"Assalamualaikum, Amma, Ummi," pria gemulai itu memberikan salamnya.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Bagaimana perjalanannya?"
"Alhamdulillah lancar, Amma. Oh ya, ini Revina, dia akan tinggal selama tiga bulan di sini. Amma sudah dapat suratnya kan?"
"Sudah. Sebenarnya Amma terkejut Nak Revina memilih menjalani rehabilitasi di sini."
"Sambil menenangkan diri, Amma. Oh ya, selama tinggal di sini, saya akan menemaninya. Boleh kan, Amma?"
"Boleh saja. Tapi tetap kalian akan tinggal terpisah. Kamu di asrama putra, sementara Nak Vina di asrama putri. Oh ya, siapa namanya?"
"Samsul, Amma."
"Hafshah! Hafiz!"
Dua orang yang dipanggil Amma datang. Amma menyerahkan Revina pada Hafshah, sementara Samsul diserahkan pada Hafiz. Revina bersama Samsul segera mengikuti orang yang memandunya.
Zyan yang tengah berkumpul dengan ketiga muridnya terus memperhatikan wanita muda yang baru saja datang dengan pria bergaya gemulai. Mata Zyan terus memandangi Revina tanpa berkedip. Pria itu tidak terlalu menyukai wanita itu.
"Perempuan itu siapa?" tanya Zyan pada ketiga muridnya.
"Seriusan Bapak ngga tahu dia? Dia itu artis yang lagi naik daun. Pernah ikut ajang pencarian bakat. Karena suaranya biasa aja, dia banting stir jadi aktris. Beberapa filmnya sempat box office," jelas Agam bersemangat.
"Jadi dia artis," gumam Zyan.
"Ah Bapak mah ngga gaul. Kan dia sering banget nongol di tivi sama sosmed."
"Sebulan yang lalu dia kena kasus. Kedapatan mengkonsumsi narkoba. Nah kayanya dia dikirim ke sini buat rehabilitasi. Ngga nyangka di pondok ini ada artis cantik kaya Revina. Saya mah betah kalau harus tinggal lebih lama," sambung Febri yang Langung mendapat tepakan di kepalanya.
"Memangnya dia orang sini?" lagi Zyan bertanya.
"Hello.. yang benar aja, Pak. Dia itu asli Jakarta."
"Tapi emang di Jakarta ngga ada pesantren, sampai harus jauh-jauh ke sini," timpal Tina.
"Suka-suka dia lah, Agus."
Tina mengangkat tangannya hendak memukul Agam, namun pria itu segera menangkap tangan Tina hingga gadis itu tidak bisa memukul kepalanya.
"Kalian teruskan mengerjakan soalnya."
Setelah mengatakan itu, Zyan bergegas mendekati Amma. Pria itu ingin menanyakan perihal Revina pada Amma. Terasa ada yang ganjil dengan kedatangan artis Ibu Kota tersebut. Zyan segera menghampiri Amma yang masih berada di rumahnya.
"Amma."
"Ada apa, Zyan?"
"Yang baru datang itu siapa?"
"Namanya Revina, dia seorang artis. Dia sedang terkena kasus narkoba. Hakim memutuskan untuknya direhabilitasi. Sebelumnya dia sudah menjalani rehabilitasi di Bogor. Tapi kemudian dia mengajukan diri mau melanjutkan rehabilitasi di sini."
"Kenapa harus di sini? Setahuku, di sini tidak pernah menampung pasien narkoba."
Amma hanya tertawa saja. Baginya wajar saja kalau Zyan menanyakan perihal Revina. Sebagai agen rahasia, tentu saja Zyan sudah terlatih melihat persoalan secara menyeluruh. Kecurigaan pasti akan selalu menyertai tentang fakta yang ditemukan di lapangan.
"Sepertinya kemampuanmu sebagai agen tidak berkurang walau kamu sudah tidak terjun ke lapangan lagi."
"Aku hanya merasa curiga saja, Amma. Tiba-tiba saja dia datang ke sini untuk rehabilitasi. Entah mengapa aku kurang menyukainya. Sepertinya dia punya maksud terselubung. Amma harus berhati-hati."
"Terima kasih atas nasehatmu. Amma pasti akan berhati-hati. Kalian sendiri sampai kapan akan tinggal di sini? Kapan ujian akan dilaksanakan?"
