitar sumber air ini. Rasanya lebih sejuk dibanding pagi hari. Sesekali kucium bunga yang lengket di tubuhku.
Guyuran keempat masih terasa sama. Aku sengaja berlama-lama di sini agar tak perlu cepat-cepat kembali ke rumah si kakek tua itu. Lebih baik di luar daripada di kandang besi itu.
Guyuran kelima, aku mulai merasa nyaman dengan suasana ini. Suara gesekan daun bambu terdengar nyaring di sekitarku. Aku suka, mengingatkanku pada kenangan memancing bersama Papa dulu.
Guyuran keenam, isi keranjang bunga di sebelahku mulai menipis, tapi aku yakin masih cukup untuk menyelesaikan sebelas guyuran.
Guyuran ketujuh, aroma kenanga tak lagi dominan. Mungkin sudah habis, berganti wangi lain yang tidak kukenal. Aromanya cukup tajam dan menyengat.
Guyuran kedelapan, aku mulai menggigil. Mungkin karena terlalu lama mandi dengan air yang dingin ini.
Guyuran kesembilan, suara jangkrik tiba-tiba terdengar lebih nyaring daripada gesekan bambu.
Tunggu. Jangkrik? Memangnya ada jangkrik yang berbunyi sore begini? Mungkin hanya halusinasiku karena kedinginan.
Guyuran kesepuluh terasa berbeda. Tak ada lagi wangi bunga, tak ada lagi suara menenangkan. Hanya bau bangkai yang tercium kuat di sekitar leherku.
Padahal aku sudah mengguyur seluruh tubuhku dengan bunga. Mana mungkin aku jadi bau seperti ini? Tapi sudahlah.
Tinggal satu guyuran lagi, lalu aku harus kembali ke rumah dukun itu. Menjadi tawanan. Kenapa aku tak kabur saja? Pemuda itu juga pasti takkan tahu kalau aku kabur.
Sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul di kepalaku. Iya, kenapa aku tidak melakukannya sejak tadi?
Kenapa aku begitu bodoh?
"Benaarr." Seseorang berbisik di telingaku.
Bukan. Itu bukan suara hatiku.
"Kamu harus pergi! Lari!" Suara itu makin keras.
Jelas aku tidak berpikir seperti itu. Aku mendengarnya, jelas.
"Cepat, lari. Atau... MATIIIIIIII!!"
Siapa itu?
Aku makin yakin ada seseorang yang membisikiku.
Telingaku merasakan hembusan napas. Hangat ... Panas.
"MATIIIIII!!!!!!" teriak suara itu, membuyarkan pikiranku.
Dengan tergesa, aku mengambil sisa bunga terakhir di keranjang dan mencampurnya dengan air dari sumber di bawahku.
Aku masih memejamkan mata.
Haruskah aku lari? Atau aku guyurkan gayung ke-11 ini dan kembali menjadi tawanan?
Aku benar-benar bingung, sementara suara-suara itu makin lantang mengancam dan bau busuk makin menyengat di sekeliling tubuhku.
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Filna
yaampun/Curse/
2025-04-11
1
arif didu
gendruwo itu pasti
2025-03-15
1
Ani
Bodoh sekali wanita ini, jelas2 dia sudah mendengar tadi bahwa dia mau di jadikan tumbal, ada kesempatan utk. Lari, eh malah mikir nya berulang - ulang, berarti dia memang mau mati percuma, di jadikan tumbal. Dasar wanita bodoh.
2025-03-03
3