Kata Keandra, Alletta tidak perlu ke kantor hari ini. Alih-alih mengantar Alletta pulang, Keandra malah membiarkan Alletta tetap di rumahnya.
Itu memang rumah Keandra yang dia beli dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Rumah itu juga lebih dekat jaraknya dengan kantor. Setiap lembur, dia akan pulang ke sana. Tapi, dia juga sering pulang ke rumah utama, mansion keluarga Agnibrata.
"Serius Pak Kean bisa masak?"
Sekarang mereka berada di dapur, Keandra mau buat sarapan katanya. Sedangkan Alletta duduk manis di kursi pantry, Keandra yang menyuruhnya duduk saja.
"Saya bisa semuanya."
"Masa sih?"
"Lebih baik kamu diam daripada kamu yang saya makan."
Alletta mencebikkan bibirnya. Dia terus menatap punggung kekar bosnya yang sibuk dengan peralatan masak. Alletta tidak betah kalau diam seperti ini terus.
"Pak saya ngapain?"
"Diam aja."
"Mana bisa begitu? Saya bantuin, ya." Alletta pelan-pelan turun dari kursi pantry dan mulai menghampiri Keandra.
"Keras kepala!"
"Biarin." Alletta menjulurkan lidahnya mengejek Keandra, namun sedetik kemudian dia menutup mulutnya. "Maaf, Pak..."
Entah kenapa, akhir-akhir ini dia agak kurang ajar dengan Keandra. Itu semua reflek.
"Di luar jam kerja, gak perlu formal sama saya," ujar Keandra. Dia melirik Alletta sekilas lalu kembali mengaduk masakannya.
"Gak bisa gitu dong, harus tetap sopan," balas Alletta pula.
Alletta mengambil 2 gelas kosong. Dia ingin membuat minuman hangat.
"Coba pakai bahasa santai aja, anggap saya teman kamu." Keandra menatap Alletta sepenuhnya setelah menurunkan suhu kompor.
"Gak bisa, Pak. Pak Kean itu bos saya."
"Bisa, Alle. Coba pakai aku kamu aja."
Alletta terbelalak. Mana bisa begitu! Itu namanya kurang ajar.
"Nggak mau!"
"Kamu mau saya pecat?"
Ancamannya selalu seperti itu.
"Nggak ada hubungannya ya, Pak. Bapak jangan seenaknya gitu dong," ucap Alletta tak terima.
"Makanya turuti perintah saya."
"Nggak sopan."
"Kalau saya yang suruh berarti nggak apa-apa. Ayo coba."
Alletta berdecak. Dia balik menatap Keandra. "Bilang apa ya?"
"Terserah kamu. Asal jangan pakai bahasa formal."
Alletta terdiam sejenak, matanya masih terus menatap Keandra. "Kalau a-aku pakai bahasa santai, Bapak juga harus gitu. Bisa?" ujarnya tergagap-gagap.
Keandra tersenyum tipis mendengar ucapan Alletta. Pria itu mendekat dan berbisik di depan wajah Alletta. "Kenapa gak bisa? Aku bukan kamu yang suka malu-malu."
Alletta mengerjapkan matanya saat Keandra meniup poninya. Pria itu tersenyum tipis dan kembali mengaduk masakannya.
"Tapi, Pak. Saya—"
"Aku, Alle. Bukan saya," koreksi Keandra.
Alletta berdecak kesal. "Tapi aku gak nyaman kalau gak kaya biasanya."
"Nanti lama-lama juga nyaman. Hitung-hitung latihan buat kedepannya nanti."
"Latihan apa?" Alletta bingung.
Keandra tidak menjawab, tapi dia tersenyum penuh arti.
Alletta mengendikkan bahunya acuh. Dia pun kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda, membuat kopi untuk Keandra.
"Kamu ada alergi?"
"Aku alergi sama orang yang suka seenaknya."
Keandra menoleh. "Maksud kamu itu aku?"
"Loh, aku gak bilang," balas Alletta memasang wajah polosnya. "Tapi kalau Bapak merasa ya udah," lanjutnya seraya menyengir.
Keandra mendengus. Alletta begitu menyebalkan kalau sudah mengoceh seperti ini. Tapi dia menyukainya, Kean suka saat Alletta bertingkah biasa saja tidak seperti di kantor yang selalu sopan padanya.