"Besok kami akan kembali. Senin sudah mulai ujian. Kenapa Amma?"
"Sebenarnya ada yang Amma ingin bahas denganmu. Tapi saat ini kamu sedang sibuk dengan anak didikmu, dan Amma tidak mau mengganggu. Nanti saja kalau ujian sudah selesai, Amma akan berbicara denganmu."
"Kalau memang penting, Amma bisa mengatakannya sekarang."
"Tidak, hal ini tidak mendesak. Nanti saja."
"Baiklah Amma. Kalau ada sesuatu, Amma bilang saja."
Kepala Amma mengangguk. Usai mengatakan hal yang menjadi ganjalan di hatinya, Zyan pun segera berpamitan. Dia kembali pada ketiga muridnya yang masih menunggu.
Dua jam berlalu dan pelajaran mereka akhirnya usai juga. Agam merentangkan tangannya untuk mengurangi rasa pegal yang melanda. Dari semua yang diterangkan Zyan, pemuda itu hanya bisa menangkapnya setengah. Maklum saja kapasitas otak Agam memang terbatas. Berbeda dengan Febri dan Tina yang memang berotak encer. Ketika sedang membereskan buku, mata Agam menangkap Revina melintas di dekat mereka. Pemuda itu segera berdiri lalu menghampiri wanita itu sambil berlari kecil.
"Kak Vina," panggil Agam, menghentikan langkah wanita itu.
"Aku boleh minta foto bareng ngga?"
Masih belum ada jawaban dari Revina. Wanita itu melihat malas pada Agam. Sejak menjadi artis terkenal, Revina memang menjadi sedikit angkuh. Tak jarang dia menolak tawaran fans yang hendak berfoto dengannya. Samsul yang berada di dekatnya, menyenggol wanita itu pelan. Dengan isyarat mata, dia meminta Revina mengabulkan keinginan Agam.
"Boleh," jawab Revina malas.
Dengan bersemangat Agam memberikan ponselnya pada Samsul. Meminta pria itu mengambil gambarnya bersama dengan Revina. Beberapa kali Agam berpose dengan Revina berada di sampingnya. Apa yang terjadi, tak luput dari perhatian Tina dan Febri.
"Si Bobi ngga nyadar apa kalau tuh artis males foto bareng dia," gumam Tina.
"Mana peduli si Bobi. Yang penting bisa foto bareng artis," jawab Febri.
"Kamu ngga mau foto bareng juga?"
"Males banget. Apalagi mukanya kaya ngga ikhlas gitu."
"Si Bobi emang bego."
Selesai berfoto dengan Revina, Agam segera kembali ke tempatnya. Wajahnya nampak sumringah karena berhasil berfoto bersama artis terkenal. Dia memamerkan fotonya pada Febri dan Tina. Namun keduanya tidak terlihat antusias.
"Ternyata aku ganteng juga ya," gumam Agam sambil memandangi hasil jepretan Samsul.
"Ada ya muji diri sendiri."
"Saking ngga ada yang muji, makanya muji diri sendiri."
Kesal diledek oleh kedua temannya, Agam menarik leher kedua temannya lalu memitingnya. Tina menendang Agam agar melepaskan pitingannya, sementara Febri hanya bisa memukuli lengan Agam, namun pukulan Febri hanya terasa seperti usapan saja.
***
Seminggu yang dihabiskan di Pesantren Ulul Ilmi selesai sudah. Kini Agam, Tina dan Febri tengah berkonsentrasi menghadapi ujian akhir seminggu ke depan. Berkat pelajaran tambahan yang diberikan Zyan, ketiganya bisa menyelesaikan soal tanpa hambatan.
Selama mengawasi jalannya ujian, Zyan kerap berkomunikasi dengan Amma, Husein atau Nisa. Pria itu selalu menanyakan tentang Revina. Apa saja yang dilakukan wanita itu ataukah ada hal yang mencurigakan yang dilakukan olehnya. Amma sampai menertawakan Zyan, pria itu menganggap kalau kekhawatiran Zyan berlebihan.
Di hari terakhir ujian, Zyan kembali menghubungi Amma. Namun teleponnya tidak diangkat. Begitu juga ketika menghubungi Husein, pria itu juga tidak mengangkat teleponnya. Hal tersebut membuat Zyan khawatir. Akhirnya pria itu memilih menghubungi Nisa. Sebenarnya dia tak enak hati menghubungi Nisa karena tahu wanita itu sudah kembali ke rumahnya. Namun kekhawatiran pada Amma mengalahkan segalanya.
