Kenapa mak lampir ini ada di situ? Tidak biasanya dia duduk santai di sana? Apa dia sengaja menungguku pulang? Tapi kenapa? Biasanya dia tidak pernah perduli aku pulang jam berapa, asalkan aku tidak pulang malam. Tumben juga rumah ini sepi, biasanya ada suara Alya yang selalu berisik. Dimana gadis cerewet itu?
"Tante, maafin Qisya pulang telat, karena hari ini Azriel ngajakin aku jalan untuk merayakan kelulusan kami."
Qisya masih berdiri di sebelah wanita berbadan gemuk dengan wajah yang masih terlihat cantik meski sudah berumur 45 tahunan yang tak lain adalah Martha Arifin adik dari ayah kandungnya Prastio Arifin.
Martha mengamati beberapa paper bag yang saat ini tengah di bawa keponakannya.
*Dasar keganjenan, dia pasti tadi merayu pacarnya itu agar mau membelikannya barang-barang yang dia inginkan! Atau dia sudah memberikan tubuhnya pada Azriel, hingga laki-laki itu memberikan apapun yang dia mau.
Tidak salah bila aku menjualnya untuk biaya pengobatan putriku, anggap saja itu sebagai ganti aku menampungnya di sini setelah kakak meninggal. Tapi dia tidak boleh tau yang sebenarnya jadi aku harus berbohong padanya*!
Setelah asyik dengan lamunannya, Martha berbicara pada Qisya.
"Duduklah, Tante mau bicara sesuatu padamu!" Dengan tatapan yang tajam dan sinis, Martha menatap Qisya yang berdiri di sebelahnya. Lalu mengarahkan dagunya ke arah kursi memberi perintah pada keponakannya yang masih tak bergeming di tempatnya.
Qisya lalu duduk di kursi berhadapan dengan Martha.
Kenapa perasaanku merasa tidak enak begini? Tidak biasanya bibi mengajakku bicara serius seperti ini. Males banget sebenarnya memanggilnya dengan sebutan tante.
Orang miskin seperti kami, tidak pantas sekali menyebut panggilan bibi dengan sebutan tante. Tapi daripada aku harus mendengar omelan nya karena dia selalu marah bila aku memanggilnya dengan sebutan bibi yang di nilainya tidak cocok untuknya karena itu lebih terdengar seperti memanggil seorang pembantu di keluarga-keluarga kaya raya seperti sinetron yang sering dia tonton.
Qisya bertanya-tanya di dalam hatinya, namun tidak menemukan jawabannya. Lalu ia memutuskan untuk menanyakannya langsung pada tantenya tersebut.
"Sebenarnya apa yang tante ingin bicarakan padaku, apa itu adalah sesuatu yang penting?"
Qisya menatap Martha di depannya yang hanya terhalang sebuah meja kayu usang yang menghiasi ruang tamu kecil berukuran 2 meter itu. Pandangan matanya beralih menatap sebuah koper yang sangat di kenalnya ada di depan ruangan kamarnya yang tak jauh dari ruang tamu.
"I-itu... bukankah itu koper aku Tan? Jadi Tante mau mengusirku saat aku baru lulus dari sekolah hari ini? Apa masih belum cukup Tante menghinaku selama ini, harusnya Tante sedikit lebih bersabar menunggu sampai aku berhasil menemukan pekerjaan. Setelah aku bekerja dan bisa menghasilkan uang sendiri, aku akan langsung meninggalkan rumah ini. Aku tidak akan lagi menyusahkan kalian, tapi tidak sekarang. Tunggu sekitar satu bulan lagi, dan Tante boleh mengusirku."
Qisya berbicara dengan nada sedikit emosi dengan deru nafas yang memburu seolah sikap hormatnya kepada seseorang yang lebih tua darinya sama sekali hilang dari akal sehatnya, lalu dengan kasar dia pun menghembuskan nafasnya.
"Dasar gadis tidak tahu sopan santun! Dimana sopan santun mu berbicara kepada orang yang lebih tua hah...! Apa begini cara Kakakku mendidik mu? Pantas saja ibu kandungmu meninggalkanmu, kau memang tak jauh bedanya dengan wanita murahan itu. Setelah menggoda kakakku yang polos, ibumu meninggalkannya, juga anaknya sendiri karena tidak mau hidup susah bersama kami."
