Beast Mask: Macan yang Tertidur Chapter 5
Setelah itu dia menghela napas panjang dan menepuk-nepuk tangan nya. “Ha.... Akhirnya selesai...”
Lalu mereka terdiam menatap kuburan itu.
Tora: “. . . Haruskah kita mengatakan sesuatu? Siapa nama nya?”
Leandra: “. . . Aku tidak tahu... Dia baru saja lahir soalnya... Terus mati...”
Tora: “Hm, tampaknya dark sekali...” Lalu kebetulan dia menyadari sesuatu yang membuatnya melihat ke bagian lain dan memegang tangan Leandra yang menatap.
“Kemarilah.”
“Eh, kenapa?!” Leandra langsung tertarik tangan nya dan Tora bersembunyi di balik pohon dengan memegang Leandra sambil mengintip ke belakang karena posisi punggung nya yang menyentuh pohon.
“Hei, untuk apa bersembunyi? Bukankah pohon ini tak cukup menyembunyikan tubuh besar mu,” Leandra menatap.
Tapi Tora malah menutup mulutnya. “Bisakah kau diam untuk kali ini saja...” dia berkata dengan pelan membuat Leandra terdiam kesal mulutnya tertutup.
Lalu Tora menoleh lagi ke tempat yang rupanya akan di lewati seorang penjaga taman dengan senternya, hari juga sudah semakin gelap. Dia melihat sekitar sambil bersiul, rupanya mereka berdua tidak sendirian.
“Siapa itu?” Leandra menatap.
“Itu seperti pegawai Shift, sepertinya dia sedang melakukan satu putaran terakhir, sebaiknya kita segera pergi,” Tora melepasnya, tapi Leandra terdiam di tempatnya melihat sesuatu.
Tepatnya melihat di taman gelap itu, taman itu menjadi gelap dan lampu penerangan perlahan dan satu persatu mati, mungkin karena penjaga tadi memastikan tak ada orang, dia mematikan lampu penerangan taman.
Hal itu membuat Leandra berpikir, di hadapan nya adalah sesosok bayangan yang mengerikan, sangat besar dengan tentakel hitam yang banyak, dia langsung terpucat bahkan tubuhnya gemetar. Dia benar-benar bisa melihat mereka yang ada di kegelapan, menunggunya untuk sendiri tanpa adanya orang di sekitarnya kemudian akan perlahan menghampirinya dan menyerangnya, sekarang dia masih ketakutan
Tora yang merasa Leandra tak berjalan, lalu menoleh ke belakang dan menyadari bahwa Leandra memang tak mengikutinya dan malah membelakangi nya, dia hanya diam saja membuat tora terdiam menatap tubuh belakang Leandra dari kepala hingga kaki, dia juga bisa melihatnya gemetar dengan pandangan terpaku di kegelapan sana.
Lalu ia berjalan mendekat, “ada apa?” dan memiringkan tubuhnya untuk menatap wajah Leandra, tapi dia terdiam melihat wajah yang di buat Leandra.
Tatapan kosong dan begitu ketakutan, mata yang bahkan tak mau teralihkan dari taman gelap itu, dia seperti melihat malaikat maut saja karena dia juga terlihat seperti jiwanya keluar membuatnya terpatung.
Tora lalu menoleh ke taman gelap itu dan menyadari sesuatu, kemudian menatap kembali padanya. Sepertinya dia tahu apa yang Leandra khawatirkan. “Hei, bertahanlah sebentar dan matamu akan terbiasa dengan kegelapan,” tatapnya tapi Leandra seperti tak mendengar apapun.
Hingga Tora memegang tangan nya dan menariknya perlahan. “Lihat, kita bisa melihat lampu jalan raya jika kita keluar dari sini.”
Leandra yang terdiam dan menjadi tersadar dari pikiran kosong nya, dia bahkan berjalan sambil menatap tangan Tora yang memegang nya hingga sampai ke pagar tempat dimana mereka tadi masuk. Tangan itu mengingatkan nya pada sesuatu, ukuran tangan yang mirip dengan ukuran seseorang tapi lebih berbeda.
“Kau sudah lebih baik?” Tora menatap.
Lalu Leandra mengangguk pelan meskipun masih dengan wajah takut.
“Kalau begitu tetap fokuslah pada kesadaran mu,” Tora memegang pinggang Leandra dan mengangkat nya untuk Leandra memanjat.
Tapi ia malah berhenti di tengah jalan, padahal sebentar lagi dia turun.
Tora yang masih ada di dalam pagar menjadi menatap. “Lompatlah, kau akan mendarat pelan, dan tak akan jatuh lagi,” tatapnya.