****
"Gak mampir dulu, Pak?"
Keandra menggeleng. "Aku ada keperluan sama Ayah."
Alletta meringis, dia menggaruk tengkuknya tak nyaman. Cara bicara Keandra membuatnya tidak biasa.
Keandra terkekeh melihat ekspresi Alletta. "Kenapa? Kamu merasa aneh ya? Kalau gitu saya gak perlu ubah cara bicara saya."
Alletta menyengir. "Hehehe ... saya cuma ga nyaman aja, Pak. Cara bicara Bapak lebih cocok buat sama istri Bapak nanti."
"Kan kamu calon istri saya," balas Keandra.
Alletta tersedak ludahnya sendiri mendengar balasan Keandra. Apa maksudnya?! Kenapa pria itu selalu berkata seenaknya sih?
"A-apaan sih, Pak! Gak lucu!"
"Emangnya yang lagi ngelucu ya? Hidup kamu terlalu banyak bercanda," kata Keandra. Matanya menatap wajah Alletta dengan serius membuat si gadis salah tingkah.
"Y-ya udah, aku mau masuk dulu. Bapak hati-hati di jalan, ya," ujar Alletta. Dia membungkuk untuk tanda pamit, setelahnya dia masuk ke gedung apartemen, meninggalkan Keandra yang masih terus menatap punggung mungil itu yang semakin menjauh.
Bola mata Keandra bergerak menatap seseorang di ujung gedung.
Menyadari Keandra menatapnya, orang itu langsung pergi dari sana.
"Dua hama belum disingkirkan, sekarang bertambah lagi, heh?" sinisnya.
****
Tiga jam setelah Keandra pergi dari sana, mobil Tenggara memasuki area gedung apartemen Alletta. Sepertinya pria itu baru saja dari kantor, terlihat dari jas yang dia pakai dan juga tas kantor andalannya.
Tenggara keluar sambil menenteng dua paper bag untuk Alletta. Dengan langkah santainya dia berjalan menuju lift. Sebelumnya dia sudah mengabari Alletta kalau dia hendak berkunjung.
Tampan, gagah, kaya raya, beberapa gadis yang berpapasan dengannya secara terang-terangan memuji, dan Tenggara sama sekali tidak menoleh atau merespon, yang ada hanya tatapan lurus dan ekspresi datar andalannya.
Ting
Pintu lift terbuka, Tenggara segera mencari pintu kamar apartemen Alletta. Setelah ketemu, dia merapikan jasnya lebih dulu dan berdehem singkat, lalu ia memencet tombol bel.
Alletta menyembulkan kepalanya melihat siapa yang datang, saat tau Tenggara yang datang dia langsung berdiri tegak dan mempersilakan Tenggara masuk ke dalam.
"Pak Gara abis dari rumah sakit langsung ke sini?" tanya Alletta. Keduanya duduk di sofa.
"Saya dari kantor." Tenggara menyerahkan dua paper bag yang dia bawa tadi pada Alletta.
"Apa ini?" Alletta mengintip isi di dalamnya.
"Susu sama vitamin buat kamu, saya bawakan salad buah sama kue yang rendah gula," jelas Tenggara. Pria itu memang selalu hidup sehat, Alletta sampai tak bisa berkata-kata.
Di saat yang lain membawakan makanan tak sehat, maka Tenggara berbeda sendiri. Andai Tenggara tau kalau setiap hari Alletta makan makanan tidak sehat.
"Ini banyak banget, Pak. Harusnya Pak Gara gak usah repot-repot, saya jadi gak enak, hehehe..."
Tenggara tersenyum tipis. "Buat stok. Biar kamu gak makan makanan sembarangan juga."
"Makasih ya, Pak," kata Alletta dan diangguki oleh Tenggara.
"Oh iya, gimana keadaan kamu? Udah enakan belum?" tanya Tenggara, tangannya terulur mengecek suhu badan Alletta di dahi gadis itu.
Alletta tersentak kecil merasakan sentuhan itu. Dia berusaha tenang dan menjawab, "I-iya, saya udah nggak papa."