"Bahkan dia tidak mau membawa anaknya sendiri karena takut akan menyusahkan nya, mungkin saat ini ibumu itu sudah menjadi seorang pelacur hingga tidak pernah menampakkan batang hidungnya disini. Bahkan mungkin dia sudah tidak ingat pernah melahirkan mu!"
"Dan sekarang kamu ingin menyusul jejak ibumu bukan? Karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, kamu pasti sudah menjual tubuhmu itu pada pacarmu yang kaya itu kan? Bahkan hari ini kamu pulang dengan membawa banyak barang, dan pakaian yang saat ini kau pakai itu. Pasti dia yang membelikannya setelah menikmati tubuhmu itu!"
"Harusnya kamu berterima kasih kepadaku karena mulai hari ini aku mencarikan mu pekerjaan dan kamu akan mendapatkan banyak uang, jadi bisa hidup senang di luaran sana. Sebentar lagi ada orang yang akan menjemputmu, jadi lebih baik kamu pergi mandi dan bersiap-siap!"
"Aku sudah muak melihat keberadaanmu disini, sudah cukup aku berbaik hati dengan menampungmu di sini selama ini. Jadi sekarang lebih baik kamu menuruti perintahku dan jangan membantah ataupun banyak bertanya, kamu akan senang di tempat barumu itu!"
Setelah berbicara dengan penuh emosi, Martha memelankan nada suaranya saat menyuruh Qisya agar mau menuruti perintahnya.
Saat fikirannya masih sangat syok dengan kenyataan yang sebenarnya tentang ibu kandungnya yang telah tega meninggalkannya, Qisya masih harus menerima kenyataan di usir dari rumah keluarga satu-satunya dan di tuduh telah menjual kehormatannya.
Kenapa Ayah tidak pernah menceritakan yang sebenarnya kepadaku tentang Ibu, jadi ini rahasia besar yang di tutupi Ayah dariku?
Bahwa Ibu meninggalkan kami karena tidak bisa hidup susah bersama Ayah, hingga tega meninggalkan putri kandungnya sendiri! Apa kata-kata Tante Martha bisa di percaya? Ataukah dia hanya membohongiku hanya untuk menyakiti perasaanku?
Tapi tidak mungkin dia mengada-ngada karena selama ini dia tidak pernah mengungkit perihal Ibu. Tapi karena sedang emosi, jadi dia keceplosan membuka rahasia yang selama ini di simpan Ayah dariku. Mungkin Ayah tidak ingin membuatku sedih, bila aku mengetahui kenyataan yang sebenarnya dan Ayah memang benar.
Setelah aku mendengar cerita yang sesungguhnya tentang Ibu, membuatku seperti kehilangan arah. Bagaimana aku bisa hidup dengan tenang dan bahagia saat mengetahui kenyataan bahwa Ibu kandungku sendiri pun tidak menginginkan kehadiranku.
Bagaimana mungkin aku berharap tante Martha akan senang hati menerimaku, sedangkan Ibuku sendiri membuangku. Cerita yang selalu ingin aku dengar dari Ayah, kini malah membuatku merasa menyesal telah mendengarnya.
Qisya masih terdiam dengan pikiran yang saat ini tengah berkecamuk di dalam otaknya. Belum selesai dia menelaah semua perkataan Martha, namun suara wanita itu membuyarkan lamunannya.
"Kamu tidak perlu terlalu banyak memikirkan tentang ibu kandungmu, buat apa kamu memikirkan wanita itu. Lebih baik sekarang kamu menuruti perkataanku, cepatlah bersiap-siap karena orang yang menjemputmu akan tiba setengah jam lagi." Martha meletakkan ponsel jadulnya ke saku rok panjangnya setelah melihat satu pesan yang masuk.
"Asal Tante tahu, aku tidak akan pernah menjual kehormatanku meski aku harus menahan lapar. Aku lebih memilih mati daripada harus menjual diri! Sebenarnya siapa orang yang yang akan menjemputku Tante? Dan memangnya aku mau di bawa kemana dan bekerja sebagai apa?"
"Aku berhak tau karena ini juga menyangkut hidupku Tan! Aku tidak bisa menerima sembarang pekerjaan, karena aku bisa mencari pekerjaan sendiri. Aku akan keluar dari rumah ini. Jadi tante tidak usah khawatir, setelah aku bekerja dan mendapatkan gaji pertamaku, maka aku akan segera mencari tempat kos untuk aku tinggali."
Martha seketika terbahak mendengar penjelasan dari Qisya, senyum mengejek dia tunjukkan kepada keponakannya itu.
"Kamu pikir semudah itu mencari pekerjaan? Kamu hanya lulusan SMA dan ijazahmu saja juga belum keluar, memangnya siapa yang mau menerimamu bekerja? Hidup di kota besar tidak semudah membalik telapak tangan, disini semuanya membutuhkan uang dan juga koneksi."
"Sedangkan kau cuma anak ingusan yang tidak mempunyai keduanya, lalu berusaha untuk menggurui Tantemu yang sudah banyak makan asam garam kehidupan."
"Setelah kamu banyak belajar mengenai kehidupan, maka kamu akan mengerti bagaimana susahnya mencari uang. Dan kamu sok-sok'an ingin hidup mandiri saat tidak memiliki pengalaman apapun! Hah... lucu sekali!"
Masih dengan tatapan mengejek, Martha memandang Qisya yang masih menatapnya dengan tatapan rasa ingin tahu.
"Tapi Tante, aku harus tahu sebelum aku mengikuti orang yang sama sekali tidak aku kenal sebelumnya!" Qisya berusaha mencari tahu pekerjaan apa yang sebenarnya akan dia lakukan.
"Kamu akan bekerja di sebuah Bar terkenal dengan gaji yang sangat besar, semua biaya hidup dan tempat tinggalmu akan di tanggung oleh mereka. Jadi kamu tidak perlu memusingkan biaya hidupmu lagi, kamu hanya perlu bekerja dan menuruti semua perintah atasanmu. Mudah bukan?"
Tubuh Qisya mendadak lemah lunglai, bagai di sambar petir mendengar perkataan yang dengan mudahnya keluar dari mulut tantenya itu. Merasa tidak percaya bagaimana mungkin saudara dari ayah kandungnya dengan teganya menyuruhnya bekerja di tempat terkutuk yang sama sekali tidak pernah ada di pikirannya.
"A-apa Tan, bekerja di bar?! Apa Tante sadar bar itu tempat apa?! Banyak orang yang menjual diri di sana dengan berkedok hanya sebagai pelayan di bar dan Tante menyuruhku bekerja di sana? Bukankah Tante juga mempunyai anak perempuan?! Bagaimana bila Alya mengalami hal yang sama seperti diriku?"
"Apa Tante bisa menerima Alya bekerja di sebuah bar? Bahkan umur kami hanya selisih satu tahun saja. Kami berdua tidak ada bedanya, bukankah Tante bisa menganggapku seperti anak Tante sendiri?"
"Bagaimana bisa, dengan mudahnya Tante menyuruhku bekerja di sana! Tidak Tan, aku tidak mau! Lebih baik aku pergi dari sini dan tidak akan lagi menyusahkan kalian semua!"
Qisya buru-buru beranjak dari kursi dan melangkah mengambil koper yang berada di depan kamarnya. Namun lagi-lagi perkataan Tantenya, kembali membuatnya menghentikan langkahnya yang sudah sampai di dekat pintu.
"Justru aku melakukan ini semua demi putriku, jika kamu menganggap kami keluargamu dan jika kamu benar-benar menyayangi Alya maka tolonglah kami."
"Hanya kamu satu-satunya orang yang bisa menolong Alya dari penyakit Leukimia yang di dideritanya, dia akan meninggal bila kami tidak bisa membayar biaya operasinya."
"Dia di vonis dengan penyakit Leukimia dan harus segera mendapatkan Transplantasi sel punca atau cangkok sumsum tulang yang membutuhkan biaya yang cukup besar. Belum lagi untuk biaya Kemoterapi dan biaya obat-obatan yang harus selalu di konsumsi Alya."
"Anggap saja ini sebagai balas budimu atas kebaikan kami merawatmu selama satu tahun ini setelah ayahmu meninggal. Berkorbanlah sedikit untuk keluarga ayahmu Sya, bukankah saatnya kamu membalas kebaikan kami?"
"Apa kamu tidak menyayangi Alya? Bukankah kamu bilang menyayanginya seperti saudara kandungmu sendiri?!"
Suara Martha berubah memelas berharap keponakannya itu mau menolongnya.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 257 Episodes
Comments
Indra Jaya
Satu kata jgn mau di manfaatin org lain demi dirimu keuntungan org itu ...
2022-02-10
0
Mahrita Sartika
q sedih Thor 🥺
2021-04-27
0
aurora
baru mulai baca lagi 😊
2021-04-02
1