Tapi Leandra tampak gemetar ketakutan, hingga Tora melihat lutut Leandra yang rupanya masih sakit. Kemudian dia melompat dengan profesional dan mendarat di bawah Leandra, ia kembali memegang pinggang Leandra dan menurunkan nya pelan.
Leandra menjadi terdiam, dia lalu menatap taman yang gelap itu, kemudian dia melihat jalanan yang terang dengan adanya lampu penerangan jalan. “Ini sudah berakhir…” gumamnya.
Lalu kesadaran nya kembali dan menjadi menoleh ke Tora. Layaknya dia baru saja di cuci otak oleh kegelapan, tapi untung nya dia tampak kembali lagi. “Baiklah... Sebelum kita berpisah,” Leandra menatap menengadah karena Tora memang sangat tinggi dan besar. Kemudian dia memberikan sesuatu yang rupanya ponsel milik Tora. “Ini, ambilah, kau pantas mendapatkan nya, btw aku hanya sebentar menggunakan kamera mu jangan khawatir, aku tidak menggunakan apapun selain kamera, lain kali gunakan lah fitur kunci keamanan,” tatapnya.
“. . . Yah, aku memang lupa,” Tora lalu mengambilnya dan memasukan nya di saku belakang celananya.
Tapi Leandra terdiam menunggu, tapi suasana jadi diam. “. . . Bagaimana dengan punya ku?” ia rupanya menunggu Tora memberikan ponselnya.
“Punya mu apa?”
“Bukankah kamu juga mengambil ponsel ku? Kupikir kita akan melakukan pertukaran?” Leandra menjadi menatap kesal.
“. . . Aku tak membawanya.”
“Ha... Lupakan saja,” Leandra tampak tetap kesal membuang wajah dengan suasana yang diam.
Lalu Tora menatap lutut Leandra. “Sudah berapa banyak kau menunjukan paha mu pada orang-orang ketika kita parkour?” tatapnya.
Leandra: “Ini semua juga salah mu!! Aku minta ganti rugi,” Leandra menatap kesal. “Aku membeli jeans ini selama 3 minggu menjaga anak... Itu sangat melelahkan.”
Tora: “Kalau begitu tinggal tunggu 3 minggu lagi.”
Leandra: “Kamu pikir ini mudah, terserah saja... Petualangan yang buruk sekali tadi.”
Tora: “Kau menganggap nya petualangan? Kita bisa lakukan lagi kalau begitu.”
Leandra: “Aku tak akan mau bertemu dengan mu lagi setelah ini!”
Tora: “Jika tidak bertemu, aku juga tak akan bisa mengembalikan ponselmu.”
Leandra: “Eh benar juga...” dia terdiam.
Tora: “Ups, aku mungkin harus mengatakan bahwa aku tak akan mengembalikan nya.”
Leandra: “Apa yang kamu maksud, kamu harus mengembalikan nya padaku, titik!”
Setelah obrolan itu, suasana kembali diam dan Leandra melirik tajam. “Baiklah, aku tak mau bicara lebih banyak pada orang yang tidak berguna, aku harus pulang,” tatapnya sambil menyilang tangan dan sesekali melihat langit yang sangat gelap, wajahnya juga bercampur khawatir sedikit apalagi mengingat kegelapan tadi, untung nya Tora membantunya meskipun itu adalah seorang pria yang menjengkelkan.
Tora: “Aku akan mengantarmu,” tawar Tora membuat Leandra kembali kesal.
Leandra: “Tidak perlu, aku tidak akan membiarkan mu tahu aku tinggal dimana,”
Tora: “Kau akan tersesat loh,”
Leandra: “Kau pikir aku tidak tahu rumah ku dimana, yeah meskipun saat itu aku sempat tersesat, tapi aku yakin aku tidak akan tersesat kali ini,”
Tora: “Jika kau tersesat, jangan menangis,”
Leandra yang terus mendengar ejekan itu menjadi sangat kesal dan berteriak. “Aku bukan anak kecil!! Sekarang berbalik lah, aku tak ingin kamu melihat ku pergi.”
“. . . Apa kita tak akan melakukan sesuatu semacam perkenalan?"
“Orang berkenalan karena senang bertemu masing-masing, ini sama sekali tidak, itu mengerikan, aku tak akan pernah mau berkenalan... Cepat berbaliklah,” Leandra mendorong nya untuk berbalik.
“Iya, iya...” Tora berbalik terpaksa.
“Lupakan ponsel nya, aku tak butuh itu, terserah kau mau menjualnya atau tidak... Yang penting jangan lagi bertemu dengan ku, kau membuat hariku sangat sial.”
