Ellisa merasa

Sam berhenti di depan sebuah rumah yang berbeda dari rumah sebelumnya. Ellisa yang merasa asing dengan lingkungan sekitar, menatap rumah itu dengan rasa penasaran yang jelas terlihat di wajahnya.

"Pak Sam, ini rumah siapa?" tanya Ellisa.

Sam menoleh ke belakang, malah mengalihkan perhatian. "Panggil Sam saja."

Ellisa mengerutkan dahi. "Aku nggak bisa. Kayaknya nggak sopan banget kalau nggak pake 'Pak'."

"Ya sudah," jawab Sam, "kalau kamu mau, panggil saja aku Kak Sam."

"Baiklah, Kak Sam." Ellisa menjawab tanpa ragu. Sam terkejut, namun rasa kagum dan senang muncul di hatinya.

Ada sesuatu yang membuatnya merasa nyaman saat Ellisa memanggilnya seperti itu tanpa canggung.

"Ellisa, ini rumahku. Yang kemarin itu rumahnya Elmira," jelas Sam dengan suara lembut.

"Tapi, rumahmu kok sepi?" tanya Ellisa.

"Iya, Memangnya kenapa? Takut?" Sam tertawa ringan, mencoba membuat suasana lebih santai.

"Nggak juga sih," jawab Ellisa, sedikit meredakan ketegangannya.

"Bagiku, hidupku lebih tenang tanpa asisten rumah tangga. Meskipun mereka bisa membantu membereskan semuanya, aku lebih suka melakukannya sendiri," lanjut Sam, dengan nada yang lebih serius.

Ellisa mengangguk pelan. "Um, baiklah."

Sam mendesah pelan, "Selalu saja gitu jawabnya, ya. Penuh pertanyaan, tapi akhirnya tetap menyetujui."

Ellisa merasa, ada ketenangan yang datang bersama Sam, meskipun suasana di sekitar mereka terasa sedikit asing dan berbeda.

Saat Ellisa melangkah masuk ke rumah, ia tertegun sejenak. Rumah itu tampak besar namun minimalis, dengan desain yang sederhana namun elegan.

Meskipun rumah Elmira jauh lebih mewah, ada sesuatu yang menarik perhatian Ellisa di sini. Rumah Sam terasa kosong, dengan sedikit barang dan suasana yang cukup luas.

"Kenapa kamu membawaku pulang ke rumahmu?" tanya Ellisa, masih bingung dengan situasi ini.

Sam tersenyum ringan, "Hm? Emm... tentu saja untuk mengenalkan rumahku padamu."

"Oohh..." Ellisa mengangguk pelan.

Sam berjalan membawa Elmira ke kamarnya dan dengan lembut menidurkannya di kasur. "Kamu gak perlu merasa asing di rumahku. Anggap saja rumah sendiri," katanya.

Ellisa memandang sekeliling, matanya tertuju pada setiap sudut ruangan yang kosong namun terasa luas. "Aku... sudah lama tidak merasakan apa itu rumah," lirihnya.

Sam hanya samar mendengar perkataan Ellisa. Lalu, berkata, "Masuklah," ajaknya dengan lembut.

"Rumahmu terasa hangat, Kak Sam, tapi juga sepi," kata Ellisa.

"Beda banget ya sama rumah Elmira? Rumah dia tampak hidup dan ceria," sahut Sam sambil membenarkan tidur Elmira.

"Hu'um," Ellisa mengangguk pelan.

"Kalo begitu, istirahatlah sebentar. Aku akan mengantarmu pulang nanti," kata Sam.

"Iya," jawab Ellisa, lalu menambahkan, "Kak Sam juga istirahatlah. Pasti capek seharian nyetir motor."

Sam tertawa kecil, merasa sedikit lega mendengar perhatian Ellisa. "Tahu saja kamu," jawabnya, lalu meregangkan otot-ototnya.

Suasana di rumah Sam terasa sangat sunyi. Elmira sudah tertidur dengan nyenyak di kasur Sam, dan Sam pun tampaknya telah terlelap di sofa, tubuhnya terbungkus selimut tipis, tenang dalam tidur yang dalam.

Namun, bagi Ellisa, ketenangan itu terasa berbeda. Ia duduk di kursi meja kerja Sam, matanya tak henti-hentinya memandangi Elmira yang tertidur dengan damai. Tapi di dalam dirinya, ada rasa gelisah yang tak bisa ditahan.

Dadanya mulai terasa berat lagi, seperti ada beban yang semakin lama semakin menekan. Nafasnya mulai terengah-engah, seperti ada sesuatu yang terjebak di dalam dirinya.

"Kapan ini akan selesai?" lirih Ellisa, matanya menatap kosong wajahnya yang terpantul di kaca jendela.

Rasa kecewa dan kesedihan memenuhi pikirannya. Ia sudah berusaha memberi yang terbaik, menyusui bayi-bayi yang membutuhkan, namun dadanya masih terasa penuh. Tak ada tanda-tanda bahwa semuanya akan berhenti.