Tenggara mengangguk paham, ia kembali menegakkan tubuhnya. "Vitamin nya di makan, biar tubuh kamu makin enakan."
Alletta menurut, dia mengambil vitamin yang dibawakan oleh Tenggara. Gadis itu terlihat gemetar, salah tingkah lebih tepatnya, dia jadi kesulitan membuka bungkus vitamin tersebut.
Tenggara terkekeh melihat Alletta. Ia pun mengambil alih vitamin itu dan membuka bungkus nya.
"M-makasih...," ucap Alletta malu-malu. Dia segera memakannya dan mengunyah dalam diam.
"Enak?" tanya Tenggara membuat Alletta mengangguk.
Saat Alletta hendak mengambil lagi, Tenggara langsung mencegahnya. "No, Alletta. Vitamin ini cuma boleh dimakan 1 kali sehari."
Alletta terbelalak. "Beneran?!" kagetnya. "Vitamin yang kemarin Pak Gara kasih, aku makan 1 kotak sehari," lanjutnya lalu menunduk malu.
Malu banget! Batinnya.
"Di belakang ada petunjuk nya." Tenggara membalikkan kotak vitamin tersebut. Dan benar, di sana ada petunjuk mengonsumsi vitamin.
"Udah, nggak apa-apa. Yang penting sekarang udah tau, kan?"
Alletta mengangguk sambil meringis. Untung dia tidak apa-apa.
Tangan Tenggara terulur merapikan rambut Alletta. "Alletta," panggilnya membuat Alletta semakin gugup.
"I-iya?"
Tenggara tersenyum tipis. Dia suka sekali kalau Alletta terlihat malu-malu.
"Kalau kamu butuh sesuatu, bilang sama saya, ya? Hidup di kota orang sendirian pasti gak enak. Hm?"
Alletta terdiam menatap mata Tenggara. Kenapa pria ini tiba-tiba berkata seperti itu?
"T-tapi, Pak—"
"Saya gak mau dengar penolakan kamu. Pokoknya kalau kamu butuh sesuatu, kamu harus bilang ke saya. Oke?"
Suara berat namun begitu lembut membuat Alletta terhipnotis. Pada akhirnya dia mengangguk pasrah. Keandra dan Tenggara sama saja, sama-sama pemaksa.
"Oh iya." Alletta menurunkan tangan Tenggara yang ada di sisi kepalanya. "Bapak lapar gak? Saya mau masak soalnya."
Tenggara tersenyum tipis. "Kamu bisa masak?"
Alletta langsung mengangguk berkali-kali. "Bisa dong!"
"Makanan sehat?"
"Iya. Lumayan sehat sih hehehe..."
"Biar saya aja yang masak. Kamu lihat aja," ujar Tenggara, dia melepas jas nya dan dia letakkan di sandaran sofa.
"Nggak boleh! Tamu itu adalah raja, jadi Bapak harus —"
Ucapan Alletta terhenti ketika mendengar bel berbunyi. Dia menatap Tenggara yang juga menatapnya.
"Biar saya yang lihat." Tenggara beranjak membukakan pintu, sedangkan Alletta berusaha mengikuti dengan kaki pincang.
Ceklek
Raut wajah ramah Tenggara hilang seketika saat melihat siapa yang datang.
"Mana Alletta?" Tanpa menghiraukan Tenggara, Reygan menyelonong masuk ke dalam begitu saja.
"Pak Reygan?" Alletta tersenyum pada Reygan yang menepuk-nepuk puncak kepalanya.
"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Reygan.
Alletta mengangguk. "Iya."
"Kamu sudah makan? Saya bawa makanan banyak soalnya." Reygan mengangkat paper bag besar yang ada di tangannya.
Alletta melirik Tenggara yang berjalan ke arahnya.
"Gak sehat," sela Tenggara.
"Saya bawa spaghetti, ayam kentucky, sushi, dimsum, dan sosis bakar. Kamu suka, kan?" Reygan bicara pada Alletta, dia sama sekali tidak menghiraukan Tenggara.
Mata Alletta berbinar mendengar nama-nama makanan yang disebut Reygan. Tentu saja dia suka!
"Suka suka!" serunya antusias.
Tenggara mendengus melihatnya.
"Ayo kita makan." Reygan menarik tangan Alletta, sedangkan Alletta menarik tangan Tenggara.
"Kaki kamu kenapa?" tanya Tenggara, dia baru menyadari kalau Alletta pincang.
"Kesandung kaki sofa, Pak." Alletta hendak menuju ke dapur, tapi Reygan segera mencegahnya.
"Biar saya yang ambil piring, kamu duduk aja."
Alletta hanya mengangguk pasrah.
"Coba saya lihat." Tenggara berlutut di depan Alletta yang duduk di sofa, pria itu melihat kaki Alletta yang membiru.
"Sakit?" Tenggara mendongak menatap wajah cantik itu.
"Sakit..."
"Ada minyak? Saya mau bantu urutin."
"Minyak zaitun ada. Bentar saya ambil—"
"Nggak perlu, kamu cukup kasih tau di mana letaknya," sela Tenggara.
Alletta menunjuk nakas yang tak jauh dari mereka. "Di dalam laci."
Tenggara segera mengambilnya dan kembali menghampiri Alletta. Dia duduk di sofa, sedangkan kaki Alletta selonjoran di paha Tenggara.
Tenggara melumuri kaki Alletta dengan minyak zaitun lebih dahulu sebelum...
"Akkhh!" Alletta berteriak kencang saat Tenggara dengan santai menarik kakinya hingga berbunyi 'krek'
Sedangkan si pelaku hanya tersenyum tipis melihat reaksi Alletta.
"Udah, gak mau. Sakit, Pak..." Alletta menangis sambil memegang tangan Tenggara yang masih memegang kakinya.
"Sedikit lagi, tahan..."
Sedetik kemudian Alletta kembali berteriak. Gadis itu menangis sambil menatap kakinya.
"Sakit..."
Tenggara terkekeh melihatnya. Dia mengusap air mata Alletta yang terus berjatuhan. "Sekarang sudah gak sakit, kamu gak pincang lagi."
Reygan kembali dengan wajah khawatir, di tangannya ada piring dan juga sendok.
"Kenapa?"
Melihat wajah Alletta yang berderai air mata, Reygan langsung menatap tajam Tenggara, tanpa aba-aba dia menarik kerah kemeja Tenggara.
"Apa yang anda lakukan?" desis Reygan.
Alletta terbelalak, dia segera menarik tangan Reygan agar melepaskan Tenggara. "Pak, jangan berantem."
Terpaksa Reygan melepaskan cengkraman nya. Dia beralih menangkup pipinya Alletta. "Kamu nggak apa-apa? Kenapa nangis?"
Alletta mengusap hidungnya yang memerah. "Pak Gara urut kaki saya tadi."
Reygan menghela nafas kasar, dia menatap sinis Tenggara, lalu duduk di samping Alletta sambil menyeka air mata gadis itu.
"Sudah, jangan nangis lagi."
Alletta mengangguk patuh.
Mata sembab, hidung merah dan bibir melengkung ke bawah membuat Alletta terlihat menggemaskan. Tenggara sampai terus menatap Alletta, seolah itu adalah pemandangan paling indah. Apalagi saat pipi Alletta mengembung karena makan dimsum.
Reygan asik menuang makanan ke piring, sedangkan Alletta sibuk makan dimsum. Gadis itu menoleh ke arah Tenggara.
"Pwak Gara mawu?" tawarnya dengan mulut penuh.
Tanpa membalas, Tenggara langsung melahap sisa dimsum yang ada di tangan Alletta. Tentu saja tindakannya membuat Alletta dan Reygan terkejut.
"I-itu bekas saya..."
"Enak." Tenggara tersenyum tipis.
Reygan mengepalkan tangannya. Geram sekali melihat tingkah Tenggara yang semakin menjadi.
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Noey Aprilia
Hadeeuuuhhh.....
bpk2 ceo bnr2 pd gabut....tiap hri ngerecokin aletta trs,mna rbut mulu...aletta yg polos cma bsa bngung....😂😂😂
2025-03-09
0
vj'z tri
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣1 pulang 2 Dateng ...itu kalau yang 1 tau 2 Dateng auto balik kanan ketuk pintu 🤣🤣🤣🤣🤣
2025-03-10
0