Bab 18 Perjodohan yang Dipaksakan

Bab 18: Perjodohan yang Dipaksakan

Malam itu, Randy duduk di salah satu restoran mewah di pusat kota. Ia menatap jam tangannya, sedikit gelisah. Laras, mama Alya, tiba-tiba menghubunginya tadi siang dan meminta bertemu. Tidak ada alasan jelas selain bahwa ini tentang Alya.

Ia sudah bisa menebak arah pembicaraan ini.

Dan ia tidak suka.

Beberapa menit kemudian, Laras datang dengan anggun. Perempuan itu selalu terlihat berwibawa, penuh percaya diri, dan tidak pernah ragu dalam berbicara. Saat duduk di depannya, Laras tersenyum tipis.

“Terima kasih sudah meluangkan waktu, Randy,” ucapnya.

Randy membalas senyum itu sopan. “Tentu, Tante. Ada yang ingin dibicarakan?”

Laras menyesap minumannya sebentar sebelum akhirnya berkata, “Aku ingin membahas tentang perjodohanmu dengan Alya.”

Tebakan Randy benar.

Ia menarik napas dalam. “Alya sudah menolak perjodohan ini. Aku rasa kita harus menghormati keputusannya.”

Laras mengangkat alis, sedikit tidak senang dengan jawaban itu. “Dan kamu? Apa kamu juga menolaknya?”

Pertanyaan itu membuat Randy terdiam sejenak.

Perasaan yang ia miliki untuk Alya bukan sesuatu yang sederhana. Mereka berteman sejak kecil, tumbuh bersama, melewati banyak hal. Dalam hatinya, ia tahu Alya adalah seseorang yang sangat ia pedulikan.

Tapi apakah itu cinta?

Atau hanya perasaan nyaman karena mereka sudah saling mengenal terlalu lama?

“Aku tidak menolak,” jawab Randy akhirnya. “Tapi aku juga tidak ingin memaksakan sesuatu yang Alya sendiri tidak inginkan.”

Laras menghela napas, lalu menatap Randy lebih serius. “Randy, kamu tahu sendiri bagaimana keluargamu dan keluargaku sudah saling bekerja sama sejak lama. Perjodohan ini bukan sekadar hubungan biasa, ini menyangkut masa depan perusahaan kita.”

Randy menegakkan punggungnya, menatap balik wanita itu. “Aku paham, Tante. Tapi apakah masa depan perusahaan lebih penting daripada kebahagiaan Alya?”

Laras tersenyum tipis, tapi ada ketegasan di matanya. “Kadang dalam hidup, kita tidak selalu mendapatkan kebahagiaan dengan cara yang kita mau. Alya hanya perlu waktu untuk menerima ini.”

“Alya bukan tipe orang yang bisa dipaksa,” balas Randy tenang.

Laras menatapnya cukup lama sebelum akhirnya berkata, “Aku ingin menanyakan satu hal, Randy. Apa kamu mencintai Alya?”

Randy terdiam.

Ia tidak bisa langsung menjawab pertanyaan itu.

Jika ia mengatakan iya, berarti ia harus berjuang untuk mendapatkan Alya.

Jika ia mengatakan tidak, berarti ia membiarkan Alya pergi, mungkin ke pria lain yang bahkan tidak ia kenal.

Tapi Randy bukan pengecut.

“Aku menyayangi Alya,” ucapnya jujur. “Tapi aku ingin dia bahagia dengan pilihannya sendiri. Jika dia memilihku, aku akan menerimanya. Tapi jika tidak, aku akan menghormatinya.”

Laras menghela napas, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Randy, kamu terlalu baik. Kamu membiarkan Alya membuat keputusan sendiri, tapi kadang seseorang butuh didorong untuk melihat apa yang terbaik bagi mereka.”

Randy tersenyum tipis. “Dan bagaimana jika dorongan itu malah membuatnya semakin menjauh?”