"Assalamualaikum," terdengar suara Nisa dari seberang.
"Waalaikumussalam. Nisa, apa kamu sedang di rumah atau di pondok?"
"Di rumah. Ada apa?"
"Aku telepon Amma dan Husein tapi tidak diangkat. Apa mereka baik-baik saja?"
"Amma sedang melihat tanah yang di dekat pondok. Rencananya Amma mau membangun asrama baru di sana. Sepertinya Amma tidak membawa hape. Kalau Bang Husein sedang ke kota bersama Kak Fatimah."
"Tidak ada hal mencurigakan yang terjadi kan?"
"Ngga ada, Abang tenang saja."
"Baiklah. Kalau ada sesuatu, cepat hubungi aku. Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Panggilan keduanya segera berakhir. Zyan menghembuskan nafas lega setelah mengetahui kabar tentang Amma. Namun begitu dia masih belum bisa sepenuhnya tenang. Rencananya besok dia akan mengunjungi Amma dan tinggal di sana sampai masa libur selesai.
***
Dengan langkah terburu Amma memasuki rumahnya. Dia baru saja kembali dari lahan kosong di dekat pondok. Pria itu hendak membangun asrama baru untuk santri pria. Asrama yang lama sudah tidak cukup menampung santri yang semakin banyak jumlahnya. Beruntung pria itu mewarisi cukup banyak tanah dari mendiang orang tuanya. Jadi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pondok.
"Amma sudah pulang? Mau ummi buatkan apa?"
"Iya. Oh ya,mana hape Amma?"
"Sepertinya di kamar, sebentar ummi ambilkan."
Baru saja ummi berlalu, terdengar suara Hafiz mengucapkan salam. Pria itu datang bersama tiga orang yang hendak bertemu dengan Amma. Pendiri pondok pesantren itu mempersilakan ketiganya untuk duduk. Dia masuk ke dalam untuk menemui istrinya.
"Ummi tolong buatkan minuman untuk tamu. Oh ya, tolong hubungi Zyan. Suruh dia ke sini besok."
"Iya, Amma."
Usai mengatakan itu, Amma kembali ke depan menemui tamunya. Ternyata ketiga orang itu datang dari Jakarta. Mereka sedang mencari tanah di desa ini. Menurut informasi yang didapat, Amma merupakan salah satu orang yang memiliki banyak tanah di desa ini. Pembicaraan di antara mereka pun langsung terjadi.
Secara halus Amma menolak menjual tanah miliknya. Pria itu akan menggunakan tanah yang dimiliki untuk kepentingan pondok. Melihat ketiga tamunya yang sangat ingin memiliki tanah, Amma menawarkan diri untuk mengajak ketiganya berkeliling desa. Ada beberapa warga yang hendak menjual tanahnya. Hal tersebut langsung disambut gembira ketiga orang tersebut. Tanpa membuang waktu, mereka mengajak Amma pergi.
Pukul setengah enam Amma baru kembali. Cukup lama juga dia menemani ketiga orang itu berkeliling desa. Amma mendudukkan dirinya di sofa. Dia menyandarkan kepala ke sandaran sofa seraya memijat kepalanya. Tak lama kemudian Ummi datang membawakan teh manis hangat untuk suaminya.
"Sudah selesai surveynya?"
"Sudah, ummi. Tapi mereka ngga cocok dengan lokasinya. Mereka masih mau membeli tanah milik Amma."
"Terus bagaimana?"
"Amma tetap tidak akan menjual. Amma sudah niatkan untuk membangun asrama. Oh ya, apa Ummi sudah menghubungi Zyan?"
"Astagfirullah, Ummi lupa. Biar Ummi telepon sekarang."
Baru saja Ummi hendak masuk ke kamar, Hafshah datang dengan tergesa. Wanita itu mengabarkan kalau salah satu santriwati ada yang sedang sakit. Dia meminta ijin pada Ummi untuk membawanya ke rumah sakit yang ada di kota. Cemas dengan keadaan santrinya, Ummi pun bermaksud melihatnya. Amma juga ingin melihat keadaan santri tersebut.
