Langit bergemuruh. Energi hitam dari Sang Raja Burung Gagak menyelimuti cakrawala, mengubah awan emas menjadi badai kelam. Para siluman burung yang hadir mulai mundur, menyadari bahwa kehadiran makhluk ini bukan sekadar gangguan—ini adalah deklarasi perang.
Aurora dan Raviel berdiri tegap di altar yang mulai retak. Cahaya suci dari pernikahan mereka masih berpendar di sekitar tubuh mereka, melawan aura kelam yang semakin mendekat.
"Dia terlalu kuat!" seru salah satu tetua siluman burung.
"Tidak," kata Raja Garuda Emas dengan suara dalam. "Pernikahan ini telah mengukuhkan kekuatan baru. Aurora dan Raviel kini memiliki berkah langit. Ini bukan akhir—ini adalah awal dari perlawanan kita."
Aurora merasakan sesuatu mengalir dalam dirinya. Panas. Kuat. Seperti ada energi yang baru bangkit dari dalam jiwanya. Ia menatap tangannya—cahaya perak mulai menyelimuti kulitnya.
Di sebelahnya, Raviel mengalami hal yang sama. Sayap emasnya kini bercahaya lebih terang dari sebelumnya. Sorot matanya berubah, menyala seperti matahari fajar.
Raviel menyadari apa yang terjadi. "Aurora ... kita telah berubah."
Aurora mengangguk, meski pikirannya masih belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi. Yang ia tahu hanyalah satu hal—ia tidak akan membiarkan Sang Raja Burung Gagak menghancurkan kedamaian yang baru saja mereka bangun. Meski pun dia sendiri masih merasa bingung dengan segala kekuatan yang dia dapatkan itu. Ajaib! Tak akan pernah terjadi di dunianya sendiri.
"Raviel," katanya, "kita harus melawannya."
Raviel mengangkat satu tangannya, dan dalam sekejap, tombak langit muncul di genggamannya. Senjata suci para siluman burung, hanya bisa dipanggil oleh mereka yang telah diterima oleh langit.
Aurora merasakan kekuatan yang sama mengalir ke dalam dirinya. Dari punggungnya, sayap cahaya mulai muncul—bukan sayap burung, tetapi sesuatu yang lebih kuat, lebih ilahi.
Sang Raja Burung Gagak menyeringai.
"Menarik," katanya dengan suara serak. "Tunjukkan padaku kekuatan barumu, wahai pengantin langit."
Dan dengan itu, pertempuran besar dimulai.
Pertempuran di Langit.
Aurora dan Raviel melesat ke udara. Dengan kekuatan baru mereka, langit menjadi medan tempur yang luas, penuh dengan kilatan cahaya suci dan bayangan hitam pekat dari Sang Raja Burung Gagak.
"Kau siap?" Raviel bertanya, suaranya penuh ketegasan.
Aurora menggenggam udara, dan dalam sekejap, sepasang pedang bercahaya perak terbentuk di tangannya. "Aku lebih dari siap."
Sang Raja Burung Gagak tidak tinggal diam. Dengan kepakan sayapnya, ia menciptakan badai bayangan yang menyapu seluruh kerajaan. Siluman burung lainnya terhempas mundur, namun Aurora dan Raviel tetap bertahan, energi suci mereka membentuk perisai yang menahan kegelapan.
"Kalian pikir bisa melawanku hanya dengan kekuatan pernikahan kalian?" tawa Raja Burung Gagak menggema. "Aku adalah penguasa bayangan! Aku telah menunggu selama ratusan tahun untuk merebut kembali langit ini!"
Raviel tidak menjawab. Dengan gerakan cepat, ia melempar tombak langit langsung ke arah musuh. Sang Raja Burung Gagak menghindar, tetapi ujung tombak itu masih sempat menyentuh sayapnya, membuatnya mengerang kesakitan.
Aurora tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan kecepatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, ia melesat ke belakang Raja Burung Gagak dan menebaskan pedangnya.
Namun ... sesuatu terjadi.
Pedangnya melewati tubuh Sang Raja Burung Gagak tanpa melukainya sama sekali.
"Bayangan?" Aurora terkejut.
"Terlalu lambat!" Sang Raja Burung Gagak muncul di belakangnya, cakarnya yang tajam berlumuran energi hitam menghantam Aurora, menghempaskannya jauh ke bawah.