Laras tidak menjawab langsung. Ia menyesap minumannya lagi, lalu berkata, “Aku ingin kamu tetap dekat dengan Alya. Jika dia mulai dekat dengan pria lain, kamu harus lebih agresif. Jangan biarkan dia salah memilih.”

Randy tidak langsung menanggapi. Ia tahu maksud Laras.

Alya mungkin sudah menolak perjodohan ini, tapi Laras tidak akan menyerah begitu saja.

“Baiklah, Tante,” jawab Randy akhirnya. “Aku akan tetap berada di sisi Alya.”

Tapi dalam hatinya, ia menambahkan satu hal yang tidak ia katakan.

Bukan untuk memaksanya memilihku, tetapi untuk memastikan bahwa dia benar-benar bahagia.

***

Di tempat lain...

Alya duduk berseberangan dengan Calvin. Malam itu, hujan seperti akan turun seolah mencerminkan isi hati Alya yang sedang kalut. Tangannya memutar-mutar sendok kecil di dalam gelas es kopinya, sementara pikirannya masih tertinggal pada percakapan singkat dengan Randy beberapa jam lalu.

“Mama ngajak aku ketemuan, Alya.” 

“Aku tahu, tujuannya... tentang kita.”

Kalimat itu masih terngiang di kepala Alya. Ia tahu pasti arah pembicaraan mama tidak jauh dari perjodohan yang sejak dulu ingin dipaksakan. Dan kenyataan bahwa Randy menurut dan tetap bertemu membuatnya semakin gelisah. Ia tidak marah pada Randy—ia hanya lelah menghadapi tekanan demi tekanan yang datang dari Mama nya sendiri.

“Kamu kenapa?” suara Calvin memecah keheningan. Pandangannya lurus menatap wajah Alya yang sejak tadi terlihat tidak fokus.

Alya tersentak kecil, lalu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. “Nggak apa-apa.”

“Kamu terlihat gelisah. Ada yang mengganggu pikiranmu?” tanya Calvin lagi, kali ini lebih serius.

Alya terdiam. Ia tahu Calvin tidak bodoh. Pria itu cukup peka, meski selalu berusaha menutupinya dengan sikap dingin dan datar. Tapi kali ini, Alya tidak tahu harus menjawab apa. Ia tidak ingin membahas perjodohan itu dengan Calvin—entah karena malu, atau karena takut pria itu menjauh.

“Cuma lagi banyak pikiran aja,” jawab Alya akhirnya, mencoba terdengar santai.

Calvin mengernyit. “Banyak pikiran seperti apa? Sampai matamu kelihatan kayak mau nangis?”

Alya tersenyum kaku. “Kamu terlalu banyak menebak.”

Calvin memandangi Alya beberapa detik, lalu menyandarkan punggung ke kursinya. Ia tidak memaksa. Tapi diam-diam, ada rasa penasaran yang makin tumbuh. Ada hal yang sedang disembunyikan Alya—dan ia tahu, bukan hal sepele.

“Kalau kamu butuh cerita, aku di sini,” ucap Calvin akhirnya.

Alya menatap pria itu, hatinya terasa sedikit menghangat. Meskipun Calvin dikenal sebagai orang yang dingin dan tertutup, tapi kadang sikap diamnya justru memberikan ruang yang aman. Kalimat singkatnya pun terasa tulus.

Tapi tetap saja, perasaan yang bercampur aduk membuatnya tidak ingin membuka semuanya.

“Terima kasih,” balas Alya pelan. “Tapi untuk sekarang, aku masih bisa mengatasinya sendiri.”

Calvin tidak menjawab. Ia hanya menatap Alya dalam diam, lalu kembali menyeruput kopinya. Suasana di antara mereka terasa sepi, namun bukan sepi yang membuat canggung. Justru terasa seperti jeda untuk bernapas di tengah beban yang menumpuk.

Alya memalingkan wajah, memandangi hujan yang mulai turun. Dalam pikirannya, ia mempertanyakan banyak hal. Apa keputusannya menolak perjodohan ini akan terus menimbulkan konflik? Apa Mama nya akan terus memaksanya menjalin hubungan dengan Randy hanya demi kepentingan perusahaan?