Sesampainya di asrama, nampak Siti tengah tidur meringkuk di atas kasur. Gadis itu mengeluhkan sakit di perutnya. Hafshah sudah memberinya obat pereda nyeri, namun gadis itu masih mengeluh sakit. Khawatir akan keadaan Siti, Amma pun meminta Ummi membawanya ke rumah sakit di kota. Husein yang akan mengantar mereka.
"Ummi bisa sendiri? Atau mau Amma antar?"
"Amma kan lagi ngga enak badan. Lebih baik istirahat aja. Jangan lupa Amma minum obatnya."
"Iya, Ummi. Kalian berangkatnya bada Maghrib aja. Sebentar lagi mau Maghrib."
"Iya, Amma. Hafshah, bilang pada Siti untuk bersiap. Sehabis Maghrib kita ke rumah sakit."
"Iya, Ummi."
Usai menunaikan shalat Maghrib, Ummi berangkat ke rumah sakit bersama dengan Husein dan Hafshah. Amma mengantarkan sampai ke mobil, lalu pria itu kembali ke masjid. Walau kepalanya masih pusing, namun Amma tetap memberikan tausyiah untuk para santrinya.
Selesai shalat Isya berjamaah, Amma memutuskan kembali ke rumah. Pria itu sudah tidak kuat lagi menahan sakit di kepalanya. Sesampainya di rumah, Amma langsung meminum obat. Setelahnya dia masuk ke dalam kamar. Mengganti dulu pakaiannya baru kemudian membaringkan tubuhnya di kasur.
***
"Aaaaa!!!"
Amma yang tengah tertidur langsung terbangun ketika mendengar suara teriakan di dekatnya. Saat dia membuka matanya, hal pertama yang dilihatnya adalah Revina yang berada di kasurnya. Wanita itu menutupi tubuhnya dengan selimut. Dia menangis tersedu sambil melihat ketakutan pada Amma. Tentu saja pria itu bingung dengan apa yang terjadi.
"Vina.. sedang apa kamu di kamar Amma?"
"TOLOOOONG!!! TOLOOOONG!!"
***
🙀🙀🙀
Alih-alih menjawab pertanyaan Amma, Revina malah berteriak kencang. Kesadaran Amma belum sepenuhnya kembali ketika tiba-tiba Revina keluar dari kamar sambil berteriak dan menangis. Hal tersebut tentu saja menimbulkan kehebohan. Apalagi waktu kejadian bertepatan dengan waktu para santri melakukan ibadah shalat malam.
"TOLOOONG!!! TOLOOONG!!!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Rahma Inayah
BNR dugaan Zayn TDK slah walau di non aktf kan feeling seorang intelejen TDK pernh salah.revina di suruh menjebak Amma dgn tujuan NK pondok nya tercemar dan dia nntnya akan mengkambing hitamkan Amma sdh melecehkannya dan akhirnya NNT pondok di tutup dan tanah yg kosong utk pembuatan pondok santri pria di batal kan sdh pasti ni jebakan dr org yg ingin menguasai tanah Amma .tp jgn senang dl ada Zayn yg akan turun langsung menyelidikinya BS JD dalng nya adalah suami Nisa ..Krn Amma kurg suka dgn suami Nisa ..klu tebakan saya
2025-03-09
7
☘️ gιмϐυℓ ☘️
Ampun deh si Revina dateng2 bikin masalah aja 😤😤😤 tau begitu harusnya jgn diterima aja mondok disana. Kira2 modusnya apa bikin kegaduhan macam begitu? apa suruhan orang kah? bisa jadi ada org yg hendak membeli tanah milik Amma tapi tidak diijinkan akhirnya tidak terima & berulah 😔😔😔 ga nyangka firasat Zyan bener2 kejadian 😓😓😓
2025-03-08
3
☠ᵏᵋᶜᶟҼɳσᵇᵃˢᵉ
wahh...wahhh... Amma dijebak kayaknya karena tidak mau menjual tanahnya,atau karena hal lain.Ini 3 orang yg mo cari tanah juga si Vina kayak kongkalikong ingin menjebak Amma.Memanfaatkan atau mengancam Siti untuk pura2 sakit setelah memberikan minuman yg dicampur pada Amma.Firasat Zyan sebagai agen tajam dan bener kn .
2025-03-09
2