"Aurora!" Raviel berteriak, mengejarnya dengan kecepatan tinggi.
Aurora jatuh, tetapi sebelum mencapai daratan, sayap cahaya di punggungnya mengepak kuat, menghentikan kejatuhannya. Namun serangan tadi meninggalkan luka di bahunya—energi bayangan yang menyebar perlahan, mencoba meracuni tubuhnya.
Sang Raja Burung Gagak tertawa puas. "Kau mulai merasakannya, bukan? Bayanganku tidak bisa dilawan dengan cahaya biasa."
Aurora mengatupkan rahangnya, menahan rasa sakit. Namun di dalam dirinya, ada sesuatu yang berbisik ... sebuah kekuatan lain, kekuatan yang lebih tua dan lebih kuat.
Ia menutup matanya—merasakan cahaya yang mengalir dalam tubuhnya. Bukan hanya cahaya langit—tetapi juga sesuatu yang lain.
"Raviel," ia berkata pelan, tetapi suaranya menggema. "Aku tahu cara mengalahkannya."
Raviel menatapnya dengan penuh harapan. "Katakan."
Aurora membuka matanya. Di pupilnya, cahaya perak kini bercampur dengan sesuatu yang lebih dalam—cahaya dari dua dunia yang bersatu.
"Kita harus menggunakan kekuatan yang lebih besar dari sekadar cahaya langit."
"Apa maksudmu?" tanya Raviel.
Aurora tersenyum tipis. "Aku akan memanggil kekuatan asal .. kekuatan yang bahkan Raja Burung Gagak tidak bisa lawan." Ia akan melakukan apa yang dia dengar lewat bisikan.
Sang Raja Burung Gagak menyipitkan mata, mulai merasa tidak nyaman. "Apa yang kau lakukan?"
Aurora tidak menjawab. Ia mengangkat tangannya ke langit, dan seketika itu juga, bulan suci yang menyaksikan pernikahan mereka mulai bersinar lebih terang.
Dan dari dalam bulan itu, sesuatu mulai muncul. Sebuah kekuatan yang telah lama tersegel ... yang kini bangkit untuk mengakhiri pertempuran ini.
Langit berubah. Cahaya bulan suci berpendar lebih terang, membentuk lingkaran cahaya yang menyelimuti Aurora. Angin berputar di sekelilingnya, menciptakan pusaran energi yang menggetarkan udara.
Sang Raja Burung Gagak merasa tidak nyaman. Matanya yang tajam menatap Aurora dengan penuh kewaspadaan. "Apa yang kau lakukan?!" suaranya bergetar untuk pertama kalinya.
Aurora membuka matanya, yang kini berkilauan seperti permata perak. "Aku memanggil mereka!"
Dari cahaya bulan, sosok-sosok burung raksasa mulai bermunculan—siluman burung leluhur yang telah lama tersegel di dimensi suci. Ada garuda putih yang membawa ketenangan, phoenix api yang berkobar, dan rajawali perak yang memancarkan kebijaksanaan. Mereka adalah penjaga langit sebelum Raviel lahir, sebelum Sang Raja Burung Gagak memberontak.
"Tidak mungkin!" Raja Burung Gagak mundur beberapa langkah. "Mereka seharusnya sudah lenyap!"
"Mereka tidak pernah lenyap," Raviel berkata dengan nada penuh kepastian. "Mereka hanya menunggu saat yang tepat untuk kembali."
Serangan terakhir pun tiba!
Raviel memegang erat tombaknya. Kini, dengan para leluhur langit di pihak mereka, keseimbangan pertempuran mulai berubah.
Sang Raja Burung Gagak mengeluarkan raungan penuh amarah. Bayangan di sekelilingnya meledak, berubah menjadi ribuan gagak hitam yang berterbangan liar, mencoba menyerang semua yang ada di sekitarnya.
Aurora tidak gentar. Dengan satu gerakan tangannya, burung-burung leluhur melesat maju.
Phoenix api menyapu langit dengan nyala biru, membakar bayangan yang mencoba menelan mereka.
Rajawali perak menyerang dari atas, mengeluarkan gelombang suara yang memecah badai kegelapan.
Dan Garuda putih terbang menuju Aurora, menyatu dengannya dalam cahaya suci. Aurora merasa energi baru masuk ke dalam tubuhnya, sesuatu yang lebih kuat dari sekadar cahaya langit—kekuatan para leluhur yang kembali bangkit dalam dirinya.
