Arthur keluar dari perpustakaan tetapi ditengah jalan mendengar pembicaraan mencurigakan dan memutuskan menguping.
"Bagaimana apa rencana kita untuk mengadu domba dan memfitnah ratu Alethea?"
"Anda tenang saja besok rencana ini akan berhasil."
"Saya tidak mau rencana ini gagal."
Arthur bergerak cepat, menangkap pria tersebut dari belakang. Pria itu terkejut dan berusaha melepaskan diri, tapi Arthur terlalu kuat.
"Siapa kamu?" tanya Arthur dengan suara keras dan tegas.
Pria itu berusaha untuk berbicara, tapi kata-katanya terputus-putus. "Aku... aku tidak tahu apa yang kamu bicarakan," jawabnya dengan suara gemetar.
Arthur memandang pria itu dengan mata tajam. "Jangan berbohong padaku," katanya. "Aku tahu kamu sedang berbicara tentang Ratu Alethea. Apa yang kamu rencanakan?"
Pria itu terlihat takut dan berusaha untuk berbicara. "Aku... aku hanya ingin memberitahu kebenaran tentang Ratu Alethea," jawabnya dengan suara yang masih gemetar.
Arthur memperketat genggamannya. "Apa kebenaran itu?" tanyanya dengan suara keras.
Pria itu berusaha untuk berbicara, tapi Arthur bisa melihat ketakutan di matanya. "Aku... aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," jawabnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Arthur memandang pria itu dengan mata yang tajam. Dia bisa melihat bahwa pria itu tidak berani untuk berbicara. Tapi Arthur tidak akan menyerah. Dia akan terus mencari kebenaran tentang rencana Ratu Alethea.
Arthur memutuskan untuk membawa pria itu ke tempat yang lebih aman untuk diinterogasi. Dia membawa pria itu ke sebuah ruangan kecil di dalam istana, dengan penjagaan yang ketat.
Saat mereka tiba di ruangan tersebut, Arthur meminta pria itu untuk duduk. Pria itu dengan enggan duduk di atas kursi yang disediakan.
"Sekarang, aku ingin kamu berbicara," kata Arthur dengan suara tegas. "Apa yang kamu tahu tentang rencana Ratu Alethea?"
Pria itu terlihat takut, tapi Arthur bisa melihat bahwa dia mulai kehilangan ketakutannya. "Aku... aku tahu bahwa Ratu Alethea berencana untuk menyerahkan kerajaan ini kepada kerajaan lain," jawabnya dengan suara yang masih gemetar.
Arthur merasa terkejut. "Apa yang kamu maksud?" tanyanya dengan suara keras.
Pria itu berusaha untuk berbicara, tapi Arthur bisa melihat bahwa dia masih takut. "Aku... aku tidak tahu apa yang harus aku katakan," jawabnya dengan suara yang hampir tidak terdengar.
Arthur memandang pria itu dengan mata yang tajam. Dia bisa melihat bahwa pria itu tidak berani untuk berbicara. Tapi Arthur tidak akan menyerah. Dia akan terus mencari kebenaran tentang rencana Ratu Alethea.
"Katakan siapa yang memberi kamu perintah?" tanya Arthur dingin.
"Jawab siapa yang menyuruhmu memfitnah ratu Alethea."
"Aku... kami di perintahkan oleh bangsawan Henry."
Arthur memandang pria itu dengan mata yang tajam. "Kurung mereka dan perketat penjagaan," perintahnya dingin sebelum meninggalkan tempat itu.
"Yang mulia, lalu apa rencana anda, karena besok tamu dan utusan kerajaan akan datang."
Arthur berhenti sejenak, memikirkan rencana selanjutnya. "Tunggu besok," jawabnya singkat sebelum melanjutkan perjalanannya.
...****************...
Keesokkan hari sebelum acara di mulai Arthur segera menemui raja William untuk melapor penemuan kejahatan yang membahayakan kerajaan.
"Salam ayahanda raja maaf menggangu waktunya." sahut Arthur memberi salam.
"Pagi - pagi mendapatkan kunjungan dari putra mahkota ada apa?" tanya raja William penasaran dengan kedatangan putranya.
"Ayah saya menemukan bukti kejahatan bangsawan Henry yang ingin memfitnah ibunda ratu." kata Arthur.
"Apakah yang kamu katakan sebuah kebenaran."
"Iya saya memiliki buktinya, ayah." jawab Arthur dan menoleh ke Tian, "Bawa kemari bukti dan orang kemaren kita tangkap."