"Sebanyak apapun aku memberikan ASI ini untuk bayi-bayi, dadaku masih saja terasa penuh dan tidak ada habisnya. Aku harus gimana..."

Tangan Ellisa secara refleks meremas dada sebelah kirinya, merasakan ketegangan yang semakin kuat.

Rasa sakit yang tajam meluncur dari dinding dadanya, menjalar ke ujung-ujung jari dan membuatnya menggigil.

Dadanya mengencang hebat, seolah menahan sesuatu yang ingin segera keluar. Ellisa menatap Elmira yang tertidur pulas, "Aku ingin segera mengASIhinya lagi... ugh..." Ellisa merasakan cairan susu itu keluar dari put1ing dadanya.

"Ellisa?" Sam terbangun perlahan.

Ellisa menoleh dengan cemas, matanya tampak kebingungan. "Kak—Kak Sam," suara Ellisa terdengar takut.

Sam duduk lebih tegak, matanya penuh perhatian. "Kamu nggak papa?" tanyanya.

Ellisa menggeleng, bingung. Dia membelakangi Sam, meremas dadanya dengan hati-hati seolah ingin menenangkan dirinya sendiri, meskipun tak berhasil.

Rasa sakit itu semakin terasa, dan dadanya terasa begitu penuh. Cairan putih semakin keluar, membasahi pakaiannya. Sam bisa melihat itu meskipun Ellisa berusaha menutupinya dengan tangan.

"Aah..." Ellisa sedikit terengah-engah, tubuhnya gemetar. Nafasnya semakin berat, dan rasa sakit itu semakin tak tertahankan.

"Aku harus memberikannya pada Elmira. Tapi, dia masih tertidur. Aku ingin dia bisa segera menghisapnya..." Ellisa hampir tak sanggup melanjutkan kalimatnya, tubuhnya semakin gemetar.

Sam bingung dan khawatir. Ia tahu betapa besar beban yang sedang ditanggung Ellisa, meskipun dia hanya mencoba untuk memberi yang terbaik. "Ellisa, tenang... biar aku bantu," kata Sam berusaha menenangkan.

Ellisa menoleh sedikit, mata mereka bertemu, namun Ellisa tampak semakin tertekan. "Aku nggak tahu harus bagaimana lagi, Kak Sam... Rasanya... rasanya nggak ada habisnya." Suaranya hampir pecah, penuh dengan perasaan tak terucapkan.

Sam mendekat, menatap gadis itu dengan lembut. "Aku di sini, Ellisa," ujarnya dengan penuh pengertian.

"Kak Sam, bisakah kamu menghisapnya? Aku merasa lebih baik kalo ASI ini dihisap." Kata Ellisa menahan sesak.

Sam terkejut mendengar permintaan Ellisa. "Ellisa..." suara Sam terdengar pelan, mencoba memahami. "Aku... aku tidak tahu harus bagaimana. Apa maksudmu dengan itu?"

Ellisa menunduk, wajahnya memerah karena malu dan bingung. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, Kak Sam. Tapi... jika tidak ada yang bisa menghisapnya, rasanya akan semakin berat. Dan aku tahu Elmira masih tidur..." Suaranya perlahan hilang, sukar untuk diungkapkan.

"Ellisa, aku... aku tidak ingin membuatmu merasa lebih buruk," kata Sam akhirnya dengan suara lembut, "Aku ingin membantu, tapi ini..." dia menelan kata-katanya, merasa bimbang.

Ellisa mengangguk pelan, menyadari bahwa dia mungkin telah meminta hal yang terlalu besar dan memalukan, "Maafkan aku, Kak Sam," ucapnya, matanya mulai berkaca-kaca.

Sam melihat wajah Ellisa yang penuh dengan keputusasaan dan rasa malu. Dia bisa merasakan betapa rapuhnya keadaan ini.

Perlahan, Ellisa melepas kancing bajunya dan menurunkannya sampai di bawah dada. Dada itu terlihat jelas di hadapan Sam. Sam merasa buruk tapi melihat Ellisa terengah-engah dengan mata terpejam membuatnya peduli.

Dada itu bergerak seiring nafas Ellisa. Membusung kencang mengarah kepada Sam. "Ellisa, aku ingin kamu bisa merasa lebih baik." Kata Sam.

"Tolong kak Sam..."

Cairan susu terus saja keluar di put ing susu yang berwarna pink pastel itu.

Dengan tangan yang gemetar, tangan kanan Sam mencoba memegang dada kiri milik Ellisa. Terasa besar, kencang dan penuh. Dia takut sentuhannya malah membuat Ellisa semakin kesakitan.

Tapi, saat tangan itu terulur, menyentuhnya lembut dari pangkal dada sampai ke ujung, Ellisa merasa mulai tenang. Sam memperhatikan reaksi itu meski sedikit.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!