"Sekarang!" seru Raviel.
Dengan kekuatan yang telah menyatu dalam dirinya, Aurora mengangkat kedua pedangnya. Cahaya perak dan emas menyatu di ujung bilahnya, membentuk pusaran energi yang bisa menghancurkan kegelapan.
Sang Raja Burung Gagak mengerang, mencoba menciptakan perisai bayangan, tetapi kali ini tidak cukup.
"Waktumu sudah habis," bisik Aurora.
Dalam sekejap, ia menebaskan pedangnya.
Sebuah gelombang cahaya meledak dari serangannya, menembus tubuh Sang Raja Burung Gagak. Bayangannya terkoyak, tubuhnya mulai hancur dalam cahaya suci.
"TIDAK!!!" jeritan terakhirnya menggema di seluruh langit, sebelum akhirnya lenyap sepenuhnya.
Keheningan menyelimuti kerajaan. Langit kembali cerah. Bintang-bintang yang tadi tertutup awan gelap kini bersinar terang. Pertempuran telah usai.
Aurora dan Raviel mendarat perlahan di altar yang masih utuh. Para siluman burung lainnya mulai mendekat, menyadari bahwa ancaman telah benar-benar berakhir.
Raja Garuda Emas menatap mereka dengan bangga. "Kalian tidak hanya mengesahkan pernikahan ini. kalian juga menyelamatkan dunia kita,"
Aurora tersenyum, masih bisa merasakan energi para leluhur dalam dirinya. "Kami melakukannya bersama,"
Raviel mendekat, menggenggam tangannya. "Jadi, di mana kita tadi?" tanyanya dengan nada menggoda.
Aurora mengerjap, lalu tersenyum malu. "Kita baru saja menyelesaikan pernikahan dengan cara paling dramatis yang pernah ada."
Raviel tertawa, lalu tanpa ragu menarik Aurora ke dalam pelukan dan menciumnya lagi.
Kali ini, tidak ada gangguan. Tidak ada kegelapan yang datang mengancam. Hanya mereka, langit yang luas, dan awal dari kehidupan baru sebagai pasangan penguasa langit.
Dan di atas mereka, para leluhur tersenyum dalam diam, mengetahui bahwa masa depan langit kini berada di tangan yang tepat.
Ciuman mereka di bawah langit yang bersih mengikat takdir mereka sepenuhnya. Aurora dan Raviel kini bukan hanya pasangan, tetapi juga simbol keseimbangan baru antara cahaya dan kegelapan, antara langit dan bumi.
Para tetua siluman burung membungkuk dalam penghormatan. "Hidup Raja dan Ratu Langit!" seru mereka, diikuti oleh seluruh kerajaan yang kini bersorak gembira.
Aurora tersenyum, namun di dalam hatinya ia tahu, ini baru permulaan.
Ketika malam semakin larut dan perayaan berlanjut, ia merasakan sesuatu di dalam dirinya—sisa-sisa kekuatan dari pertempuran tadi, sesuatu yang belum sepenuhnya pergi.
Raviel memperhatikan perubahan ekspresi Aurora. "Kau merasa ada yang aneh?"
Aurora mengangguk pelan. "Bayangan Raja Burung Gagak, rasanya masih ada yang tersisa di suatu tempat."
Raviel mengernyit, tetapi sebelum ia bisa menjawab, Raja Garuda Emas mendekat.
"Kalian berdua telah memenangkan pertempuran ini," katanya, suaranya dalam dan penuh kebijaksanaan. "Tapi ingat, kegelapan tidak pernah benar-benar musnah. Selalu ada sisa-sisa yang akan mencari jalan untuk kembali."
Aurora dan Raviel saling bertukar pandang.
"Apa kau yakin dia benar-benar telah lenyap?" tanya Aurora.
Raja Garuda Emas terdiam sejenak, lalu mengangkat kepalanya ke langit. "Untuk saat ini, ya. Tapi masa depan selalu penuh dengan misteri."
Malam itu, di tengah pesta perayaan dan kegembiraan, Aurora berdiri di balkon istana, menatap bulan yang bersinar terang.
Di kejauhan, di suatu tempat yang jauh dari kerajaan mereka—sebuah mata merah terbuka dalam kegelapan.
Seseorang atau sesuatu sedang mengawasi mereka.
Dan dengan itu, petualangan mereka belum benar-benar berakhir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments