Pelupa

Pagi hari di hari selasa. Mentari pagi bersinar seperti biasanya, cahaya terang mulai masuk ke kamar kos milik Mahen melalui ventilasi udara.

Mahen terbangun seperti semula. Ia sudah sembuh dari sakit yang menyerangnya kemarin. Hari ini, Mahen, siap untuk memulai harinya yang baru. Kegiatan rutin Mahen berbeda dengan hari liburnya. Ia beranjak dari kasur tipisnya dan langsung menuju kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Mahen mengenakan seragam sekolahnya dengan rapi. Ia melirik jam di dinding—waktu masih menunjukkan pukul 06.15, masih ada sedikit waktu sebelum ia harus berangkat.

Sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk, Mahen duduk di kursi kecil di samping meja belajarnya. Ia membuka buku catatan dan melihat materi yang akan dipelajari hari ini. Kebiasaan ini sudah menjadi bagian dari rutinitasnya, memastikan dirinya tetap bisa mengikuti pelajaran meskipun harus bekerja sepulang sekolah.

Perutnya mulai berbunyi pelan, mengingatkannya bahwa ia belum sarapan. Mahen mengambil roti yang ia beli kemarin lalu menyantapnya dengan tenang. Tak butuh waktu lama, ia segera merapikan barang-barangnya, memasukkan buku ke dalam tas, lalu mengenakan sepatu.

Saat keluar dari kos, udara pagi yang segar menyambutnya. Mahen menarik napas dalam-dalam, menikmati ketenangan pagi sebelum mulai menghadapi hari yang sibuk. Dengan langkah mantap, ia berjalan menuju sekolah, siap menjalani kesehariannya seperti biasa.

Namun, tanpa ia sadari, ada seseorang yang memperhatikannya dari dalam mobil yang terparkir tak jauh dari sana. Kanaya, dengan tatapan penasaran, mengamati pria yang kemarin sempat ia rawat. Ia tersenyum kecil.

"Jadi begini kesehariannya," gumamnya.

Sejak kejadian kemarin, rasa ingin tahunya terhadap Mahen semakin besar.

Mahen pergi sekolah dengan berjalan kaki, karena sekolahnya tidak jauh dari tempat kos Mahen.

Saat sampai gerbang sekolah, Mahendra dipanggil oleh salah satu temannya yang bernama Alvino.

"Oi, Mahendra. Udah sembuh nih?" tanya Vino sambil merangkul pundak Mahen.

"Oi Vin. Udah dong, udah fresh banget nih" jawab Mahen sambil tertawa.

Mahen dan Vino berjalan bersama memasuki halaman sekolah. Terlihat dari kejauhan, Kanaya dengan mobil hitamnya masih memerhatikan Mahendra Aditya itu.

"Wahh. Ternyata Mahendra yang dingin itu bisa se riang itu yaa, jika bertemu temannya" ucap Kanaya yang kagum pada sifat Mahendra.

Akhirnya, Kanaya memutuskan untuk pergi dari sana. Karena, masih banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan. Terlebih lagi, Kanaya adalah bos dari perusahaan ternama yang diwariskan oleh almarhum kedua orang tuanya.

Saat di kelas, ternyata Mahendra adalah sahabat baik dari Vino. Mereka duduk bersama di bangku tengah, karena menurut mereka, bangku tengah adalah bangku yang ideal untuk belajar.

"Hen, aku mau cerita nih. Tapi, nanti aja deh pas istirahat" ucap Vino sambil menulis soal di papan.

Perkataan Vino membuat Mahen menjadi penasaran "tumben banget Vino mau cerita. Biasanya dia ogah an kalau disuruh cerita" gumam Mahen di dalam hatinya.

Kringg!!!

Bel istirahat berbunyi. Mereka berdua jalan menuju kantin untuk membeli makanan. Suasana lingkungan sekolah Mahen sangatlah sejuk, banyak pohon lebat tumbuh disana, langit yang cerah seakan menambah sejuknya lingkungan.

Di sekolahnya. Mahen, cukup dikenal oleh banyak guru dan staff disana. Bukan karena pintar saja, melainkan, Mahendra selalu membantu tanpa perlu disuruh.

"Aku pesenin dong, Vin. Samain aja kayak kamu" ucap Mahen sambil mencari tempat duduk yang pas untuk makan.

Tak berselang lama, muncul wanita yang memiliki paras cantik, kulitnya putih seperti susu, matanya indah dan alisnya yang lentik, serta rambut pendeknya yang lurus, membuat siapapun yang melihatnya menjadi tertarik.

"Halo, Mahendra. Aku kangen sama kamu loh. Katanya kamu sakit yaa, tapi udah sembuh kan?" ucap wanita itu sambil duduk di sebelahnya.

"Woi, Win. Ngapain disana?" tanya Vino yang berjalan sembari membawa dua nasi yang dipesannya.

"Apasih Vino" ucap wanita itu dengan kesal.

Ternyata, wanita itu bernama Nayanika Widya. Seorang gadis cantik jelita yang disukai banyak laki laki disana. Banyak laki laki yang ingin menjadikan Widya sebagai kekasihnya, namun, Widya menolak mereka semua. Widya hanya tertarik pada satu orang.

"Mau cerita apa lu, Vin?" tanya Mahen sambil mengambil nasi gorengnya.

"Aku juga mau dengerin dong" ucap Widya dengan semangat yang terpancar dari wajahnya.

"Kemarin, pas kamu lagi ga masuk sekolah. Di sekolah ada acara, jadi kita disuruh pulang duluan. Nah, pas aku keluar dari gerbang. Tiba-tiba ada wanita berpakaian rapi, parasnya cantikk banget, wangi parfumnya menyebar kemana-mana, terus dia pakai mobil mewah warna hitam. Dia nyariin kamu dong, nanya dimana Mahendra" beritahu Vino sambil memakan nasi pecel nya.

"Siapa itu, Hen?" tanya Vino ke Mahen.

"Aku juga gatau ya. Mungkin orang asing yang kebetulan nanyain aku" jawab Mahen sambil mengunyah makanannya.

"Tapi, kan. Ngga mungkin, orang berpakaian rapi kayak gitu nyariin kamu" tambah Widya sambil meyakinkan Mahen.

"Bener tuh, Wid".

"Apa mungkin dia, ya? soalnya dia bisa tau kalau aku sakit" gumam Mahen dalam hatinya.

"Aku gatau loh. Kalian tau sendiri kan, kehidupanku kayak gimana? ngga mungkin ada orang penting yang nyariin aku" ucap Mahen yang mencoba meyakinkan mereka berdua.

"Bener juga sih" ucap Widya dan Vino serentak.

Mereka bertiga akhirnya memutuskan untuk balik kedalam kelas.

Kringg!!!

Bel pulang berbunyi, yang menandakan kehidupan Mahen akan berganti. Mahen sengaja berjalan santai, menikmati setiap sudut kota sambil menghirup udara sore kala itu, angin sepoi-sepoi melewati tubuhnya, banyak kendaraan lalu lalang yang menandakan pulangnya orang orang setelah seharian beraktivitas. Namun, Mahen masih akan menjalanin aktivitas selanjutnya.

Mahen pulang dulu ke rumahnya untuk mengganti baju bekerja, sebelum melakukan kegiatan yang menghasilkan uang.

Seperti biasa, tanpa perlu disuruh. Mahen melakukan pekerjaannya, yaitu mengambil barang di gudang, lalu menatanya. Mahen sudah hafal betul apa yang harus dilakukan.

Tiba-tiba dari meja kasir, terdengar suara ketukan meja sambil berkata.

"mas, udah selesai nih belanjanya".

Mahen yang mendengar suara itu langsung melihat ke arah meja kasir. Disana terlihat wanita berpakaian rapi sedang menunggu.

"ngga ada orang kah di meja?" sahut Mahen dengan suara keras sambil menata barang barang.

"ngga ada mas" jawab wanita itu dengan lantang

Mahen yang mendapatkan jawaban itu, langsung bergegas menuju meja kasir sembari merapikan seragamnya yang kusut.

"udah, ini aja mbak?" tanya Mahen yang baru selesai memindai barang.

"iya mas, ini aja" jawab Kanaya.

Mahen melihat ke arah daftar harga di layar

"totalnya jadi 100 ribu, mbak".

wanita itu, yang belakangan Mahen kenal dengan nama Kanaya, mengambil uang 100 ribu di dompetnya

"ambil aja mas kembaliannya"

jawab Kanaya sambil tertawa tipis.

Mahen melirik uang kembalian yang ternyata hanya 500 rupiah, lalu menatap Kanaya dengan ekspresi datar

"yaelah mbak, kembaliannya cuman 500 rupiah"

jawab Mahen dengan wajah kesal.

"hehe, sumbangin aja mas di kotak ini" jawab Kanaya sambil menunjuk kotak amal yang ada di depannya.

Mahen mengambil uang 10 ribu di dompetnya dan memasukkannya ke dalam kotak amal, bersamaan dengan uang 500 rupiah milik Kanaya.

"ternyata orang ini suka berbagai ya" gumam Kanaya dalam hatinya.

"mbak, maaf mbak, di belakang ada pelanggan lainnya yang lagi antri" ucap Mahen sembari menunjuk menggunakan jari jempolnya ke arah belakang Kanaya.

"hah, oh, maaf mas" jawab Kanaya dengan wajah malu dan buru buru keluar dari minimarket.

Pelanggan demi pelanggan Mahen layani. Entah dimana rekan kerja Mahen yang seharusnya menjaga meja kasir.

terdengar suara berlari dari arah gudang menuju meja kasir

"aduh, maaf Hen, aku baru selesai bab" ucap Raka, teman kerja Mahen, sambil memegang perutnya.

"Cepet, aku masih mau nata barang" jawab Mahen dengan nada kesal sambil menutup hidungnya, karena dirasa masih ada bau yang menempel pada Raka.

Jam menunjuk pukul 22.30. Mahen menguap kecil karena tak tahan dengan rasa kantuknya. Dia baru saja selesai menata stok minuman di kulkas, sebelum akhirnya terdengar suara Raka dari depan.

"Hen, aku pulang dulu ya. Kamu bisa kan nutup toko?" tanya Raka yang sedang menggendong tas dan bersiap untuk pulang.

"ya, aku bisa" jawab Mahen dengan nada yang lemas.

"hati hati Rak".

"iya Hen".

Ketika Mahen lagi sibuk cek cek barang. Tiba tiba ada yang masuk dan menunggu di meja kasir di ikuti dengan suara ketukan meja.

"pasti wanita itu lagi" gumam Mahen di dalam hati, karena tidak ada lagi orang yang selalu mengetuk meja kasir selain dia.

"ada yang bisa saya bantu mbak" tanya Mahen kepada wanita itu.

"ini mas" jawab wanita itu dengan memberikan dua coklat yang dia ambil di depan meja kasir.

"ini aja mbak" tanya Mahen.

"iya mas" jawab wanita itu dengan senyum tipis.

Ketika selesai pembayaran. Tanpa ada aba aba tiba tiba wanita itu memberikan Mahen coklat yang barusan dia beri.

"buat saya mbak?" tanya Mahen dengan kebingungan.

"terserah sih buat siapa aja" jawab wanita itu dengan tangannya yang sedang mengulurkan coklat.

"Kanaya Anindya" tak ada angin tak ada hujan, tiba tiba wanita itu memperkenalkan namanya.

"Mahendra Aditya" jawab Mahen sambil tangannya kesusahan membuka bungkus coklat.

"bagus namanya" gumam Kanaya dengan suara pelan, sebelum akhirnya matanya membesar dan pipinya merah karena ucapannya keluar begitu saja.

"apa mbak?" tanya Mahen, karena sekilas dia mendengar suara yang kecil.

Mendengar pertanyaan dari Mahen itu, Kanaya langsung bergegas pergi keluar minimarket dan menuju mobilnya yang diparkir di depan minimarket.

Di dalam mobil, Kanaya menggigit bibirnya sambil mengetukkan jarinya ke setir. Pipinya menghangat, dan tanpa sadar, dia berulang kali melafalkan nama pria itu pelan.

"Mahendra Aditya" ucap Kanaya sambil menuliskan nama itu pada setir mobilnya.

"Padahal, kita kemarin sudah bertemu. Tapi kamu tidak membahas kejadian kemarin. Mungkin dia malu? atau dia pelupa?" keluh kanaya sambil memegang erat setir mobilnya karena gemes dengan Mahen.

"Aku ingin membicarakan semua dengannya besok, dan hari esok lah semuanya berubah" ucap Kanaya sambil mengemudikan mobilnya dan bergegas pulang menuju rumah.

Sementara itu, Mahen berdiam diri sejenak sambil berpikir "Sepertinya aku pernah melihat Kanaya deh. Tapi, kapan yaa?" gumam Mahen dalam hatinya.

Ternyata Mahen memang sedikit pelupa dengan apapun yang baru ia kenali. Namun, dia tidak akan lupa dengan sosok Kanaya besok hari.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!