Dan bagaimana kalau suatu saat Calvin tahu semua ini?

Apa pria itu akan menjauh? Apa ia akan menganggap Alya hanya gadis dari keluarga ambisius yang ingin mencampurkan cinta dan kekuasaan?

Tiba-tiba, rasa takut itu menyelinap pelan di dalam dadanya.

“Kenapa kamu tiba-tiba diam?” tanya Calvin lagi, kali ini nada suaranya lebih tenang.

Alya kembali menoleh. “Aku sedang berpikir… tentang banyak hal.”

“Termasuk tentang aku?” celetuk Calvin setengah bercanda.

Alya mengangkat alisnya, lalu tersenyum tipis. “Mungkin.”

“Kalau iya, kamu harus siap kecewa.”

“Kenapa?”

“Karena aku bukan pria baik seperti yang kamu pikirkan.”

Alya menatapnya lebih lama. Dalam hati, ia tahu Calvin seperti menyimpan sesuatu yang rumit. Tapi justru hal itu yang membuat Alya ingin mengenalnya lebih jauh. Ia tidak sedang mencari pria sempurna—ia hanya ingin seseorang yang jujur dan apa adanya.

“Kalau kamu bukan pria baik, kenapa kamu peduli saat aku terlihat sedih?” tanya Alya pelan.

Calvin terdiam. Pertanyaan itu tidak ia sangka. Bibirnya mengulas senyum tipis yang samar. Ia menunduk sebentar, kemudian berkata, “Karena entah kenapa… aku ingin kamu tetap tersenyum.”

Kalimat itu membuat dada Alya menghangat. Sederhana, tapi begitu dalam. Ia tersenyum kecil, meski masih ada awan mendung di hatinya.

“Terima kasih, Calvin,” ucapnya tulus.

Untuk pertama kalinya, Calvin tidak menjawab. Ia hanya menatap gadis di depannya dengan sorot mata yang berbeda. Bukan lagi dingin, tapi ada sedikit kehangatan yang mulai menyusup pelan.

Namun di balik semua itu, Alya masih menyimpan rasa takut. Ia tahu, lambat laun Calvin akan tahu kenyataan soal perjodohan dan latar belakang keluarganya. Dan saat hari itu tiba, ia hanya bisa berharap… Calvin tidak menjauhinya.

Karena perlahan tapi pasti, Alya mulai menyukai pria itu—bukan karena misterinya, tapi karena hatinya yang diam-diam hangat di balik topeng dinginnya.

Episodes
1 Bab 1 Pertemuan Tak Terduga
2 Bab 2 Alya Menghampiri Ruangan Kantor Randy
3 Bab 3 Menyatukan Bisnis Dengan Perjodohan
4 Bab 4 Hadirnya Laki-laki Misterius
5 Bab 5 Rasa Penasaran
6 Bab 6 Perjodohan yang Tak Diinginkan
7 Bab 7 Nadine Sang Pendengar
8 Bab 8 Langkah Awal Menuju Hati Calvin
9 Bab 9 Dinginnya Sikap Calvin, Namun Ada Rasa Penasaran
10 Bab 10 Kunjungan Tak Terduga
11 Bab 11 Alya yang Tak Mau Menyerah
12 Bab 12 Nadine di Balik Seragam Cleaning Service
13 Bab 13 Randy yang Mulai Peduli
14 Bab 14 Tatapan Rahasia di Kantor
15 Bab 15 Ketertarikan yang Berbahaya
16 Bab 16 Calvin, Lelaki dengan Masa Lalu Kelam
17 Bab 17 Di Balik Senyum Calvin
18 Bab 18 Perjodohan yang Dipaksakan
19 Bab 19 Tatapan yang Menyimpan Luka
20 Bab 20 Di Bawah Tekanan dan Tatapan Dingin Itu
21 Bab 21 Mimpi Buruk yang Selalu Kembali
22 Bab 22 Saat Semua Terasa Menyesakkan
23 Bab 23 Nadine dan Hati yang Tak Bisa Dibohongi
24 Bab 24 Suara Hati yang Tak Terucap
25 Bab 25 Bayangan Luka yang Belum Sembuh
26 Bab 26 Makan Malam yang Mengikat Luka
27 Bab 27 Amarah Seorang Ibu, Luka Seorang Anak
28 Bab 28 – Cinta yang Tak Sejalan, Rencana yang Tak Berjalan
29 Bab 29 – Calvin yang Mulai Merasa Takut Kehilangan
30 Bab 30 – Luka yang Disembunyikan Nadine
31 Bab 31 – Bayangan Masa Lalu yang Tak Terlupakan
32 Bab 32 – Luka yang Kembali Terbuka
33 Bab 33 – Tertarik Bukan Cinta
34 Bab 34 – Antara Pilihan dan Keharusan
35 Bab 35 – Bayang-Bayang yang Tak Pernah Diinginkan
36 Bab 36 – Bayangan yang Terus Mengintai
37 Bab 37 – Rahasia yang Tak Pernah Usai
38 Bab 38 – Gaun yang Tak Pernah Kupinta
39 Bab 39 – Tatapan yang Menghakimi
Episodes

Updated 39 Episodes

1
Bab 1 Pertemuan Tak Terduga
2
Bab 2 Alya Menghampiri Ruangan Kantor Randy
3
Bab 3 Menyatukan Bisnis Dengan Perjodohan
4
Bab 4 Hadirnya Laki-laki Misterius
5
Bab 5 Rasa Penasaran
6
Bab 6 Perjodohan yang Tak Diinginkan
7
Bab 7 Nadine Sang Pendengar
8
Bab 8 Langkah Awal Menuju Hati Calvin
9
Bab 9 Dinginnya Sikap Calvin, Namun Ada Rasa Penasaran
10
Bab 10 Kunjungan Tak Terduga
11
Bab 11 Alya yang Tak Mau Menyerah
12
Bab 12 Nadine di Balik Seragam Cleaning Service
13
Bab 13 Randy yang Mulai Peduli
14
Bab 14 Tatapan Rahasia di Kantor
15
Bab 15 Ketertarikan yang Berbahaya
16
Bab 16 Calvin, Lelaki dengan Masa Lalu Kelam
17
Bab 17 Di Balik Senyum Calvin
18
Bab 18 Perjodohan yang Dipaksakan
19
Bab 19 Tatapan yang Menyimpan Luka
20
Bab 20 Di Bawah Tekanan dan Tatapan Dingin Itu
21
Bab 21 Mimpi Buruk yang Selalu Kembali
22
Bab 22 Saat Semua Terasa Menyesakkan
23
Bab 23 Nadine dan Hati yang Tak Bisa Dibohongi
24
Bab 24 Suara Hati yang Tak Terucap
25
Bab 25 Bayangan Luka yang Belum Sembuh
26
Bab 26 Makan Malam yang Mengikat Luka
27
Bab 27 Amarah Seorang Ibu, Luka Seorang Anak
28
Bab 28 – Cinta yang Tak Sejalan, Rencana yang Tak Berjalan
29
Bab 29 – Calvin yang Mulai Merasa Takut Kehilangan
30
Bab 30 – Luka yang Disembunyikan Nadine
31
Bab 31 – Bayangan Masa Lalu yang Tak Terlupakan
32
Bab 32 – Luka yang Kembali Terbuka
33
Bab 33 – Tertarik Bukan Cinta
34
Bab 34 – Antara Pilihan dan Keharusan
35
Bab 35 – Bayang-Bayang yang Tak Pernah Diinginkan
36
Bab 36 – Bayangan yang Terus Mengintai
37
Bab 37 – Rahasia yang Tak Pernah Usai
38
Bab 38 – Gaun yang Tak Pernah Kupinta
39
Bab 39 – Tatapan yang Menghakimi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!