Bab 5

Jangan nabung bab donggg😔😔😔

***

Di ruangan serba putih itu hanya ada seorang gadis bersama bosnya. Si gadis masih belum sadar, sedangkan si bos sibuk dengan tablet di tangannya.

Setelah diperiksa dokter, ternyata Alletta demam karena kelelahan dan terlalu memaksakan diri untuk bekerja. Dokter juga menyarankan agar Alletta istirahat yang cukup untuk sementara waktu. Keandra tidak keberatan jika itu berkaitan dengan kesehatan Alletta.

Keandra meletakkan tabletnya ke atas meja. Dia menghampiri Alletta dan berdiri di samping ranjang.

Perlahan, kelopak mata yang terpejam itu mulai terbuka. Alletta menyipitkan matanya saat cahaya menyapa indra penglihatan nya.

Keandra tetap diam membiarkan Alletta menyesuaikan diri.

Alletta menghela nafas berat. Kepalanya sedikit pusing. Dia meraba hidungnya yang terdapat selang oksigen.

Alletta melirik ke samping, dia tersentak melihat Keandra berdiri dengan wajah datarnya.

"Apa? Kenapa kamu selalu terkejut waktu lihat saya?" tanya Keandra sedikit kesal.

"Bapak selalu ada di mana-mana tanpa suara, saya kaget," jawab Alletta cemberut.

Keandra memutar bola matanya malas. "Masih muda gampang kaget. Gimana tuanya nanti?"

Alletta semakin cemberut. Dia menatap tangannya yang tertancap infus.

"Kamu harus dirawat di sini selama beberapa hari," jelas Keandra.

"Hah? Gak perlu. Saya pulang sekarang aja, Pak." Alletta hendak beranjak, tapi Keandra langsung menahan kedua pundaknya. Jarak mereka sangat dekat, bahkan Alletta bisa merasakan hembusan nafas Keandra.

"Jangan ngeyel. Kamu mau saya pecat, hm?"

Alletta menelan ludahnya. Dia gugup, tapi Keandra malah tidak segera beranjak menjauh.

"S-saya harus kerja, Pak..."

"Saya tau. Kamu lupa kalau saya bos nya?" kata Keandra. Dia kembali menegakkan tubuhnya hingga membuat Alletta bisa bernafas lega.

"Jangan memikirkan yang lain, fokus aja sama kesehatan kamu," lanjut Keandra.

Alletta mengangguk patuh. Benar, dia harus fokus pada kesehatannya agar nanti bisa dikerjai habis-habisan oleh Keandra. Begitu kan?

Tok tok tok. Pintu diketuk, tak lama kemudian seorang dokter muda masuk.

Keandra terus memperhatikan lelaki itu, dia masih tidak beranjak dari tempatnya.

"Izinkan saya memeriksa kondisi kamu," ucap dokter dengan name tag Tenggara Karunasankara.

Alletta mengangguk. Dia membiarkan si dokter memeriksanya.

"Apa tidak ada dokter wanita?" Tiba-tiba Keandra bertanya.

Tenggara tersenyum tipis, dia menatap Kendra. "Ada. Tapi, beliau tidak ada jadwal hari ini," jawabnya.

Keandra mendengus kasar. "Perawat lain?" tanyanya lagi.

Alletta menatap Keandra, tangannya menarik jemari Keandra hingga membuat pria itu menatapnya. Alletta menggeleng pelan, menyuruh Keandra untuk diam saja.

Keandra menatap jari telunjuknya yang digenggam Alletta. Menggemaskan sekali. Tapi dia sedang tidak mood karena kehadiran dokter sok tampan itu.

"Perawat lain sedang sibuk," jawab Tenggara.

Keandra hanya diam sambil memutar bola matanya malas. Banyak sekali alasan tidak masuk akal yang pria itu lontarkan.

Tenggara tersenyum pada Alletta setelah memeriksa keadaannya.

"Sudah mendingan dari sebelumnya. Tetap jaga kesehatan dan jangan terlalu kelelahan. Kalau kamu perlu apa-apa, langsung hubungi saya," ujar Tenggara.

"Gak perlu. Masih ada saya di sini," sela Keandra, ia menatap Tenggara dengan datar.

Alletta semakin mengeratkan genggamannya pada jari Keandra.

"Terimakasih, Dok," jawab Alletta dengan ramah, hal itu semakin membuat Keandra bad mood.

Tenggara tersenyum tipis. "Kalau begitu saya permisi."

Alletta mengangguk.

"Ya sana pergi aja, jangan balik lagi kalau bisa," balas Keandra. Tapi Tenggara tak menghiraukannya dan terus berjalan keluar.

"Bapak kenapa, sih?" tanya Alletta heran.

"Apa?" balas Keandra acuh.

"Kenapa galak banget? Gak sopan tau!"

"Suka-suka saya, kamu siapa ngatur-ngatur? Ini lagi, apa ini, pegang-pegang segala. Lepas!" Keandra mengangkat tangannya menunjukkan tangan Alletta yang masih menggenggam jarinya.

Alletta langsung melepasnya, dia berdehem canggung. Baru kali ini dia dengan berani menyentuh Keandra.

Pria dengan kemeja putih dan dasi hitam itu kembali duduk di sofa, mengabaikan Alletta yang terus menatapnya.

Alletta mengelus perutnya yang tiba-tiba berbunyi. Dia lapar. Terakhir ia makan tadi pagi. Alletta melewatkan makan siangnya karena sibuk mengerjakan revisi.

Keandra hanya diam saja meskipun dia tau Alletta kelaparan. Ia sedang malas dengan gadis itu.

"Pak..."