Tian segera membawa pria yang mereka tangkap sehari sebelumnya dan beberapa dokumen yang menjadi bukti kejahatan bangsawan Henry.
Raja William memandang pria itu dengan mata yang tajam. "Siapa kamu?" tanyanya dengan suara keras.
Pria itu terlihat takut dan berusaha untuk berbicara. "Aku... aku adalah seorang pelayan bangsawan Henry," jawabnya dengan suara yang gemetar.
Raja William memandang pria itu dengan mata yang tajam. "Apa yang kamu tahu tentang rencana bangsawan Henry?" tanyanya dengan suara keras.
Pria itu terlihat takut, tapi dia mulai berbicara. "Aku... aku tahu bahwa bangsawan Henry berencana untuk memfitnah Ratu Alethea dan mengambil alih tahta kerajaan," jawabnya dengan suara yang masih gemetar.
Raja William memandang pria itu dengan mata yang tajam. "Apa yang kamu katakan adalah sebuah kebenaran?" tanyanya dengan suara keras.
Pria itu mengangguk. "Iya, yang mulia raja. Aku bersumpah bahwa apa yang aku katakan adalah kebenaran."
Raja William memandang Arthur dengan mata yang bangga. "Terima kasih, putraku. Kamu telah melakukan sesuatu yang sangat berani dan bijak."
Arthur tersenyum. "Saya hanya melakukan apa yang saya pikir benar, ayahanda raja."
Raja William memandang pria yang mereka tangkap dengan mata yang tajam. "Kamu akan diadili atas kejahatanmu. Bangsawan Henry juga akan diadili atas kejahatannya."
Pria itu terlihat takut dan berusaha untuk berbicara, tapi raja William tidak membiarkannya. "Kamu telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Sekarang, kamu harus menghadapi konsekuensinya."
"Ayahanda raja saya meminta izin untuk tidak menghadiri acara hari ini." ucap Arthur meminta izin.
"Kenapa kamu putra mahkota di kerajaan ini."
"Saya ingin mencari bukti - bukti kejahatan para menteri dan bangsawan." terang Arthur.
"Baiklah aku izinkan."
Arthur mendapatkan izin untuk tidak hadir di acara tersebut segera kembali kediamannya.
...****************...
Ela dan Robi sudah berada di dapur istana untuk membuat pesanan raja William. Mereka berbincang dengan seru dan akhirnya hidangan makanan, minuman dan cemilan sudah jadi dan para pelayan segera menyajikan di aula istana.
"Robi nanti kamu wakili aku ya kalau yang mencariku." pinta Ela.
"Memang kamu kenapa dan mau kemana, Ela?" tanya Robi penasaran.
"Kembali ke kedai dan menemani Ana."
"Kalau raja memberikan hadiah apa yang harus aku katakan."
"Kamu bisa minta apapun, kalau begitu aku pamit."
Ela segera pergi dari sana meninggalkan Robi di istana. Ela berjalan cepat menuju kedai, dia ingin segera menemani Ana. Saat dia tiba di kedai, Ana sedang sibuk melayani pelanggan.
"Ela, kamu kembali!" seru Ana dengan senyum.
Ela tersenyum dan memeluk Ana. "Aku kembali, Ana. Aku ingin menemani kamu."
Ana memandang Ela dengan mata yang hangat. "Aku senang kamu kembali, Ela. Aku membutuhkan kamu."
Ela tersenyum dan memandang sekeliling kedai. "Bagaimana bisnis hari ini?" tanyanya.
Ana mengangguk. "Bisnis hari ini cukup baik. Banyak pelanggan yang datang."
Ela tersenyum. "Aku senang mendengar itu, Ana."
Saat mereka berbincang, seorang pelanggan datang dan memesan makanan. Ana segera melayani pelanggan tersebut, sementara Ela membantu dengan mempersiapkan makanan.
Mereka bekerja sama dengan harmonis, seperti biasa. Ela merasa bahagia bisa kembali menemani Ana di kedai.
Saat hari mulai sore, Ela dan Ana duduk di luar kedai, menikmati udara sore yang sejuk.
"Aku senang kamu kembali, Ela," kata Ana dengan senyum.
Ela tersenyum. "Aku juga senang, Ana. Aku merindukan kamu."
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati kebersamaan mereka.
...To Be Continued...
Note:
Terimakasih telah membaca cerita jangan lupa komen, kritik dan saran ya 😊 jangan lupa tinggalkan jejak😊 sayang kalian semua semoga kalian suka🥰🥰Biar saya tambah semangat membuat kelanjutan ceritanya Terimakasih love youall
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments