Masih terlalu pagi untuk bangun, Sena kembali bergelung dalam selimut setelah alarm dari ponsel membangunkannya. Ia tidak bisa tidur tadi malam, hanya bisa memejamkan mata setelah jarum pendek jam berada di angka tiga.
"Wah, istri macam apa yang masih tidur jam enam pagi."
Tapi sepertinya keinginannya untuk kembali tidur tidak akan bisa di realisasikan. Satu suara halus namun menyebalkan membuatnya terpaksa membuka mata.
Seorang wanita cantik memakai pakaian kurang bahan berdiri menjulang di samping ranjang. Rambut panjangnya masih basah dan meneteskan air.
Ah, dia baru selesai mandi. Tapi dia siapa? Sena menatap wanita itu dengan wajah bingung. Wajah itu familiar namun Sena tidak bisa langsung mengingatnya.
Ada apa dengan wanita ini? Kenapa dia tidak terganggu sama sekali dengan penampilanku? Gerutu Cindy dalam hati. Biasanya Siena akan langsung emosi melihat keberadaan Cindy di rumah ini, apalagi sampai melihatnya habis mandi pasti Siena akan langsung menampar atau menjambak. Lalu Siena akan di marahi oleh Erlan dan Cindy sangat menikmati akhirnya.
"Kamu!" Cindy menunjuk Siena heran, "kenapa tidak marah melihatku seperti ini?" Tanyanya.
Sena hanya bisa menaikan sebelah alisnya bingung. Kenapa harus marah? Ia tidak punya alasan untuk marah, kecuali jika yang ada disini sekarang adalah Siena asli mungkin itu bisa terjadi.
"Duh...maaf sebelumnya, kamu siapa?" Sena menggaruk hidungnya yang tidak gatal, ia sudah menyerah untuk mengingat jadi lebih baik bertanya saja kan?
" Cindy! Apa yang kamu lakukan disini? Bukannya tadi kamu mengatakan akan memasak sarapan?", Tanya Erlan yang tiba-tiba muncul. Sebenarnya tidak tiba-tiba karena kan ini juga kamarnya.
" Maaf aku tidak jadi membuatkanmu sarapan. Tadi, Siena memintaku untuk memijitnya dan membersihkan kamar. Maafkan aku.." Cindy mengubah wajahnya menjadi putri polos nan baik hati, saking polosnya ingin rasanya Sena menyiramkan air cabe diatasnya. Apa-apaan dia! Sena tidak pernah memintanya begitu.
"Ini Nggak-"
"Aku akan segera menyiapkan air untuk mandi. Jangan pukul aku, sie," ucap Cindy dramatis, mengeluarkan air mata palsu.
"SIENA! AKU SUDAH BILANG JANGAN MENGGANGGU CINDY. KAMU TULI, HAH?!" Bentak Erlan marah. Ia meraih tangan Cindy lembut lalu berkata, "tunggulah di bawah. Aku akan memberi wanita ini pelajaran."
"Tidak, Er. Jangan lakukan itu, aku yang salah." Cindy menunduk namun diam-diam tersenyum penuh kemenangan. Erlan sudah berada dalam genggamannya sejak lama dan Siena ingin menggantikannya, tentu tidak akan bisa.
Cepat atau lambat ia akan menyingkirkan Siena lalu jalannya akan mulus tanpa ada yang menggangu.
Setelah mengantarkan Cindy keluar, Erlan mengunci pintu dan menatap tajam Siena. Matanya dipenuhi kabut amarah yang siap diledakkan kapan saja.
"Aku sudah terlalu baik selama ini sama kamu, tapi kamu selalu menyakiti wanita yang aku cintai. Kamu memang harus di beri pelajaran agar bisa menjadi manusia yang tahu diri dan tidak menggangu orang lain!!!"
Sena menggeleng takut, ia melangkah mundur menjauhi Erlan yang sedang mode setan.
Erlan meraih tangan Sena keras, mendorongnya ke dinding. Matanya menatap dingin pada Sena, wanita yang amat ia benci. Jika bukan karenanya mungkin Ia sudah menikah dengan Cindy dan hidup bahagia.
"Aku menikahimu karena kamu yang memaksa ayahku untuk menjodohkan kita." Erlan mendekatkan wajah ke wajah Sena hingga hidung mereka bersentuhan, matanya menelisik tajam wajah pucat Sena. Ia mengangkat tangannya dan menggunakan untuk mencekik leher Sena,
"Le-lepas a-a-aku tik-" Sena tidak bisa melanjutkan. Nafasnya sesak, paru-parunya seperti akan meledak. Ia akan mati untuk kedua kalinya. Tidak ada kesempatan ketiga bukan? Ya, sepertinya memang tidak. Jika Sena mati disini, semuanya berakhir.
"Aku tidak pernah menginginkanmu, Siena. Kamu menjijikkan, kamu sampah yang tidak tahu malu. Enyahlah!"
Pasokan udara di paru-paru Siena semakin menipis. Ia megap-megap, membuka mulutnya lebar untuk bisa meraup udara. Sia-sia. Tangan Erlan semakin kuat mencekiknya.
"ERLAN! APA YANG KAMU LAKUKAN?!"
Terdengar teriakan menggelegar, disusul suara pintu yang dibuka dengan paksa dari luar. Cekikan pada leher Sena terlepas. Matanya berkunang-kunang, ia melihat siluet beberapa orang berjalan mendekat. Lalu gelap. Sena jatuh pingsan untuk kesekian kali dalam hidupnya.
"Mom! Kenapa ada disini?"
" Astaga! Apa yang kamu lakukan pada Siena? Kamu mau membunuhnya? Mommy tidak pernah mengajarkanmu untuk kasar dengan perempuan." Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu menatap anaknya kecewa, Evelyn Sharma Harrison, ibu kandung Erlan.
"Ikut Daddy!" Kalau suara dingin nan berwibawa itu adalah milik Hutama Frederick Harrison, ayah Erlan yang terkenal kejam. Tidak ada yang bisa menolak titahnya, bahkan Evelyn atau kakek nenek Erlan sekalipun.
Erlan menunduk, mengikuti Hutama yang sudah keluar lebih dulu. Ia mengikuti ayahnya ke ruang kerja.
Sementara itu Evelyn dengan panik memanggil dokter keluarga mereka. Ferdy datang dengan cepat, lalu segera memeriksa kondisi Siena.
"Nona Siena Kritis." Kata Ferdy setelah melakukan serangkaian pengecekan medis.
"Cepat lakukan yang terbaik. Dia harus selamat, kalau tidak-" Evelyn terduduk lemas di lantai, anaknya baru saja hendak membunuh seseorang dan orang itu adalah istrinya sendiri.
" Nyonya, sebaiknya anda beristirahat di kamar sebelah." kata kepala pelayan membantu nyonya besar Harrison berdiri.
"Bawa siena ke rumah sakit terbaik!" perintah Evelyn.
Franz yang sejak tadi berdiri di dekat pintu mengangguk. Ia mengambil Siena dan membawanya ke rumah sakit, tentu saja dengan pengawalan ketat dari bodyguard kepercayaan keluarga Harrison.
Sementara dalam ruang kerja, Erlan menunduk tak berani menatap ayahnya.
"Apa ini sikap seorang pria sejati yang selama ini aku tanamkan dalam dirimu?" Suara ayahnya terdengar bersamaan dengan suara kursi yang di tarik. Pria paruh baya itu duduk disana sembari menatap putra tunggalnya setajam elang.
"Kenapa diam saja, Erlan?"
" Aku sudah memaklumi sifat buruknya selama ini dad, aku sudah lama bersabar. Aku tidak bisa lagi melanjutkan pernikahan ini. Aku akan menceraikannya." Kata Erlan, sudah kepalang basah lebih baik menyelam sekalian.
Hutama menggebrak meja hingga berkas-berkas di atasnya berhamburan ke lantai.
"TIDAK ADA PERCERAIAN, ERLAN. KAMU HARUS MEMPERTAHANKAN RUMAH TANGGAMU." Hutama berteriak marah.
Kemarahan Tuan Hutama membuat suasana dalam ruangan itu menjadi suram.
" Tetap berada dalam batasan atau kamu ingin melihat wanita yang sedang menunggumu di bawah hancur? Tentukan pilihanmu!" kata Hutama dingin. Setelah itu pria paruh baya yang masih gagah itu keluar, ia melangkah tegas menuju ruang makan.
Cindy sedang duduk diam menunggu Erlan, sesekali melirik jam tangannya, kenapa Erlan masih belum datang?
"Sedang menunggu anakku?"
Suara dingin itu membuat Cindy diam terpaku, ia menoleh ke belakang. Hutama berdiri di ambang pintu seraya menatapnya tajam.
"Tu-tuan..." Cindy meremas jemarinya cemas, kenapa Erlan tidak datang? ia tidak bisa menghadapi Hutama sendirian.
"Pergi dari mansionku! jangan berani lagi menginjakkan kaki disini, ini peringatan terakhir untukmu." Hutama memberikan peringatan keras ia tidak suka melakukan kekerasan kepada perempuan, tetapi jika batas kesabaran nya habis ia tidak akan berpikir dua kali untuk melenyapkan orang yang berani mengusik nya.
"Aku mencintai Erlan tuan, tolong izinkan kami menikah." Entah keberanian darimana Cindy berani mengatakan itu.
"Cindy," Erlan buru-buru menghampiri kekasihnya, membawanya ke dalam rangkulannya.
"Er..."Wanita itu menatap Erlan dengan mata berkaca-kaca.
"Biarkan dia pulang." Hutama melirik dari sudut matanya sambil minum segelas air.
"Dad-"
"Jangan membantah atau kamu memang ingin melihatnya terbujur kaku disini? Hari ini?"
Erlan yang tahu itu bukan sekedar ancaman segera meminta seorang supir untuk mengantarkan Cindy. Wanita itu sempat menolak dan berontak, namun setelah di jelaskan oleh Erlan dan berjanji akan menemuinya setelah ini, dia menurut.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Uthie
menarik 👍👍👍
2025-04-07
0