"Hm."

Alletta cemberut mendengar respon Keandra yang acuh. Kalau seperti ini, bagaimana dia bisa meminta tolong?

"Dari pada Bapak gak ngapa-ngapain, lebih baik Bapak pulang aja. Saya gak apa-apa di sini sendirian," ujar Alletta.

Keandra mematikan ponselnya, dia menatap datar ke arah karyawannya itu. "Kamu ngusir saya? Biar kamu bisa berduaan sama dokter gadungan tadi?" sinisnya.

Kening Alletta mengerut. "Kok malah bahas dokter sih? Saya kan nyuruh Bapak pulang aja, biar bisa istirahat."

"Halah, bohong. Saya tau isi kepala kamu, Alle."

"Ya, saya juga tau isi kepala Pak Kean. Isinya otak, kan?" Alletta mengerjapkan matanya saat Keandra menatapnya dengan tajam.

"Mulai berani ya kamu? Mau saya pecat, hah?"

Alletta mendengus kecil. Dia menggaruk pelan hidungnya yang tak gatal. Bingung dengan sikap Keandra yang seperti bunglon. Kadang baik, kadang menyebalkan. Untung ganteng.

"Bapak lihat hp saya?" tanya Alletta sambil celingukan mencari benda persegi panjang itu.

"Kamu nuduh saya sembunyikan hp kamu?" Mata Keandra memicing tajam. Hal itu membuat Alletta semakin kesal. Apakah Keandra tidak bisa membedakan pertanyaan dan juga tuduhan?

"Saya tanya, bukan nuduh, Pak," balas Alletta dengan sabar.

"Sama aja!"

Kalau sudah begini, lebih baik Alletta diam daripada semakin panas.

Keadaan hening selama beberapa detik, hingga suara ketukan pintu membuat keduanya saling menatap. Tak lama kemudian seorang perawat masuk membawa nampan berisi makanan untuk Alletta. Pas sekali.

"Dimakan, ya. Jangan lupa obatnya juga diminum," ucap si perawat.

"Terimakasih," balas Alletta seraya tersenyum. Suster tersebut segera pergi dari sana setelah pamit.

Alletta berusaha bangun dan mulai makan sendiri. Dia melirik Keandra yang sama sekali tak beranjak dari duduknya.

Kamu berharap apa, Ta? Dia cuma bos kamu, gak mungkin mau suapi kamu! Batin Alletta.

"Bapak sudah makan?" tanya Alletta. Tak nyaman juga kalau terus diam-diaman. Apalagi Keandra adalah bosnya.

"Belum."

"Mau saya pesankan makanan?" tawar Alletta.

"Saya bisa beli sendiri," balas Keandra acuh.

Alletta mengangguk paham. Dia kembali memakan makanan yang tidak enak itu. Memang tidak enak, rasanya aneh. Lebih enak bakso, mie ayam, batagor dan makanan kesukaannya yang lain.

Setelah suapan ketiga, Alletta meletakkan nampan tersebut ke atas nakas di samping ranjang. Perutnya mual, jika terus dipaksa dia bisa muntah nanti.

"Kenapa gak dihabiskan?"

Entah sejak kapan Keandra sudah berdiri di samping ranjang, untung saja Alletta tidak reflek menyemburkan air yang sedang dia minum.

"Mual," jawab Alletta lalu kembali minum.

Keandra menghela nafas. Dia berjalan menuju meja dan mengambil buah apel yang sudah dikupas dalam kemasan.

"Makan buah supaya perut kamu gak terlalu kosong," ujarnya.

Alletta menurut. Dia menerima buah itu dan mulai memakannya dalam diam. Alletta menatap Keandra dengan tatapan lugunya. Kenapa pria itu masih berdiri di sana?

"Bapak mau ini?" tawar Alletta.

Keandra menggeleng.

"Terus, kenapa masih berdiri di situ? Gak capek?"

"Kamu ngusir saya?" Mata Keandra melotot tajam.

Alletta langsung menggeleng berkali-kali. "Nggak, Pak! Saya cuma takut Bapak kecapekan kalau berdiri terus."

Keandra berdehem singkat. Dia pun kembali duduk di sofa, membiarkan Alletta makan dengan tenang.

"Besok saya ada meeting dengan klien. Jadi, sehabis jam makan siang, saya baru bisa jenguk kamu," celetuk Keandra. Dia menyandarkan tubuhnya sambil menatap Alletta yang juga menatapnya.

Alletta mengangguk paham. "Gak apa-apa, Pak. Gak dijenguk juga gak papa kok. Makasih karena Pak Kean udah bawa saya ke sini tadi. Maaf kalau merepotkan."

"Kamu senang kalau saya gak ke sini lagi, iya kan? Biar kamu bisa berduaan sama dokter gadungan itu!" sinis Keandra.

Alletta mengerutkan keningnya, dia menggeleng. "Bukan gitu, Pak. Saya cuma—"

"Gak perlu banyak alasan, Alle. Saya tau niat kamu," sela Keandra.

Alletta menggaruk tengkuknya. Kenapa Keandra sangat sensi dengan Dokter Tenggara?

bersambung...

Terpopuler

Comments

Noey Aprilia

Noey Aprilia

Bleh ga gtok kplanya kean pke palu???lma2 mkin nyebelin tu orng....😫😫😫

2025-02-28

0

vj'z tri

vj'z tri

🤣🤣🤣🤣🤣 sabar alle bos ganteng lagi mode cemburu 🤭🤭🤭🤭

2025-03-01

0

vj'z tri

vj'z tri

aku gak loh 🤭🤭🤭🤭

2025-03-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!