“Tunggu, bukankah kau bilang ingin aku mengembalikan nya? Kenapa cepat sekali berubah pikiran?”
“Aku selalu berubah pikiran, masalah untuk mu huh? Lebih baik tidak pernah bertemu dengan mu, sekarang jangan mengintip,” suara Leandra sudah agak jauh.
“Tidak akan,” balas Tora. Lalu dia menoleh cepat, dia rupanya melihat Leandra pergi dengan berlari cepat meninggalkan nya.
Ketika sudah jauh, Tora mengambil ponsel nya tadi dan membukanya, siapa sangka, layar wallpaper depan nya adalah gambar imut selfie milik Leandra, terlihat sangat imut dan cantik.
Tora Be like: “Oh, kucing kecil...”
Hari esoknya, matahari berjalan menuju jendela dengan gorden yang terbuka di sebuah kamar, rupanya kamar milik Leandra yang tampak tertidur dengan posisi terbaring dan rambut yang acak acakan.
Lalu ia membuka mata dengan pelan dan menguap, kemudian bangun duduk. “Astaga... Aku tidur tidak nyenyak sekali...” ia kemudian duduk di samping ranjang dan terlihat lututnya sudah di tutupi penutup luka.
Dengan rasa masih lemas karena baru bangun tidur, dia berjalan ke kamar mandi. Lalu tampak memakai bajunya dan menatap dirinya di kaca.
Selalu memakai pakaian dengan celana jeans panjang dan kemeja putih perempuan nya. “Untung nya aku punya satu jeans lagi...” dia menatap ceria ke kaca.
Lalu terdengar suara pintu kamar nya terketuk dan terbuka, tepatnya seorang wanita tua menatap nya. “Leandra... Kenapa tidak bangun-bangun?” dia menatap, tapi dia terdiam karena Leandra sudah rapi.
Leandra melemparkan senyuman manis. “Aku sudah bangun dari tadi.”
“Apa kau hari ini ada jadwal psikologis?” tatap wanita itu.
“Iyap, aku akan ke sana.”
“Baiklah, kalau begitu bisa belikan aku kopi dan roti di kafe setelah kau kembali nanti? Dan juga jangan lupa menyetor cek ku di bank,” tatap wanita itu memberikan amplop yang di terima Leandra.
“Ya, baiklah, Nenek,” Leandra membalas. Rupanya itu Nenek nya Leandra.
“Ingat, lakukan itu setelah kau konsultasi saja!!” tambah Nenek nya.
“Ya, baiklah,” Leandra berjalan di lorong apartemen itu dengan begitu ceria. Lalu ia kebetulan melihat kucing yang akan berpapasan dengan nya. “Oh, Mimi!” Leandra menyapa membuat kucing itu menoleh padanya dan mereka sama-sama berhenti berjalan.
Rupanya benar nama kucing itu Mimi, terlihat sekali di kalung nya.
“Kamu mau kemana? Apa kamu habis bermain, pagi-pagi sudah bermain,” Leandra menjadi mengelusnya dan sepertinya kucing itu juga menyukainya.
Tapi ia sadar waktunya akan terlambat. “Ups... Aku pergi dulu, sampai jumpa,” dia berjalan pergi membuat kucing itu terdiam menatap nya.
Lalu terlihat di ruang tunggu sebuah rumah sakit kecil di sana. Di ruangan yang di tunggu bertuliskan "Doctor. Lee Murend" dan di bawahnya bertuliskan Psikological.
Leandra berjalan ke kursi tunggu dan melihat ada lelaki yang duduk di sana. Lelaki itu awalnya terdiam agak ngalamun tapi ia mendengar Leandra datang dan menoleh. Seketika dia seperti melihat bidadari.
“Halo, maaf, boleh aku duduk?” Leandra menatap kursi lain.
“Ah, iya, silahkan,” lelaki itu mengangguk dengan baik lalu Leandra duduk dan kebetulan matanya melihat ke arah majalah di sana. Lalu menemukan Tora di berita majalah itu.
Seketika matanya menjadi tajam, lalu mengambil satu majalah itu dan membukanya. Di sana adalah informasi berita tentang, ‘Topeng Buas’ yang sudah menguasai beberapa bank dalam satu hari juga merampok yang lain nya.
Lalu ada profil tidak lengkap milik anggotanya, di sana ada tiga orang dan termasuk Tora yang ada di bagian kiri, dan yang kanan adalah Topeng Serigala putih, dan yang bagian tengah sendiri mungkin lebih penting yakni Rubah.
“Huh?!” Leandra terkejut bingung.
“Rakun? Apakah rakun adalah hewan buas?!” gumam nya dengan kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments